❝Tidak semua yang dibakar akan hangus menjadi abu, batu bata dibakar agar lebih kokoh dan keras. ❞ —Xabiru Cakrawangsa
***
Kelas 1 SMP, awal semester 1.
"SHEA!!!"
Suara bariton itu berteriak memanggil dari dalam rumah. Bukannya berhenti melangkah, gadis berseragam SMP itu kian lincah membuka pagar rumah. Dengan kedua kaki telanjang, Shea berlari kencang melintasi jalanan. Bayu sedang marah, Shea harus menghindar, sampai lupa jika ia tidak memakai sandal. Satu-satunya rumah pelarian yang Shea punya di keadaan seperti ini ... adalah rumah Bi Maiza.
"MINGGIR! MINGGIR! GORILA NGAMOK!" teriak Shea pada seseorang yang menghambat tekadnya menerobos pagar rumah Bi Maiza.
Lelaki berseragam SMP lain tersentak. Niat hati ingin menyedot minuman, tetapi punggungnya sudah ditubruk duluan oleh Shea dari belakang. Ujung sedotannya nyaris masuk ke lubang hidung jika cup-nya itu tidak jatuh duluan.
Shea tersentak saat basah mengguyur bagian depan pakaian lelaki itu. "Eh.. Ha?!" Gadis itu mendongak dengan mata membola. "Tuan?!"
Xabiru mendecak kesal. "APAAN—"
"Shea Annora!"
Suara Bayu menyela. Sadar dalam bahaya, Shea kembali berlari. Sebelah tangan gadis itu menarik ujung dasi Xabiru, membuat lelaki itu mau tidak mau ikut melangkah terpaksa, atau lehernya akan tercekik. Kampret si Sheyton! Cara memegang gadis itu seperti Xabiru adalah domba yang dibawa lari oleh pengembala.
Dan sekarang gadis itu membawa Xabiru bersembunyi di balik pohon mangga dekat rumah orang lain. Mereka berdua berjongkok, berdempetan. Shea mepet-mepet, Xabiru mundur-mundur. Bagus. Tinggal kegep Pak RW untuk dituduh melakukan hal yang iya-iya.
"Lepas!" kata Xabiru sembari menukas tangan gadis itu. Hal yang membuat Shea langsung tersadar ketika sedang memantau Bayu.
Shea nyengir kikuk. Sudah satu bulan dari awal perkenalkan mereka memasuki kelas 1 SMP, Xabiru masih sering bombastis side eye padanya. "Tuan, maap. Biasa aja mukanya, jangan galak-galak, ey. Nanti nggak ganteng."
Xabiru tidak terkecoh. Lelaki itu sibuk membuka kancing seragamnya yang basah, menyisakan kaos hitam di dalam. Shea yang sadar betul akan kesalahannya, berinisiatif bertanggung jawab. "Tuan... seragamnya aku cuci, ya? Itu, kan, kotor. Jadi siniin aja—"
"Enggak usah! Jauhan!" Xabiru kepalang kaget ketika Shea hendak melepas paksa pakaiannya.
Shea mengembungkan pipi dengan alis mengerut garang. "AKU KAN MINTA MAAP!!"
"Iya, Shea. Sekali juga kedengeran," ujar Xabiru.
"Tapi Tuan nggak jawab! Malah ngebentak!" balas Shea, tidak sadar nada suaranya turut tinggi. Lengan gadis itu bersedekap di atas lutut. "Punya majikan nggak ramah-ramahnya. Marah-marahhh terus, pengen tak hiiihhh!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ENIGMA : Last Flower
Teen FictionMadava Fanegar itu pria sakit jiwa. Hidupnya berjalan tanpa akal sehat dan perasaan manusiawi. Madava Fanegar itu seorang psikopat keji. Namanya dikenal sebagai kutukan setan. Ia habis disumpah serapahi, bahkan hingga akhir kematiannya. Awalnya semu...