Bab : 18

37 7 1
                                    


Chan yang telah menghabiskan seharian di samping Hyunjin yang masih tergeletak lemas di ranjangnya. Di ruangan itu, suasana hening terasa begitu menyelimuti, hanya terdengar suara detak jam dinding yang teratur dan kadang-kadang gemericik hujan yang memukul jendela.

Luar pun tidak kalah hening. Malam telah turun dengan anggunnya, menyelimuti segala sesuatu dengan kesan misterius. Hujan deras yang turun menyirami bumi dengan lembut, menciptakan riak-riak di kolam kecil dan mengalir melalui saluran air di tepi jalan. Tiupan angin sesekali membuat ranting-ranting pohon berdesis.

Chan duduk sendiri di dekat jendela, yang terbuka sedikit, membiarkan derasnya hujan membasahi udara segar yang masuk ke dalam ruangan. Dia melihat keluar dengan tatapan hampa, matanya terperangkap dalam keindahan alam yang menyentuh hati. Namun, dalam kedalaman pikirannya, dia terus memikirkan Hyunjin yang terbaring lemah di ranjang. Perasaan khawatir dan gelisah mewarnai pikirannya saat dia menatap ke arah Hyunjin.

Waktu terasa melambat di malam itu, seperti menyesuaikan diri dengan keheningan yang memenuhi ruangan. Setiap detik terasa berat, seperti beratnya tanggung jawab yang Chan rasakan untuk menjaga Hyunjin. Dia berharap agar suara langkah kaki Hyunjin segera terdengar di lantai, mengakhiri keheningan yang menyiksa itu.

Namun, meskipun hujan terus turun dengan lebatnya, Hyunjin belum juga menunjukkan tanda-tanda kesadaran. Chan hanya bisa duduk di sampingnya, menunggu dengan penuh keteguhan hati, berharap bahwa esok pagi akan membawa kabar baik bagi Hyunjin.

Hening malam hanya terpotong oleh suara hujan yang semakin deras di luar. Jaehyun, yang tiba-tiba muncul di samping Chan, menyapa dengan nada khawatir dalam suaranya yang dalam.

"Dia belum sadar?" ucap Jaehyun, matanya menatap Hyunjin dengan cemas.

Chan mengangguk pelan, "Belum. Suhu tubuhnya belum turun, dan dia terus dalam keadaan yang tidak sadar."

Jaehyun mengangguk, ekspresinya penuh dengan kekhawatiran. "Kau sudah melakukan yang terbaik untuknya, Christ. Kita hanya bisa berharap agar dia segera pulih."

Chan menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri. "Aku tahu. Tapi rasanya begitu tidak bisa berbuat banyak di sini. Rasanya seperti menonton seseorang yang kau sayangi menderita tanpa bisa melakukan apa-apa."

Jaehyun menatap Chan dengan penuh pengertian. "Aku mengerti perasaanmu, Christ. Tapi ingatlah, kau telah melakukan segala yang bisa kau lakukan. Kini, kita hanya bisa menunggu dan berharap yang terbaik."

Dalam keheningan hujan yang semakin deras, Chan dan Jaehyun duduk bersama di samping ranjang Hyunjin, menyatukan pikiran mereka dalam doa untuk kesembuhan Hyunjin. Meskipun tidak banyak yang bisa mereka katakan, kehadiran satu sama lain memberikan sedikit kenyamanan di tengah kegelapan malam yang melingkupi mereka.

Chan merenung sejenak, lalu dengan ragu ia bertanya pada Jaehyun, "Jaehyun, mengapa kau tidak menggunakan kekuatanmu untuk menyembuhkan Hyunjin? Bukankah kau memiliki kemampuan untuk itu?"

Jaehyun memandang Chan dengan ekspresi serius, "Christ, meskipun aku memiliki kekuatan yang lebih besar dari manusia biasa, aku tidak boleh sembarangan menggunakan kekuatan itu. Ada aturan dan konsekuensi yang harus diikuti. Mengganggu takdir dan alam semesta bukanlah tindakan yang bisa dianggap enteng."

Chan menelan ludah, memahami kata-kata Jaehyun, meskipun hatinya masih penuh dengan kegelisahan. "Tapi Hyunjin... Dia menderita, Jaehyun. Aku tidak tahan melihatnya seperti ini."

Jaehyun mengangguk perlahan, "Aku mengerti perasaanmu, Christ. Namun, ada saatnya kita harus mempercayakan takdir pada alam semesta. Kita hanya manusia, dan kita tidak selalu bisa mengendalikan segalanya."

|ʟᴏᴠᴇ ᴘɪᴄᴛᴜʀᴇ| ChanjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang