(47) Ketiduran

61 6 2
                                    

"APA?!!"

Tiba di parkiran kampus, keluarga Dika dibuat terkejut dengan pernyataan Dika yang diluar ekspektasi. Isi hati putra bungsu keluarga Mahardika ini, sudah terdeteksi calon mertua dari jauh-jauh hari, bahkan lebih dulu tahu daripada Nia, Ayu, dan juga Raka.

Namun, yang lebih mengejutkannya lagi, Dika menyampaikan, kalau Ara mengirimkan sebuah pesan ke ponselnya bakda subuh tadi. Wanita single parent itu mempersilakan Dika untuk datang ke rumahnya nanti malam, agar segera melakukan sidang dengannya.

Bu Ara:
|Pas kamu masih semester 8 tuh, saya udah tau, kamu ngincer anak saya.
|Silakan datang nanti malam, karena kamu harus saya sidang
|Bukankah sudah lama sekali kamu menunggu kepastian?

...

Rinda memijat-mijat punggung perempuan renta yang juga sedang melakukan aktivitas yang sama. Siang ini, sehabis makan siang bersama, Rinda mengindahkan keinginan Nek Ika yang ingin dipijat. Lalu, Nek Ika mengindahkan keinginan suaminya yang juga ingin dipijat. Mungkin, pemandangan ini bisa disebut pijatan "beruntun sederhana", entahlah.

Usai menuntaskan baktinya kepada sepuh di rumah, Rinda pun mencuci tangannya yang bau balsam dengan sabun. Setelahnya, ia pun menyeduh sebuah cokelat bubuk yang kemudian ditambah dengan susu serta es batu. Waktu untuk ibu rumah tangga satu ini bersantai. Mumpung anaknya sedang tidur siang bersama karibnya—yaitu Tamara.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 13.25, Rinda berinisiatif untuk menikmati secangkir cokelat susunya sembari menonton film. Ia duduk di sofa keluarga, lalu menyandarkan punggungnya ke punggung sofa dan menikmati film.

"Hmmm, bentar ... kayak ada yang lupa, tapi apa, ya?" Rinda mengetuk-ngetuk pelipis sambil mencoba mengingat-ngingat. "Apa, ya? Lupa. Gak pa-pa deh, lanjut nonton aja."

Sementara itu, Dika membawa beberapa buket dan bingkisan yang diberikan orang-orang perusahaan, klien, dan juga karibnya di acara wisuda ini, untuk dimasukkan ke kursi belakang mobil iparnya.

Seperti biasa, pria satu ini masih mengadopsi sikap tak sabaran. Keluarganya sudah menawarkan bantuan untuk menata semua barang itu, Dika tak perlu repot. Akan tetapi, pria berkemeja putih ini memilih untuk menata rapi semua barang itu sendiri. Ia ingin memastikan kalau semua barang-barang aman, rapi, dan presisi. Dika ini memang cukup perfeksionis.

Setelah cukup lama, barang-barang pun berhasil ditata dengan baik. Namun, sebelum pamit undur diri dari mobil, Dika memandang sebuah parsel makanan yang dikirimkan 'calon kakak ipar' melalui jasa antar beberapa menit lalu.

Apa Kak Kiki juga gak akan dateng? batinnya galau.

"Antum, galau karena Kiki belum dateng, ya?" komentar Erfan yang berdiri di dekat pintu mobil.

"Ah, enggak, Kak. Kalau gak dateng juga gak pa-pa, tau sendiri anaknya sibuk. Namanya juga selebgram, kan? Job endorse lagi banyak kayaknya. Mungkin, sekarang lagi take video?" balas Dika berpura-pura tak galau. Padahal hatinya menangis karena merindukan pertemuan dengan ia yang dicinta.

"Santai, kalau gak ketemu sekarang, ya ... nanti malem, Dik."

Diingatkan dengan sidang nanti malam, Dika pun menghela napas cukup panjang. Tersirat kekhawatiran di wajahnya. "Selama ini, gue terlalu percaya diri. Ngerasa kayak ... gak akan mungkin gue gak bisa lulus pas sidang nanti sama Bu Ara. Tapi, setelah dipikir-pikir lagi, ini Bu Ara loh .... Bisakah gue ngadepin sidang beliau yang terkenal sebagai dosen killer di kampusnya?"

"Masyaallah tabarakallah. Itu artinya, Allah negur kamu, Dik. Jangan takabur. Libatkan Allah selalu dalam mengambil keputusan. Doa jangan putus loh, Dik. Fa idza azamta fatawakkal 'alallah, innallaha yuhibbul mutawakkilin*," nasehat Erfan sembari menepuk-nepuk pundak kanan Dika.
(*Lihat surat Ali Imran ayat 159).

ACC, Mom!✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang