Pentas Seni Nusantara

24 5 6
                                    

"Ehem, acara kemerdekaan Indonesia masih sekitar tiga minggu lagi. Pihak kepala sekolah memberi kita tugas untuk ikut memeriahkan malam puncak 17 Agustus."

Seisi ruangan itu bersorak mendengar pengumuman dari Kripik selaku penanggung jawab Ekskul Teater. Beberapa usulan ide dilontarkan dan ada satu yang menarik perhatian Kripik.

Gadis dengan kucir dua itu mengangkat tangannya. "Pak, bagaimana kalau menampilkan tragedi perang sampai Indonesia merdeka," saran Mezu.

"Boleh juga, tuh. Coba jelaskan lebih detail."

Mezu bergegas maju sambil membawa sepidol. Ia menuliskan beberapa nama dan peran masing-masing anggota. Baru setelahnya menjelaskan cerita yang bermula dari penjajah yang menyerbu. Kemudian beralih ke orang pribumi yang melawan penjajah sampai ada adegan penyobekan bendera Belanda. Puncaknya memperlihatkan Ir. Soekarno yang membaca naskah proklamasi sampai pemeran sampingan yang memeriahkan adegan kemerdekaan.

Beberapa orang setuju dengan ide yang dijelaskan Mezu. Namun, tak banyak juga yang ragu akan kisahnya yang begitu rumit dan panjang.

"Selesai!"

Salah satu siswa yang sedari tadi makan nasi padang langsung menjatuhkan sendoknya. Ia langsung sumringah melihat namanya ada di jajaran pemeran penting dalam cerita.

"Oh, akhirnyah adah nyang mengakuih kehebatan Eris. Kejyayaan Eris syudah tibah!" seru Eris dengan bangga.

"Waah, Seito jadi pemeren utama. Selamat atas kenaikan jabatannya."

"Shiso, aio kitah menguasyahi negarah inih."

"Sekalian kuasai dunia ini."

"Apakyah kita nantih masyuk Elit Gelobal?"

Hicchan dan Eris terus bertukar ide untuk menguasai dunia ini. Bahkan nasi padang yang tinggal setengah itu sampai nangis karena diabaikan oleh Eris. Sementara itu, Elin mengajukan pertanyaan yang membuat semuanya berpikir.

"Apakah sempat membuat naskah dan latihan hanya dalam waktu 3 minggu? Adakah jaminan saat tampil nanti tidak memakan banyak waktu?"

Seisi ruangan seketika senyap. Naskah saja belum dibuat, bagaimana nanti saat sudah latihan? Apakah waktunya cukup?

"Aku punya saran buat kalian. Apakah mau tampil pakai naskah atau lipsing saja?" tanya Kripik.

Brak!

Semua orang sontak menatap ke pojok belakang. Cindy bergegas ke depan sembari meminta sepidol dari Mezu. Ia menuliskan sebuah judul lagu dengan sangat besar dan keterangan kecil di bawahnya bertuliskan "Teater Musikal."

Semuanya bersorak setuju dengan ide keren Cindy. Untuk peran yang sudah ada disempurnakan lagi oleh Kripik. Sisanya mendapat tugas sebagai penari latar dan mengurus properti.

Untuk kostumnya memakai yang tersedia di ekskul teater dan sisanya memakai milik pribadi. Namun, untuk kostum peran "penjajah" tidak tersedia jadi harus dibuat terlebih dahulu.

Ana dan Elin yang mengambil jatah membuat kostumnya. Mereka meminta bantuan pada kakak kelas untuk menyelesaikannya. Bahan juga sudah dibeli dan total pengeluaran akan disetor ke Chacha dan Ayaka yang mengurus keuangan.

"Pengeluaran kita banyak juga," gerutu Ayaka.

"Yang paling boros di kostumnya, karena kain yang mahal juga banyak aksesorisnya." Chacha menimpali tanpa menoleh. Ia fokus menghitung bon yang disetor anak-anak yang lain.

"Ngomong-ngomong apa kostumnya bisa jadi tepat waktu. Kasian Ana dan Elin, semalam mereka nginep di sekolah karena kostumnya belum selesai," ujar Mezu yang tetiba nimbrung.

Indopendence DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang