Praktikum

7.6K 513 15
                                    

Pekan praktikum adalah pekan paling melelahkan dalam hidup. Sudah berjam-jam di laboratorium bahkan sampai malam, masih harus mengerjakan laporan yang ditulis tangan. Terlebih jika semester 4, laporan yang harus ditulis tangan ada enam. Mau mengeluh pun percuma karena harus tetap diri sendiri yang menjalani, pikir Rania.

Rania dan teman-temannya memasukkan tas ke dalam loker di depan Laboratorium Biologi. Setelahnya mereka memakai jas laboratorium, membawa buku panduan, dan alat tulis. Hanya itu yang diperkenankan untuk dibawa.

Teman-teman Rania sudah lebih dulu memasuki laboratorium, tapi dia mendadak teringat sesuatu. Dia mengambil ponselnya di tas dan menghubungi salah satu anggota keluarganya yang tengah menjaga neneknya di rumah sakit. Baru berbincang sekitar dua menit, Awan sudah muncul dari belakang sambil menenteng sebuah buku di sisi kanannya.

Tiba-tiba Awan berhenti dan memandanginya dengan ekspresi dingin membuatnya sedikit salah tingkah. "Saya tidak peduli kalau kamu mau menghubungi pacarmu sekarang, tapi hari ini praktikum mata kuliah saya. Kalau kamu mau pacaran, silahkan tidak usah ikut praktikum!" Nadanya datar tapi terdengar sangat tajam. Dia langsung pergi meninggalkan Rania yang terpaku di tempatnya.

"Sebelum praktikum dimulai, kita akan melakukan pretest terlebih dahulu. Silahkan kerjakan dengan sebaik-baiknya."

Semua mahasiswa mengikuti instruksi asisten laboratorium dengan patuh. Mereka mulai mengerjakan tes awal sebelum memulai praktikum.

"Perhatikan instruksi di panduan yang dibagikan kepada kalian dan arahan dari asisten laboratorium," ujar Awan membuka praktikum hari itu.

Tugas para mahasiswa adalah mengamati preparat awetan jaringan hewan dan gambar hasil pengamatan. Rania yang buruk soal menggambar pun tak ada pilihan lain selain menggambar dengan segala keterbatasannya. Jelas saja, praktikum adalah hal wajib apalagi laporan dan ujiannya. Dia bisa tak lulus dan program ulang jika mengabaikannya.

Awan hanya sesekali memantau setiap kelompok yang yang tengah sibuk dengan mikroskop itu. Tak sengaja dia melewati meja Rania yang sedang menggambar hasil pengamatan. Gadis itu tampak sedikit pucat setelah berhari-hari praktikum dan menulis laporan untuk mata kuliah lain.

Saat Rania berdiri, Kinta yang duduk di sampingnya tak sengaja menangkap bercak merah pada jas laboratorium Rania. Seketika dia langsung menahan pundak Rania agar tak berdiri.

"Kamu lagi datang bulan, ya?" bisik Kinta tepat di telinga Rania.

Rania belum menjawab, tapi Awan sudah menegur keduanya lebih dulu. "Apa ini waktu untuk berbisik-bisik?!"

Keduanya langsung kembali fokus pada tugas masing-masing, tapi tak lama Rania melirik Kinta dengan ekspresi khawatir. "Tembus, ya?"

Kinta mengangguk. "Sedikit. Belum terlalu kelihatan, tapi kamu harus ganti. Kamu bawa jas lab cadangan?"

Rania menggeleng. "Gak bawa."

"Ya udah, kamu izin aja ke toilet. Ganti sekalian cuci bagian jas labmu yang ada nodanya. Kursi tempat kamu duduk biar jadi urusan aku. Biar aku yang bersihin."

Setengah ragu Rania mengangkat tangan agar Awan menuju ke arahnya. Pria itu dengan sigap mendekat, tapi dengan ekspresi yang dingin membuat Rania pun tak berani dengannya.

"P-pak? Boleh bicara sebentar?"

"Ada apa?"

Rania berusaha mengumpulkan keberanian. "Boleh di luar lab, Pak?"

"Kenapa tidak di sini?"

"S-saya butuh bicara berdua, Pak."

"Oke." Awan pergi lebih dulu diikuti Rania yang mengekor dengan cepat menuju pintu keluar.

VS Mr. Killer (TAMAT)Where stories live. Discover now