17. Jangan Salahkan Aku

3.1K 220 0
                                    

Ini adalah kisah melegenda dari 3000 tahun yang lalu. Adalah masa ketika ras naga, ras kuat yang diangung-agung, sedang dalam kekacauan yang luar biasa. Wilayah manusia berada diambang kehancuran, berantakan dan hampir melenyapkan separuh populasi kehidupan.

Ada sesosok pengkhianat dari ras naga. Awalnya semua baik-baik saja. Bahkan sang raja naga sedang berbahagia dengan istrinya, yang merupakan seorang manusia.

Istana Naga merupakan bangunan yang paling megah tanpa ada yang mampu menyaingi. Di lantai paling tinggi, ada sesosok naga hitam yang bersenandung di tahtanya. Naga terkuat, terhebat, dan ... naga terkejam. Javas, sang raja dari segala naga. Javas mempunyai seorang istri, cirinya selalu berambut putih. Nama istrinya selalu sama, yakni Regina. Ada masa di mana istri sang raja tiada, pasti akan ada pembantaian habis-habisan dari raja. Hal tersebut membuat para naga tak mampu menatap mata Javas bahkan untuk sedetik.

"Yang Mulia," sesosok naga datang dari balik pintu raksasa. "Ada yang ingin bertemu dengan anda."

"Siapa?"

"Nona Lishia, salah satu dari kelima petinggi naga, Yang Mulia."

"Suruh dia masuk." ujar Javas tanpa bergerak dari kursi tahtanya.

Sesaat kemudian datanglah seorang wanita cantik dengan wajah yang tersenyum sumringah. Langkahmya cepat, dan ia dengan terang-terangan menatap Javas tanpa rasa takut. "Yang mulia! Lihat saya bawa apa?" wanita ceria itu menyodorkan kepala singa tak bernyawa.

"Astaga!" terdengar suara kecil yang terkejut dari balik kursi tahta Javas.

"Lishia, hentikan dan buang itu. Kau membuat istriku takut." perintah Javas sembari menarik sesosok gadis ke dalam pangkuannya.

Hanya ada satu makhluk yang bisa dan mampu berdekatan dengan Javas. Makhluk itu adalah manusia yang juga merupakan istri satu-satunya raja. Gadis dengan rambut putih tergerai ke bawah, mata lentik, dan wajah yang manis.

Regina, sang istri naga hitam.

Lishia tampak tak terima,. "Kenapa selalu gadis itu yang anda pikirkan? Saya juga sudah bersama anda sejak dunia ini tercipta."

"Itu dua hal berbeda." pungkas Javas tanpa pikir panjang.

Diam-diam Lishia membuang napasnya kesal, melempar kepala singa ke sudut aula dan berlari keluar. Menyisakan dua sosok yang kini terdiam kebingungan.

"Sayang," Javas meletakkan dagunya di atas kepala Regina. "Jangan pikirkan kepala singa itu, petugas akan segera membersihkannya."

Regina menggeleng perlahan. "Bukan itu, aku hanya ... cemas dengan Lishia."

"Cemas kenapa?"

"Apa aku sudah membuat kesalahan padanya? Sejak aku datang ke mari, Lishia selalu saja memandangku kesal. Takut-takut aku melakukan kesalahan yang menyebabkan hatinya sakit."

"Haha, tidak apa-apa. Lishia memang begitu, dia sangat tidak sopan. Tapi aku juga tidak bisa menghukumnya ... dia adalah salah satu dari lima pentinggi naga yang melindungi kerajaannya."

"Siapa pula yang menyuruhmu menghukum dia?"

"Hehe." Javas bersandar manja di leher kekasihnya. "Jika kamu meminta, mungkin akan aku lakukan."

Hari ini berakhir dengan malam yang mampir. Regina pun kembali ke kamarnya meninggalkan Javas yang masih harus berada di kursi tahta. Lelah sekali, sudah seharian gadis itu berkeliling istana untuk mencari kucing peliharaannya yang hilang. Sayang, percarian sehari penuh itu berbuah sia-sia.

Tok tok.

Pintu kamar itu terketuk. ... Ah, mungkin pelayan, pikir Regina. Jadi gadis itu mempersilakan masuk tanpa pikir panjang.

"Nona Regina."

"Eh ... Lishia?"

Hari itu, Lishia datang dengan penampilan kacau. Rambut yang berantakan, pakaian compang-camping, lalu wajahnya yang terlihat amat lelah. Di tangan kanannya, ada seekor kucing tak bernyawa yang tampak familiar.

"Lishia, bukankah itu kucingku?"

Bruk.

Lishia menjatuhkan dahinya ke lantai, bersujud begitu saja di hadapan Regina.

"Nona Regina, maafkan aku, maaf." Lishia menangis getir. "Aku yang terburuk, aku yang terburuk, aku yang terburuk."

Regina bergegas datang mendekat berusaha menarik posisi Lishia dari sujudnya. "T-tunggu, Lishia, sebenarnya ini ada apa?"

"Nona Regina," Lishia, gadis yang terkenal ceria itu kini menangis tersedu-sedu. "Aku juga sudah muak denganmu, Nona ...."

"Dengan begitu, jangan salahkan aku, ya?"

Entah sejak kapan, tapi Regina merasa pandangannya begitu berat? Segalanya terasa sakit, sesak, dan ....

Gelap.

[END-TERBIT] REGINA: Don't Want to DieWhere stories live. Discover now