Pipi Bersemu Ibu Guru

130 20 0
                                    


Terkadang aku belum percaya akan hal unik yang datang. Satu lelaki nekat mencoba mencintai dan satunya langsung meminta menjadi istri. Rencana Tuhan memang tidak terduga.

Prillyza Anindya

Arzali bersandar pada pintu mobilnya. Sesekali melihat jam tangannya, ia sudah menunggu selama lebih dari sepuluh menit, tapi sayangnya, yang ditunggu belum muncul juga. Dokter tampan itu tengah berada di depan gerbang bangunan sekolah dasar. Bisa kamu tebak siapa yang tengah dia tunggu? Yup, siapa lagi jika bukan Prillyza Anindya.

Gadis yang selalu mengenakan jilbab lebar, dengan senyum menawan. Sosok yang telah mengacaukan tidur nyenyak seorang Arzali selama seminggu terakhir. Selain itu, ia juga telah memporak-porandakan perasaan lelaki dua puluh sembilan tahun ini. Bagiamana tidak? Jika ia memejamkan mata, hanya senyum Prillyza yang tergambar.

"Permisi, Pak." Arzali menoleh mendapati seorang satpam paruh baya menghampirinya. "Bapak ada keperluan atau sedang mencari seseorang? Saya perhatikan Bapak lumayan lama di sini."

Arzali berdehem sebelum menjawab. Ia berdiri tegak. "Saya mencari Bu Prillyza," katanya singkat.

Satpam itu nampak menunjukkan senyum menggoda. "Bapak pacarnya Bu Guru cantik?" tanya si Satpam membuat alis Arzali terangkat. "Maksutnya Bu Prillyza," ralatnya.

"Iya, apa dia sudah datang?"

"Belum biasanya datang pukul setengah tujuh, tunggu aja bentar lagi." Dan benar. Bersamaan dengan satpam yang selesai bicara, dari arah timur Arzali melihat orang yang sedari tadi ditunggu berjalan semakin mendekat.

"Nah, itu Bu cantik udah datang. Kalau gitu saya tinggal, ya, Pak," pamit pak Satpam, tapi Arzali menghiraukannya. Ia lebih tertarik memandang Prillyza yang berjalan anggun dengan tumpukan buku yang dibawa di tangan kirinya.

"Prillyza!" panggil Arzali dari jarak lima meter. Ia sedikit berteriak.

Prillyza yang mendengar namanya disebut segera menoleh. Tubuhnya mematung untuk sedetik, bibirnya terbuka setengah, tapi ia berhasil mengendalikan diri. Ragu-ragu ia melangkah mendekati Arzali. Cukup mengejutkan melihat lelaki itu sepagi ini, apalagi setelah seminggu lebih tidak bertemu.

"Dokter Arzali?" Prillyza memastikan. Arzali tersenyum memampilkan lesung pipinya.

"Tentu, siapa lagi?" balasnya.

"Mengantar anak?" tanya Prillyza membuat Arzali tertawa pelan.

"Saya belum menikah, Prillyza. Mungkin nanti saya akan mengantar anak-nak kita," balas Arzali diiringi kalimat gombalan.

Prillyza terkekeh kecil, ia seringkali mendapat kalimat godaan tapi jika Arzali yang mengatakan ada rasa yang berbeda. Seperti ada sebuah desiran dalam dirinya.

"Kamu terlalu berlebihan Dokter, jangan terlalu banyak memberi kalimat manis pada wanita. Hati mereka mudah luluh," papar Prillyza.

"Benarkah??" tanya Arzali, dengan mata menggerling. Kepalanya sedikit miring ke kiri dengan mata yang menatap Prillyza lekat. Hal itu terlihat manis dimata Prillyza. Ia mengatupkan bibirnya, menahan untuk tidak menunjukkan senyum malunya. Ia belum pernah ditatap selekat ini oleh lelaki, lebih tepatnya Prillyza yang tidak terlalu memperdulikan.

"Jadi, kamu datang karena suatu keperluan?" tanya Prillyza mengalihkan perhatian, jika terus membiarkan Arzali menatapnya bisa saja ia akan terbang.

"Benar sekali, Ibu Guru Prillyza ternyata sangat pintar," puji Arzali. "Saya datang untuk hal yang sangat penting, tentunya berhubungan dengan kamu."

ArzaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang