Prolog

7 1 0
                                    

"Aku tidak menyangka kita akan menikah," ucap Mahesa sambil tersenyum.

"Aku juga tidak menyangka hal ini akan terjadi," ucapku sambil tersenyum.

"Jujur aku sangat bahagia," ucapnya kemudian memelukku, dan aku membalas pelukannya.

"Hei hei, kalian sedang apa," ucap seorang gadis yang tiba-tiba datang menghampiri kami.

Melihat gadis itu datang pria di depanku melepaskan pelukannya,

"Kau mengganggu saja," ucapnya dengan nada yang terdengar sedikit kesal.

"Bang tenanglah, pernikahan kalian besok, setelah besok kau bisa berbuat apa saja kepada kakak ipar," ucap gadis itu memperingati.

Ya, gadis itu adalah adik Mahesa, adik Mahesa satu-satunya.

"Memang aku akan berbuat apa padanya," ucapnya dengan raut wajah polos.

"Tentu saja membuat cucu untuk ibu," ucap seorang wanita paruh bayah yang tiba-tiba datang dari dapur.

Mendengar ucapan itu aku seketika sontak melihat kearah wanita paruh baya itu.

"Kenapa? Apakah kau tidak ingin memberikanku cucu?" tanya wanita itu dengan ekspresi yang dibuat menjadi sinis.

"Ibu, jangan menakut-nakutinya," ucap Mahesa kepada ibunya.

"Ibu tidak menakutinya," ucap wanita itu kemudian menghampiri ku, lalu memelukku.

"Ibu memang ingin cucu dari kalian, tidak perlu terburu-buru, tetapi kalau bisa secepatnya,oke," ucapnya lembut.

"Oke bu," ucapku dan tersenyum.

"Apa yang sedang kalian bicarakan?" ucap seorang pria paruh baya yang datang dari arah pintu masuk, bersama dengan pria muda di sebelahnya.

Dan itu adalah ayah Mahesa bersama dengan abangnya.

Mereka menghampiri kami sambil tersenyum.

"Ayah, ayah membawa apa?" tanya adik Mahesa sambil berlari kearah ayah mertuaku.

"Ayah membawa beberapa cemilan untuk kalian, ayo makan," ucapnya kemudian meletakkan beberapa makanan.

Aku yang merasa canggung hanya bisa tersenyum memperhatikan semuanya.

"Jangan terlalu sungkan, ayo makan," ucapnya lagi.

"Iya ayah," ucapku sopan.

Dan kami menghabiskan waktu bersama.

Aku merasa senang karena akhirnya semua lancar, walau sebelum sampai di bagian ini aku dan pacarku mengalami banyak masalah.

Flashback on

"Kau akan menjadi depresi dengan hubungan ini," ucapku kepada orang yang ada di balik telepon.

"Aku tidak peduli, asalkan aku bersama mu, aku tidak peduli hal lain," balasnya, dan membuatku tak bisa menahan isak tangisku.

"Jangan menangis ponne, aku tidak suka mendengarmu menangis, kumohon jangan menangis," ucapnya lagi dengan nada suara melemah.

"Aku menangis karena aku merasa beruntung memilikimu," ucapku dengan iringan isak tangis.

"Tenanglah, kita pasti bisa melewati ini, jangan katakan putus saat emosi," ucapnya lagi dan aku mulai mengatur nafasku.

"Maafkan aku," ucapku merasa bersalah.

"Tidak ponne, kamu tidak salah, kamu hanya lelah, kamu butuh istirahat untuk menenangkan diri," ucapnya lembut.

"Mau aku temani tidur?" tanyanya lembut.

"Mau," ucapku pelan.

Kemudian dia mengalihkan telepon dan menjadi video call, lalu aku tersenyum melihat wajahnya muncul dibalik layar ponsel milikku.

"Jangan menangis lagi, kumohon," ucapnya dengan nada lembutnya, dan aku mengangguk.

"Jangan lupa berdoa sebelum tidur ponne," ucapnya lagi, dan aku tersenyum lalu mengangguk.

Kemudian aku menyenderkan ponselku di dinding dan aku berdoa, lalu aku berbaring di atas tempat tidurku.

Aku terus menatapnya dengan penuh arti,

"Tidurlah, aku akan menemanimu," ucapnya lagi, dan aku tersenyum mendengarnya.

"Mimpi indah ponne," ucapnya lagi, dan aku tersenyum.

Jujur aku merasa bersyukur memiliki pria ini, pria yang memahami semua emosi dan sikapku, dan hanya dia yang bisa menenangkan ku saat emosiku tidak stabil.

Jujur, aku tidak bisa memikirkan bagaimana jadinya jika dia pergi meninggalkan ku, mungkin aku akan sangat hancur.

Emosiku memang tidak stabil, dan jika aku sangat frustasi, aku akan bertengkar dengannya lalu tanpa diduga aku akan meminta putus kepadanya, dan dia dengan sabar menenangkanku.

Dengan perkataan lembutnya dia terus menenangkan ku sampai akhirnya emosiku kembali normal.

Walaupun awal pertemuan kami sangat tidak baik.

Kami berkenalan di telegram, kemudian kami semakin dekat dan berpacaran.

Namanya Mahesa, dia pria india yang berhasil mengubah pandanganku terhadap orang india.

Awalnya aku berpikir bahwa pria India itu sangat genit dan tidak punya sopan santun, tetapi setelah mengenalnya aku mengubah sudut pandangku, bahwa tidak semua seperti itu, ada beberapa diantara mereka yang baik dan berperilaku sopan.

Oh ya, namaku vierra, aku gadis Indonesia yang memiliki sifat emosi tak terkendali pada saat aku frustasi.

Karena itu aku merasa beruntung memiliki Mahesa, karena benar, dicintai lebih baik dari mencintai.

Mungkin lebih baik jika saling mencintai, tetapi akan menjadi sangat bahagia jika pasanganmu mencintaimu lebih banyak daripada cintamu.

Mungkin terdengar tidak baik, tetapi setiap orang memiliki pemikiran berbeda-beda, termasuk aku.

Jika kamu dicintai dengan sangat hebat, kamu akan merasakan bagaimana kebahagiaan.

Aku memang jahat karena mudah mengatakan putus, tetapi aku tidak tahu apa yang kupikirkan karena setiap emosi aku pasti akan mengucapkan hal itu.

Dan aku merasa tenang karena setiap aku melakukan hal itu, dia selalu menenangkan ku.

Aku harap semuanya berjalan dengan baik, tetapi apakah perjalan hubungan kami benar-benar akan mulus?

Apakah akan ada orang lain yang menjadi pengganggu?

Astaga, lagi-lagi aku memikirkan yang tidak-tidak.

"Beb, tenangkan pikiran mu, jika tidak, kamu tidak akan bisa tidur," mendengar perkataan itu sontak aku membuka mataku.

Aku hanya tersenyum,

"Aku pikir kamu sudah mematikan teleponnya," ucapku.

"Aku sudah berkata akan menemanimu," ucapnya lagi.

Aku tersenyum, dan menutup mata, mencoba menenangkan pikiranku.

'Kuharap tidak ada orang lain di hubungan kita' batinku.

Kemudian tanpa sadar aku tertidur.

Flashback off

About VMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang