Bab 38. Titik Terang?

1.3K 163 65
                                    

Dua minggu kemudian ...

"Hati-hati, Nin!" Arul dan Brina kompak melambaikan tangan, membuatku langsung membalas lambaian tangan mereka.

"Iya. Makasih buat hari ini!"

"Oke!"

Arul dan Brina adalah teman baruku di kelas. Arul orang Brebes Jawa Tengah, sementara Brina orang Jombang, Jawa Timur. Kami dekat setelah tiga hari kenal di tempat les-lesan.

Mereka juga sama sepertiku, sama-sama baru lulus S1. Arul ada rencana tes IELTS untuk mencari beasiswa luar negeri, sementara Brina hanya ingin memperbagus kemampuan bahasa inggris sekaligus menyiapkan TOEFL untuk persiapan S2 dalam negeri. Persis sepertiku.

Dari tempat les sampai kosku, aku hanya perlu bersepeda lima menitan. Kalau jalan kaki, bisa sampai sepuluh atau bahkan lima belas menit. Seperti yang pernah kusinggung sebelumnya, aku menyewa sepeda untuk alat transportasi selama di sini. Dan itu benar-benar worth it. Biayanya sangat murah.

Lima menit berlalu, aku sudah tiba di kos. Aku segera mengunci sepedaku dan naik ke kamar. Aku tinggal di kos khusus putri. Kamarku ada di lantai dua dan berada di paling ujung.

Di area sini banyak sekali kos, dari yang biasa saja sampai yang cukup mewah. Banyaknya pendatang dari luar membuat kos di sini hampir tidak pernah sepi. Bahkan saat kemarin aku cari tempat tinggal juga sempat kesusahan karena banyak kosan yang penuh.

"Ah, punggungku!" aku merebah di ranjang, lalu memejamkan mata sesaat. Aku akan mandi sebentar lagi, menunggu keringatku berkurang.

Saat ini masih pukul setengah enam, dan aku ada kelas lagi pukul setengah delapan. Kelas malam biasanya lebih santai. Bahkan misal mau skip pun tidak terlalu rugi. Namun, tidak terlalu rugi bukan berarti aku akan skip begitu saja. Aku mengusahakan untuk tetap berangkat. Sejauh ini aku baru skip dua kali. Pertama karena sakit haid, kedua karena ketiduran.

"Duh! Enaknya kalau rebahan gini!"

Aku meraih ponsel untuk mengecek tanggal. Sudah tanggal lima belas. Tak terasa, sudah setengah bulan lebih aku meninggalkan Jogja. Aku berangkat tanggal dua puluh sembilan bulan lalu karena paket les dimulai tanggal satu. Masih ada setengah bulan lagi sampai paket lesku selesai.

Sepertinya aku akan menambah kelas. Ini kalau tidak ada alasan lain yang membuatku mau tak mau harus berhenti. Aku dengar, banyak yang sampai enam bulan full les demi bisa lancar berbahasa inggris. Mendengar kabar itu, aku merasa kalau satu bulan benar-benar singkat.

Di saat aku masih rebahan, ponselku tiba-tiba bergetar. Ada telepon dari Bunda. Aku langsung mengangkatnya.

"Hallo, Bund?"

"Iya, hallo." Jujur, mendengar suara beliau saja sudah membuat rasa rinduku membuncah.

"Kenapa telepon jam segini? Nanggung banget soalnya."

"Bunda cuma mau tanya. Nanti malam kamu ada kelas atau enggak?"

"Ada. Kan aku udah bilang, lesnya full banget. Dari pagi sampai malem. Tapi emang jeda-jeda. Enggak langsungan."

"Kelas malam ini bisa skip atau enggak, Nin?"

"Kenapa memangnya?"

"Bunda kangen teleponan lama sama kamu. Bukan telepon yang bentar-bentar kaya biasanya."

Aku tertegun mendengar ucapan Bunda.

"Nin?"

"Oke, Bund. Aku bakal skip kelas malam ini."

Inevitable Feelings Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang