EKSTRA PART 02

502 26 0
                                    

Hallo Dearluv apa kabar?

aku harap kalian semua baik-baik aja, semoga Dearluv semuanya sehat dan happy. 

okey deh, selamat membaca Dearluv!!!

.....

Aku, Kamu dan angan.

Banyak hal yang tidak pernah diutarakan dalam hidup, yang akhirnya akan menjadi buah kekecewaan dan penyesalan. Seperti halnya racun yang mematikan, penyesalan akan membunuh secara perlahan-lahan, pelan namun pasti mengoyak jiwa setiap manusia.

Lima tahun berlalu dengan singkat namun, rasa ajaib milik Micella tak pernah hilang. Rasa cintanya yang terus-menerus tumbuh, untuk seseorang yang tidak tau nyata atau tidaknya dirinya.

"Cell ayo pulang," Denoca menyentuh lengan gadis yang tengah menatap lautan dengan matahari yang telah terbenam sebagian disebrang sana. Kakinya menyentuh hamparan pasir putih yang hangat namun, tak mampu untuk menghangatkan hatinya.

"Aku rindu Ca, tapi aku gak tau rindu ini buat siapa." Balas Micella sarat kesakitan pada kalimatnya, hatinya hancur lebur bersama dengan air matanya yang mengalir deras.

"Lima tahun aku menunggu disini, kalau benar kamu nyata tolong temuin aku sekali aja. Zen, aku rindu."

......

Micella yang berjalan terburu-buru setelah menyelesaikan meeting bersama kliennya tak memperhatikan ke depan, kaki gadis itu melangkah namun matanya fokus mencari kunci mobil di dalam Sling bag miliknya.

"Astaga..."

"Maaf,"

Micella menabrak seorang pemuda, keduanya sama-sama berucap sembari menatap mata satu sama lain.

Debar jantung Micella semakin kencang, pemuda dihadapannya sangat Familiar pemuda yang selama Lima tahun ini menjadi alasan dari semua kerinduan Micella.

"Zen," gumam Micella, pemuda dihadapannya menatap Micella penuh tanya. Micella pikir Zenando akan mengingatnya, nyatanya salah. Sorot mata pemuda itu menunjukkan pandangan asing untuk Micella.

"Ternyata selama ini, memang aku yang terbawa suasana. Mereka benar, aku hanya mengalami mimpi tak berarti."

"Saya permisi maaf," Micella meninggalkan pemuda itu, pemuda yang hadirnya dinanti selama ini. Micella menangis, bukan salah Zenando semua ini terjadi karena pemikiran dan harapan-harapan kosong Micella sendiri.

Zenando melupakan, hal itu sudah cukup untuk Micella. Pada akhirnya semuanya akan berlalu, kenangan yang gadis itu simpan juga hanya sebuah angan tanpa tujuan.

Micella menarik napas panjang, menancap mobil miliknya membela hiruk pikuk perkotaan. Semuanya selesai, walaupun rasa ini belum usai.

......

"Papa sama Bunda sepakat buat jodohin adek." Bunda Pamela— bunda Micella berucap ketika, Micella mengunyah suapan besar tumis kangkung masakan bundanya.

"Lohh! Kok gitu," Micella protes, umurnya masih 23 tahun, untuk apa perjodohan-perjodohan seperti Siti Nurbaya.

"Dijodohin aja, kalau gak konek cari baru."

"Papa, ini itu pasangan bukan jaringan WiFi diputus-nyambungin." Micella menjawab papanya, papa Hans dengan gelengan penuh gemas.

"Papa sama bunda-kan tau kalau Cella gak suka ganti-ganti pasangan, Cella cuma mau satu seumur hidup." Tegas gadis itu, Hans dan Pamela mengangguk, "Tapi gak salah buat dicoba kak," ucap Pamela lagi meyakinkan.

"Hah, oke-oke. Terserah Papa sama bunda," balas gadis itu pasrah. Mungkin ini saatnya Micella membuka lembar baru?

....

Micella menunduk dalam, hari ini seharusnya pertemuan dirinya dengan calon pasangan pilihan kedua orang tuanya. Micella berfikir akan bertemu dengan sosok yang akan membawanya pada lembar baru, nyatanya gadis itu malah bertemu dengan sosok Zenando panduwinata. Pemuda yang membuatnya jatuh kedalam perasaan tak karuan, yang dirasakannya sampai saat ini.

"Micella frischa Puspitasari?"

Suara datar terdengar serak itu menarik pandangan mata Micella, gadis itu mendongakkan kepalanya menatap pada pemuda dengan balutan kemeja putih dan jas berwarna hitam legam itu.

"Y-ya?" Micella berucap perlahan. Gadis itu merutuki perasaannya yang tak karuan, jantungnya terasa berdetak terlalu cepat dan paru-parunya tercekat.

"Kita pernah bertemu?"

"M-mungkin?"

Pertanyaan Zenando dibalas dengan cepat oleh Micella, seolah gadis itu ingin berucap bahwa mereka bukan sekedar bertemu tapi, mereka pernah lebih dari sekedar orang tak saling kenal yang dipertemukan dalam perjodohan.

Micella pernah menjadi bagian dari Zenando. Atau, Rayena yang jadi bagian dari Fhaisal?

"Mungkin kita pernah bertemu, di lift di taman, di sekolah di atas bianglala di dunia yang berbeda?" Micella menunduk kembali, terkekeh diujung kalimatnya sebelum terdiam tanpa suara.

Entahlah Micella hanya ingin menangis saat ini, meluapkan kerinduannya pada seseorang yang tidak mengingat dirinya, seseorang yang tidak mengingat ikatan diantara mereka.

Air mata Micella terjatuh bersamaan dengan jemari seseorang yang mengangkat wajah itu, mendongakkan-nya untuk menatap sorot mata kerinduan dari pemuda beriris hitam kelam itu.

"Gue juga kangen La," ucapnya sebelum kemudian mempertemukan bibir keduanya. Hanya kecupan singkat namun, seolah membawa seluruh jiwa Micella yang dulunya hilang, kembali kedalam raga gadis itu.

Tangis Micella pecah setelah kecupan singkat itu berakhir. Gadis cantik itu memeluk Zenando dengan erat, seolah takut akan kehilangan lagi.

"Aku takut kamu pergi, aku takut kamu lupa sama aku. Aku takut Zen, takut...." Micella menjatuhkan wajahnya pada bahu lebar pemuda diperlukannya.

"Aku rindu kamu," lirih gadis itu lagi.

"Gue juga, lima tahun tanpa lo itu bencana."  Zenando mengelus wajah Micella yang berlinang air mata.

"Jangan nangis. Gue udah disini!"

"Kamu serius gak sih? Lo-gue Mulu, pesan-pesannya malah gak kesampaian sampai ke hati tau!" Micella memukul dada Zenando keras, membuat Zenando terkekeh geli karenanya.

"Micella, aku juga kangen sama kamu."

Micella kembali memeluk Zenando, meraup dalam-dalam aroma pemuda itu mengisi seluruh memori kosong selama Zenando tak berada disisinya.

"Apa yang terjadi sama kamu, selama lima tahun terakhir?"

I'm the antagonistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang