COMPLEMENT - 5

8.7K 562 11
                                    

Happy Reading 😊

Jangan lupa vote dan komentarnya yaa

.

.

.

Zea menghembuskan napasnya pelan sebelum memulai penjelasan, "Andhis, tolong dengerin gue dengan seksama!" ucapnya dengan tegas yang hanya dilirik oleh sang manajer. “Sekarang ini gue benar-benar butuh uang. Dan di antara kita berdua nggak ada yang bawa uang. Gini nih susahnya kalau kita nggak ada yang punya m-banking. Lo juga kenapa sih nggak aktifin m-banking lagi? Udah tahu kalau keuangan gue masih disetir sama orang tua.

Dan gue juga nggak mau nurutin perintah papi yang harus pulang besok pagi. Gue mau extend buat liburan dulu. Mencari ketenangan diri sebelum menghadapi keluarga gue. Dan yang pasti gue nggak mau kena omelan panjang papi dan mami yang percaya dengan bualan laki-laki kurang ajar itu. Mereka pasti lebih percaya dengan apa yang didengarnya dari Rengga mengingat bagaimana publik mengenal kebaikannya. Keluarga gue pasti akan bilang kalau penjelasan yang gue ungkap hanya alasan guna menolak perjodohan itu. Gue akan pulang setelah papi atau mami telepon dan bilang akan percaya dengan penjelasan yang gue berikan. Gue mau tunggu kemarahan mereka reda lebih dulu.” Zea menghela napasnya, "supaya nggak benar-benar 'melakukannya' gue butuh bantuan lo," lanjutnya. "Gue tahu tadi Bang Syad cuma bilang nemenin dinner  dan ngobrol santai. Tapi, siapa tahu nanti kejadian hal-hal yang nggak kita inginkan."

Andhis masih tetap pada pendiriannya yang menolak dengan jelas apa yang akan dilakukan Zea. "Zee, lo tahu 'kan industri kita ini keras. Kalau nanti ada yang ngelihat lo masuk ke kamar bersama dengan laki-laki sudah pasti akan menjadi berita. Hal itu bukannya malah bikin keluarga lo makin murka? Lo sadar nggak sih? Lo juga belum tahu siapa lelaki yang akan lo temani nanti. Gimana kalau lelaki itu sudah beristri? Atau mungkin bisa saja lelaki itu seumuran dengan papi lo?" Andhis mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya dengan nada bicara yang lembut agar Zea dengan mudah menerima dan membatalkan niat gilanya.

Zea mengulurkan tangannya untuk menggenggam erat kedua tangan Andhis, "tolong percaya sama gue. Semua akan baik-baik aja. Gue yakin itu," katanya meyakinkan Andhis.

Andhis mempersiapkan apa yang diminta Zea. Keperluan yang menurut Zea bisa ia jadikan sebagai senjatanya nanti jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sebenarnya Andhis masih tidak rela Zea melakukan ini. Kekhawatiran dalam dirinya tidak akan hilang sebelum melihat kembalinya Zea ke kamar ini.





***





Zea keluar dari lift yang berhenti di lantai 11 hotel ini. Kaki jenjangnya berjalan lurus menuju kamar 1101. Tiba di depan kamar tersebut, ia mengetuk pintunya. Tak menunggu lama pintu pun terbuka. Dan ada sesosok pria yang sepertinya seumuran dengannya, berpenampilan rapi di balik pintu. Batin Zea bertanya apakah dia orang yang akan ditemaninya malam ini?

"Suruhan Pak Marco?" tanya pria itu yang dibalas sekali anggukan oleh Zea.

Pria itu membuka pintu lebih lebar. "Silakan masuk. Atasan saya akan segera datang, mohon ditunggu sebentar."

Zea memasuki kamar bertipe presidential suite itu. Dia menjatuhkan tubuhnya di atas sofa yang ada di ruang tamu dalam kamar tersebut. Sedang pria tadi masih berdiri di belakang pintu dengan ponsel yang ia letakkan di telinga kanannya. Zea menduga pasti pria itu menghubungi bosnya memberitahu akan kedatanga Zea. Selesai dengan teleponnya, pria itu menghampiri Zea. "Kamu bisa menunggu di dalam," ucapnya dengan menunjuk sebuah pintu yang diyakini Zea adalah kamar tidur.

COMPLEMENTWhere stories live. Discover now