Akhiri Konflik!

9 1 0
                                    

Aku masuk ke dalam dan tampaklah suasana pesta yang begitu meriah. Ada banyak sekali tamu yang sibuk dengan kesenangan mereka masing-masing. Ada yang duduk bersantai dengan pasangannya, teman bisnis, dan juga teman-teman SMA yang diundang Nia.

Ada mini bar dan di sanalah Sarah duduk, tepat di hadapan sang bartender. Aku melihat ke sekitar dan mendapati Yoga sedang digoda oleh wanita lain. Duh, aku langsung bergidik jijik melihatnya. Aku tak menyangka dia bisa segila itu. Bahkan kerah bajunya mau aja dipegang-pegang oleh mereka. Iiihh, Yoga!

"Sedangkan Geby, duh kalian sudah tahulah dimana posisinya. Dimana ada makanan, disitu ada Geby." Aku melihat Geby duduk dekat dengan meja yang di atasnya berisi aneka ragam makanan. Ia duduk bersama 4 pria dewasa lainnya yang kupikir itu managernya juga. Soalnya mereka pakai jas hitam lengkap dengan kacamata hitamnya. Gila! Geby dibuat sekakan seorang ratu.

Devi datang menghampiriku. "Gimana?"

"Aman," jawabku. "Kita kesana!" Aku menunjuk ke bangku mewah dekat dengan layar lebar di tengah ruangan luas dan besar mansion itu.

Kami berjalan dengan anggun disertai alunan musik romantis yang dibawakan langsung oleh penyanyi klasik sewaan pesta Nia.

Kami duduk nyaman di bangku itu menikmati pesta. Kami juga sekedar minum-minum di sana. Aku tidak melihat keluargaku, tapi aku melihat om Ruslan, tante Tatiya, dan Nia anaknya. Mereka sedang berkumpul di tengah keramaian karena sebentar lagi acara spektakuler akan dimulai.

"Ladies and gentlemen, selamat malam dan salam sejahtera bagi kita semua. Pertama-tama izinkan saya untuk memperkenalkan diri. Perkenalkan saya Ruslan, dan saya akan langsung memulai acara yang dinanti-nantikan yaitu memotong kue! Sambutlah, putri tercintaku, Nia Warnanda!" Om Ruslan sangat elegan di depan sana. Dan lihat si Nia. Gaunnya sangat besar dan dia terlihat sangat anggun. Gaun berwarna biru itu menyatu dengan tubuhnya. Dia sangat bahagia.

Semua orang langsung bersorak penuh kegembiraan. Terdengar dimana-mana tepuk tangan para tamu undangan. Suasana menjadi meriah.

Acara memotong kue berjalan dengan baik. Aku menunggu waktu yang tepat untuk Plan A. Mereka memotong kue raksasa berukuran tiga meter itu dan bentuknya seperti boneka beruang. Sangat unik dan pasti mahal. Bagiku itu biasa saja. Papah bisa saja mengadakan acara ulang tahunku seperti ini. Tapi aku lebih suka yang sederhana.

Aku menunggu beberapa saat dan akhirnya tiba waktunya acara permainan di layar. Layar besar yang ada di tengah-tengah ruangan yang super besar itu akan menampilkan gambar seseorang di antara tamu pesta yang harus melakukan sesuatu sesuai dengan perintah layar itu. Akan ada kamera yang akan menangkap wajah-wajah itu di antara tamu-tamu.

Ku ambil ponselku dan ku kirim pesan pada Regina. Dia membalas: "Aman, it's time!"

Untuk beberapa waktu, sudah banyak para tamu yang melakukan perintah dari layar.

Tiba saatnya kamera menyorot wajah papah dan om Ruslan secara bersamaan. Semua pandangan tertuju pada layar. Beberapa orang terkejut. Aku tersenyum karena inilah saatnya Plan A.

"Here we go!" Awalnya om Ruslan dan papah bingung kenapa mereka berdua disorot secara bersamaan. Namun aku melihat om Ruslan memberi kode kepada ajudannya agar mengusir papah dan keluargaku lainnya. Aku langsung memberi tahu Geby.

Dengan sigap, tak ada satu pun anggota om Ruslan yang mengganggu papah dan yang lainnya. Syukurlah!

Kini layar berganti menunjukkan sebuah foto jadul dimana papah dan om Ruslan bersahabat kala itu. Semua orang terkejut dan suasana menjadi ramai. Papah juga terlihat cemas dan bingung.

Lalu muncullah video tentang mereka berdua di layar. Itu hasil editanku. Ada yang mengatakan: "Tuhan tidak pernah menutup mata atas kerja kerasmu. Ia akan memberimu berkat yang tidak terkira bila kamu benar-benar terus berusaha dan berdoa." Dan kedua orang ini telah melakukannya. Mereka sukses dengan jalan mereka masing-masing berkat kerja keras dan juga doa.

Ruslan dan Wildan itu adalah partern, bukan saingan. Mereka sama-sama susah sama-sama senang dahulu. Lihat mereka sukses hanya dengan mengutip sampah! Mari beri tepuk tangan untuk mereka.

Kalau begitu, tunjukkan sulangan sebagai bukti kesuksesan 2 CEO perusahaan terbesar di kota kita tercinta ini!

Begitulah isi videonya. Papah dan Om Ruslan langsung terharu ditambah sorak-sorai dari para tamu undangan. Mereka disuruh bersulang.

Mereka bersulang dan tersenyum bersama ke layar. Ku lihat Nia tidak senang. Dia keluar bersama gengnya. Aku yakin mereka sedang mencari kami.

Aku dan Devi keluar dan menjumpai mereka di samping mansion. Mereka semua lengkap, sedangkan kami, hanya Yoga yang tidak ada di situ saat itu.

"Gimana? Seru?" tanya Sarah sebagai pemenang.

"Jangan main-main yah ama gua!" Nia terlihat marah.

"Gak ada yang main-main ama elu!" balas Sarah tegas.

"Denger yah Renata, gua gak akan sudi menerima keluarga elu deket ama keluarga gua!" ancam Nia.

"Yakin? Elu siapa emangnya?" tanyaku sambil melipat tanganku. Aku santai menghadapi Nia, karena aku tahu situasi saat itu memihak padaku.

"Heh Renata! Elu itu bakal dipenjara. Tinggal sedikit dorongan dari bokap gua, lu bakal dipenjara!" ancam Nia dengan penuh keyakinan.

"Atas tuduhan apa?" tanyaku santai, mempertahankan sikapku.

"Pembunuhan Jaki!" jawabnya cepat, mencoba mengintimidasi.

"Heh goblok, kocak tuh bibir!" Geby ikut melawan, memberi dukungan padaku.

"Maksud lo?" tanya Nia, agak terkejut dengan keberanian Geby.

"Kita udah tau siapa pembunuh Jaki yang sebenarnya," sahut Devi, memberikan pukulan telak pada Nia.

Mereka terdiam. Panik menyergap mereka. "Siapa?" tanya Anggi dengan ragu.

"Nih!" Gina menunjukkan layar tabletnya pada mereka.

Kami semua menyaksikan video itu dengan jelas. Bukan hanya geng Nia yang melihat, juga Sarah, Devi, dan Geby yang belum tahu. Mereka semua terkejut.

"Bisa aja gua suruh Gina buat kirim nih video ke layar besar di sana. Biar semua orang tahu siapa Nia yang sebenarnya!" ancamku tegas.

Mereka tak bisa berkutik. Nia terlihat ciut sekali.

"Gimana Nia? Masih gak mau deket ama gua?" tanyaku lagi sambil mendekati dia.

Dia pasrah. Dia mendekatiku. "Ren, plis jangan lakuin itu. Gua nyerah, gua gak mau dipenjara Ren. Plis maafin gua!" Nia memohon padaku dengan sungguh-sungguh.

Aku datar. Aku merasa jijik melihatnya.

"Ren, gua mau kita berteman aja, gua gak akan pernah gangguin lo lagi. Gua janji bakal lakuin apa aja, asal jangan nyebar video itu!" Nia menangis di bawah kakiku, bahkan make-upnya sudah luntur.

"Gua gak bakal nyerah, Nia! Ayok jangan mau digituin ama dia! Gua punya video-"

"Video yang gua lari itu? Hahaha," aku tertawa melihat Cika yang masih bersikukuh melawanku. "SAR! mangsa lo!"

"Ok sip!" Sarah menyiapkan kuda-kudanya.

"Yok kita pergi!" Gisel panik dan dia pergi bersama Anggi.

"Gua ikut!" kata Inggit mendekat mendekati kami tiba-tiba.

"Ah taek, lu lawan gua!" pinta Sarah, dan aku tahu dia ingin sekali berduel dengan Inggit.

"Gua nyerah duluan. Gua gak mau berurusan ama kalian. Kalian pemenangnya," kata Inggit menyerah.

"Dah, gak apa apa, Sar! Masih ada 3 lagi tuh!" ucapku, menenangkan Sarah.

"Oke dah, tapi dah pada lari!" Ya, mereka semua lari ke kerumunan. Cika juga tadi lari tanpa sepengetahuan kami.

Urusan kami sudah selesai. Aku memaafkan Nia dan mengajak dia serta Inggit kembali masuk ke pesta yang indah itu.

Akhirnya, keluargaku bersatu dengan keluarga Nia sejak saat itu. Dan sejak saat itu juga, aku berteman dekat dengan Nia. Bahkan aku hendak mengajaknya bergabung ke gang REYOSABY. Tapi dia bilang dia gak akan lama disini. Iya benar, Nia dan Inggit suatu hari nanti bakal kuliah ke Australia.

Pesta itu meriah. Sejak itu, papah dan om Ruslan serta kedua keluarga kami menjadi akrab. Perusahaan kami pun sering berinvestasi bersama-sama. Aku senang melihatnya. Terima kasih Sang Waktu.

Bersambung...

Ternyata Pacarku Pamanku SendiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang