10. Pengantin Baru

284 11 1
                                    


Riyanda adalah pria ter-toxic abad ini versi Hanin.

Setelah meninggalkannya di malam pertama dengan sebuah pertengkaran, Riyanda tak kunjung kembali mau itu di pagi hari atau esoknya. Khusus kamar bridal suite yang ditempati mereka selaku pengantin baru, pihak hotel memang memberikan dua malam tambahan sebagai complimentary. Tapi bukannya menikmati malam demi malam yang privat di kamar hotel yang cantik nan luas tersebut, Hanin malah menghabiskan hari-harinya sendiri di dalam kamar. Pagi dan siangnya pun ia tak punya ide untuk melakukan apa-apa selain merenung memikirkan kata-kata jahat Riyanda kala itu.

Cerai...

Belum 24 jam menikah sudah diancam dengan kata cerai...

Untunglah mata bengkak hasil menangis Hanin membaik di hari ia pulang. Ia urus sendiri proses check out dari kamar hotel, lalu membawa koper ke lobi. Tak disangka, keluarganya hadir di sana menjemputnya dengan wajah ceria. Papa, mama dan mertuanya yang kini sudah menjadi satu keluarga melambai dan menyuruh Hanin mendekat.

Hanin merasakan tubuhnya membeku. Dan pertanyaan yang bikin meriang dilontarkan saat ia sudah berdiri kaku di depan  mereka yang mengisi tempat duduk lobi.

"Mana Riyanda?"

Hanin hanya bisa menggigit bibirnya sendiri, hingga saat ia akan benar-benar menjawab dengan jujur, ada sebuah tangan yang merangkul pinggangnya dari belakang. Hanin terkesiap.

Tangan ini, dan wangi khas yang tak pernah lepas dari aroma tubuh orang itu...

Riyanda yang kini di sebelahnya tersenyum tipis, membuat bulu kuduk Hanin meremang saat mereka berpandangan.

"Tadi aku urus check out." Ia lepaskan pelukan singkat itu ke Hanin yang membatu dan salam dengan sopan ke ketiga sosok orangtuanya. Papa dan Mama tertawa manis sambil melanjutkan obrolan basa-basi mereka. Riyanda pun sama, selalu terlihat tenang dan penuh senyum. Ekspresi pura-pura yang begitu sempurna.

'Pria mengerikan!' Hanin mengalihkan pandangan dengan wajah tak enak. Pinggangnya yang tadi disentuh Riyanda masih terasa panas bagaikan dosa.

"Kami mau ajak kalian berdua makan siang bersama. Bisa?" Papa Hanin bertanya dan Riyanda mengangguk layaknya mantu yang baik.

"Bisa, Pa. Tapi sehabis makan, aku dan Hanin mau pergi. Ada tempat yang kujanjikan."

"Ah, tentu saja! Pasti kurang kalau hanya menginap di sini saja, ya."

Riyanda mengiyakan. "Apa boleh kalau aku dan Hanin pisah mobil? Kami ada mobil di parkiran."

Semuanya mengangguk setuju. Sesuai perintah mamanya, koper berisi baju kotor Hanin ikut mobil para orangtua dan mereka biarkan Hanin hanya dengan tas yang melekat di tangannya mengikuti Riyanda. Padahal kalau bisa memilih, ia ingin di samping mamanya saja.

"Habis makan kita mau ke mana?" Hanin bertanya dengan nada curiga begitu mobil telah melaju. Dia menahan diri untuk tidak menanyakan ke mana saja Riyanda selama dua hari terakhir di saat ia ditinggal seorang diri di kamar hotel. Ia harus bersikap tak peduli seperti Riyanda memperlakukannya.

"Apartemen. Lo akan tinggal di apartemen gue."

Hanin mati-matian untuk tak melihat Riyanda yang sedang mengemudi, tapi begitu jawaban itu terlontar dia seperti meminta penjelasan lebih.

"Kakak... masih mau aku tinggal di apartemenmu, dengan apa yang kamu perbuat dan katakan padaku kemarin?"

"Sudah diinfokan mama, kan? Barang-barang lo akan tiba hari ini."

"Tapi kamu berniat menceraikanku!"

Tahan air matamu, Hanin!

"Hanindya." Suara tegas Riyanda membuat Hanin terdiam. "Kalau masih mau tinggal di rumah keluarga Bakrie, akan gue antar. Ngga masalah."

PERNIKAHAN SEMATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang