Harga Diri

6 1 0
                                    

"Siapa?" tanyaku.

"Masuklah!" pintanya. Ia berjalan masuk ke rumah, dan aku mengikutinya.

Di dalam, suasana sudah ramai. Terdapat seorang perempuan berhijab duduk di sebelah Arif. Di samping perempuan itu, seorang pria dewasa duduk sambil membaca sebuah buku mini yang aku pun tidak tahu buku apa itu.

"Nah, sebelumnya kalian pasti bertanya siapa dia!" kata wanita bawel itu menunjukku.

"Siapa?" tanya pria dewasa itu, menoleh padaku sekilas, "Dia?"

Aku pikir dia adalah papanya Arif. Agar silahturahmi tidak terputus, aku harus bisa menjaga sikapku. Kudekati pria itu hendak menyalaminya. "Saya Dila, Om," kataku dengan sopan.

Dia terkejut dan segera menepis tanganku. "Eh, apa ini?"

Aku terkejut melihat reaksinya. Seketika ekspresi wajahku berubah.

"Dia sahabat pena aku, Bang!" tegur Arif. Sepertinya Arif juga tidak suka dengan pria itu. Ia menegurnya dengan nada yang tidak menyenangkan.

Dia melirikku dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Dia?"

"Iya, Bang!" tegas Arif.

"Heh! Kamu pikir saya sudah tua ya? Seenaknya manggil saya 'om'!" Pria itu menunjukku, "Aneh!"

Aku syok. Berani sekali dia mengatakan itu!

"Sudah, Gideon!" tegur wanita bawel itu. "Sini duduk, Sayang!" ajak tante padaku.

Aku menurut dan duduk di sebelahnya. Kutatap tajam ke arah pria songong itu. Dia sungguh pria yang tidak sopan.

"Hei..." Wanita berhijab itu menegurku, "Kenalin, aku Delisah. Delisah Cobart."

Perawakan wanita bernama Delisah itu sungguh sopan. Sikapnya ramah dan mudah tersenyum.

"Dila. Dila Sujono," balasku dengan senyum pula.

"Senang kenalan denganmu," kata Delisah tak henti memperhatikan penampilanku. "Aku sepupunya Arif."

"Oh... sepupu," celetukku.

"Sudah kenalannya?" tanya wanita bawel itu yang sedari tadi menyimak obrolan kami. "Kalau sudah, kita makan yuk!"

"Iya, Bi," tukas Delisah. "Selamat makan, semua!"

Kami mulai menyendokkan nasi ke dalam mulut. Kecuali Delisah. Ia berdoa terlebih dahulu. Setelahnya, ia mulai melahap masakan wanita bawel itu. Masakannya sungguh enak. Aku suka!

Saat makan, suasana sedikit canggung karena kehadiran pria bernama Gideon itu. Namun, Delisah berusaha mencairkan suasana dengan obrolan ringan.

Setelah makan malam, Arif mengajakku keluar. Delisah ikut bergabung bersama kami. Di luar, kami duduk di rumput karena memang rumputnya bersih dan hijau. Sebisa mungkin aku beradaptasi dengan mereka.

"Oh iya, nama kamu Delisah Cobart yah?" tanyaku basa-basi. Suasana obrolan kami terasa hambar dan kebanyakan hening. Aku ingin mencairkan suasananya.

"Iya, Kak," jawab Delisah sambil menoleh padaku. "Karena ayah orang Belanda," tambahnya sambil tersenyum.

"Oh ya? Sama dong kaya gua," jawabku. "Mamah gua orang Belanda juga."

"Wah, kita punya kesamaan ya," kata Arif ikut menyahut.

"Siapanya elu yang orang Belanda?" tanyaku.

"Ayah," jawab Arif.

"Tapi selingkuh, kan?" Tiba-tiba pria ngeselin itu datang memotong obrolan kami. Ia berjalan melewati kami hendak menuju motornya.

Ternyata Pacarku Pamanku SendiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang