42 ☯ Inikah akhirnya?

4.1K 77 0
                                    

🎀

Sabrina memandangi kertas berisi soal ujian dengan teliti, tangannya mulai bergerak mengisi satu persatu kolom yang berada pada lembar jawaban.

Ujian akhir sudah di mulai seminggu yang lalu, dan sekarang adalah hari terakhir ujian, semua murid terlihat khusyuk mengerjakan ujian mereka.

Hingga satu jam kemudian bel berbunyi pertanda ujian selesai, setelah mengumpulkan lembar jawaban semuanya berlari girang keluar dari kelas.

Tawa dan candaan terdengar di sepanjang koridor sekolah, semuanya sudah selesai. Sepertinya ia akan rindu bersekolah di sini.

Sabrina menoleh keluar jendela, menghirup udara segar. Semuanya kembali seperti keinginannya.

Menyelesaikan ujian akhir, Kevano dan Venus yang memilih jalan damai atas kecelakaan itu, Vanessa yang berjanji tidak akan membully lagi dan Fara yang meminta maaf dan menyesal atas perbuatannya.

Kini semuanya berteman, dan Fara tidak seburuk yang ia pikirkan. Fara hanya kesepian dan menghalalkan segala cara untuk mencari yang namanya kebahagiaan.

Bahkan kini gadis itu selalu mengirimnya pesan yang berisi curhatan, gadis itu sedang pdkt dengan laki-laki yang berkerja untuk perusahaan milik ayahnya yang sedang ia rawat dan foto kesehariannya di Canada. Fara berubah seperti seharusnya.

"Na."

Sabrina menoleh lalu tersenyum manis melihat Kevano yang berjalan ke arahnya. Kini semuanya berakhir bukan? tak akan ada lagi konflik dan kebencian, hanya akan ada senyuman dan tawa kebahagiaan.

Sekarang dan seterusnya...

~~~

Kini dua keluarga itu berkumpul di ruang tamu untuk membuat perayaan kecil. Sabrina membantu membawa beberapa makanan ke meja makan.

Setelan selesai semuanya mulai duduk satu persatu di meja untuk makan, sesekali menyelipkan candaan ke dalam obrolan.

"Udah lulus nih, jadi kapan mau isi?"

Uhuk!

Pertanyaan dari Gita membuat Sabrina tersedak kuah sup, melihat itu membuat Kevano dengan cepat memberikan gadis itu minum.

"Makannya pelan-pelan sayang." Ajeng yang duduk di samping Sabrina segera mengusap punggung gadis itu.

"Kamu juga ngapain nanya gituan sekarang coba," tegur Xavier pada istrinya.

"Kami baru lulus loh bun, lagian kalau Sabrina belum siap Kevano gak berani maksa," jelas Kevano sambil menatap Sabrina.

Gita cemberut. "Tapi bunda udah kepengen gendong cucu."

Ajeng tertawa kecil. "Mama juga loh, mau perempuan ataupun laki-laki terserah aja deh."

"Kamu jangan ikut-ikutan juga," Arion menggeleng tak habis pikir. "Kalian pikirin secara matang, punya anak itu butuh tanggung jawab yang besar loh.

Sabrina mengigit bibir bawahnya, terlihat menimbang-nimbang permintaan ibu dan mertuanya atau perkataan ayahnya.

"Udah..udah, selesaiin makan dulu baru ngobrol," final Xavier yang tak terbantah.

~~~

Gita memaksa keduanya untuk menginap karena di luar sedang hujan lebat dan tak memungkinkan bagi Kevano mengendarai motornya hingga ke apartemen. Mau tak mau keduanya mengiyakan.

Kevano membuka lemari pakaian miliknya, walaupun tak pernah ia buka lagi lemari itu masih tetap rapi dan bebas dari debu.

Untungnya masih ada beberapa pakaian yang ia tinggalkan untuk situasi genting seperti sekarang.

Kevano melirik Sabrina yang terhanyut dalam lamunannya, menepuk pundaknya membuat gadis itu menoleh kaget.

"Mikirin apa?"

