Langit, menjalani hidupnya tanpa makna, sering di pukuli orang tuanya sendiri, di kucilkan lingkunganya hingga mengalami bullying di sekolah
hingga dia bertemu dengan orang2 di kedai mie kirana yang selalu menyebutnya sebagai malaikat penolong
Delap...
Langit berjalan lemas, sepedanya ia tinggal di sekolah, langit sudang bingung, mau dia bawa hanya menyusahkan, tapi jika ia tinggal bagaimana kalo hilang
"Ibu akan marah..." Ucap Langit pelan
Sudah cukup jauh dia melangkah, Kakinya makin lemas, tapi untung saja dia libur di pukuli akhir2 ini
Walau sebenarnya seluruh lukanya belum sembuh total, tapi mau bagaimana lagi, langit tidak bisa menggunakan uang tabunganya untuk naik angkutan umum
Akhirnya langit tetap berjalan untuk pulang
Saat sampai di sebuah jalan, langit melihat seorang gadis sedang berlari kencang Dari arah berlawanan
Langit mengenalnya, itu Biru
Seperti nya biru tampak sangat buru2 dia berlari tanpa meperdulikan apapun yang ada di depan jalurnya
Bruk!!.
Hingga dia terjatuh
Melihat biru yang terjatuh, tanpa berfikir panjang lagi langit langsung berlari memeriksa ke adaan biru
"Biru...." Panggil langit pelan ketika tepat berada di depan biru
Mendengar namanya di panggil, Biru mendongakan kepalanya, memperlihatkan pipinya yang sudah basah oleh air mata
Langit benar2 terkejut, apalagi setelah mendapati biru yang berlari tanpa alas kaki
"Biru kakimu berdarah..." Langit berucap panik
Sedangkan biru tetap diam sembari menatap langit pilu
"Langit..." Rintihnya di tengah isak
Melihat ke adaan biru seperti ini, langit benar2 ikut merasa sakit, dia akhirnya turun, ikut berjongkok menyamai tinggi biru yang sedang terduduk di pinggir aspal
Tangan langit TER ulur begitu saja, mengusap pipi biru yang basah, tersenyum untuk meyakinkan semua akan baik2 saja
"Langit ayah... Kak nakula" biru kembali terisak, menyebut nama kakanya
"Kak sadewa... Hecka.. bang bagas.." biru terus terisak,
Membuat langit semakin khawatir, langit mengusap punggung biru menenangkan
"Gala... Rendra... Semuanya..."
Tepat setelah nya, tangisi biru pecah, meraung raung seperti takut kehilangan semuanya
Seakan semuanya akan pergi meninggalkan dia sendirian
"Aku ada di sini biru.." langit memeluk Biru kuat, mengusap punggung nya dengan sayang
Merapalkan kata2 penenang, walau langit benar benar tidak Tau apa yang sedang terjadi
Biru melepas pelukan langit, memberikan sebuah kertas coklat pada langit
Tanpa perlu banyak penjelasan, langit begitu saja mengerti,
"Aku akan mengantarkanya biru.."
Mendengar ucapan Langit, biru mengangguk, kemudian mengusap air matanya sendiri
"Pengadilan"
...
Langit mempercepat larinya, tidak peduli dengan Kakinya yang terluka Dan mengeluarkan darah
Yang dia pikirkan adalah bagaimana untuk cepat sampai di pengadilan
Tadi dia sudah berniat naik angkot, tapi angkot itu terlalu lama ngetem
Sehingga langit memutuskan untuk menggunakan Kakinya, berlari sekuat tenaga tanpa meperdulikan sekitarnya.
Gedung pengadilan sudah cukup dekat, hanya tinggal beberapa meter lagi
Sekarang kaki langit mulai terasa perih, tapi langit menahanya, dia harus sampai terlebih dahulu
"Sedikit lagi..."
Tepat di depan langit bangunan cukup besar berdiri, dengan beberapa kendaraan yang terpakir di depanya, langit segera masuk kedalam, sedikit bingung hendak kemana
Tapi langit melihat seseorang, seseorang yang pernah ia temui beberapa hari lalu
Langit mendekat, sembari mengingat ingat namanya,
Bagaskara.
Langit memanggil namanya tanpa embel2 apapun, dia cukup panik, jadi tidak sempat memikirkan tata krama
Merasa dirinya di panggil, laki2 dengan tubuh ber otot itu menoleh, sedikit bingung menatap langit yang berlari ke arahnya
Tapi kemudian wajahnya nampak senang ketika melihat langit yang mengacungkan sebuah kertas
Wajah khawatir nya berubah menjadi cerah, dia ikut berlari menghampiri langit.
"Dimana biru?" Tanyanya setelah menerima kertas Dari langit
"Aku akan mengurusnya" ucap Langit
Bagas mengangguk, menepuk pundak langit kemudian tersenyum
"Terimakasih Langit, kau memang malaikat penolong"
Setelah mengatakanya bagas langsung berbalik Dan masuk kedalam gedung dengan terburu buru
Meninggalkan langit yang Masih berusaha mengatur nafasnya yang tercekal karena ber lari
...
¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.