Sabrina tersenyum tipis. "Soal permintaan bunda tadi," jawabnya ragu.

Bukannya menghindari dari kewajiban, Sabrina hanya merasa belum siap dan terlalu takut mengambil keputusan.

Kevano merebahkan tubuhnya ke atas kasur. "Gausah di pikirin, bunda kalau ngomong emang suka ngelantur."

Sabrina sedikit terkejut lalu ikut masuk ke dalam selimut, membiarkan Kevano memeluk dirinya. "Kamu gak papa?"

"Kalau lo belum siap gue gak maksa, sampe kapanpun bakal gue tunggu."

Sabrina tersenyum lebar hingga menampakkan deretan giginya lalu memeluk Kevano erat. "Makasih Vano..."

~~~

2 tahun kemudian...

Clara keluar dari Indomaret sambil menenteng kantong plastik yang berisi makanan ringan dengan tangan kiri dan tangan kanannya sibuk memainkan ponselnya.

Tiba-tiba seorang lelaki yang sedang duduk santai sambil menyeruput kopi itu menghalangi jalan gadis itu dengan kaki kirinya.

Dugh

"Anying sia kakinya," pekik gadis itu mengumpat, untung saja ia bisa mengimbangi badannya jadi ia tidak terjatuh, hanya kesandung saja.

"Makanya Kalau jalan tuh yang bener jangan liatin hp Mulu," Ejek lelaki itu. Gadis itu yang tidak asing dengan suaranya, ia membalikkan badannya menghadap lelaki itu, lalu berjalan satu langkah menghampiri cowok itu .

"Gue udah punya pacar."

"Dih? Sape peduli?"

"Anying!" Clara memukul bahu laki-laki itu gemas. "Lo dari dulu tetap gak pernah berubah ya, Rian!"

Laki-laki yang namanya disebut itu hanya terkekeh pelan, lalu mengambil alih belanjaan yang dibawa Clara.

"Biar gue bantuin."

"Gak nolak gue mah."

Keduanya berjalan beriringan sesekali bercanda sambil menceritakan hal hal kecil. sudah lama. Mereka tak bertemu sejak kelulusan.

Namun langkah mereka terhenti saat Rafael tiba-tiba berdiri di depan mereka.

Clara mengerutkan keningnya. "Fael? Lo ngapain disini?"

Rian merendahkan tubuhnya lalu berbisik tepat ditelinga Clara. "Kalian masih lanjutin hubungan itu? Tapi kan-

"Biar gue yang lanjutin bantu Clara, lo pasti sibuk." sela Rafael mengambil alih belanjaan di tangan Rian.

"Rian makasih ya udah nolongin." Clara sedikit berjinjit untuk berbisik. "Tenang aja, gue gak bakal ambil dia dari tuhannya."

Rian hanya bisa menggeleng tak habis pikir, lalu menepuk bahu Rafael pelan. "Jagain adek gue baik-baik." Ucapnya yang dibalas anggukan dari Rafael.

"Sans bro! Sama gue di pasti aman, lo gak perlu khawatir."

Rian mengangkat bahu. "Sapa bilang gue khawatir."

Buhg

"Akhh"

"Lo niat jadi kakak gak sih?" Kesal Clara setelah menendang bokong Rian.

"Cla, gak boleh gitu," tegur Rafael.

Rian mengusap pantatnya yang terasa sakit lalu mencibir karena mendapat pembelaan. "Dasar gak berperikemanusiaan lo."

"BACOT ANYING!!"

Rafael dan Rian sontak langsung tertawa, kelucuan ekspresi yang ditampilkan Clara membuat keduanya tertawa dengan serentak.

"Udah ayo balik, tante Gita pasti udah nungguin," ajak Rafael sambil menggandeng tangan Clara.

"Loh, yang masak Tante Gita? Gue kira pesen," tanya Rian bingung.

"Emang di pesen tapi buat makanan pembukaan Kevano maunya sup iga buatan tante Gita," jelas Clara yang dibalas anggukan mengerti dari Rian.

"Yaudah ayo." Ketiganya mulai berjalan beriringan.

KEVANO [ END ]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz