Bersama Kita Anti Pinjol

2.5K 482 24
                                    


WALAH SUSYE JUGA NIH MAU ON TIME UPLOAD.


MOHON MAAF PEMBACA


kemarin aku pindahan, udah bolak - balik, pas malam ketinggalan ID kantor padahal Senin ini ngantor.


EnJOY! Happy Monday dan selamat gajian


***

"Meminjam uang teman demi menghindari pinjaman online."

~Teman yang Menjilat Ludah Sendiri~



"IYA, Bi, boleh bawa aja dulu anaknya ke rumah saya. Kalau Bi Minah ada saudara, sepupu, atau teman-teman anaknya juga boleh. Asalkan mau kerja jujur di sini." Katia sibuk menelepon sambil berjalan ke ruko di komplek pasar.

Sashi kipas-kipas. Mulutnya sudah tidak tahan untuk mengeluh.

"Emang belanja di tempat ginian bagus?" Sashi bertanya ketika Katia menutup pembicaraannya dengan Bi Minah.

"Kalau mau bagus, gue nggak ada duitnya." Katia menggandeng Sashi ke dalam ruko yang sesak dengan perabot rumah.

Koh Asan sudah menanti di balik mejanya sambil duduk di bangku plastik.

"Udah tahu mau ambil apa aja?" tanya Koh Asan yang sudah memegang kalkulator beras di tangan kanan.

"Udah, Koh. Diskon dong. Kan mau ambil banyak." Belum juga belanja, tapi Katia sudah menawar.

"Waduh, tergantung deh kamu mau ambil apa aja." Koh Asan akhirnya menyerah, berhubung ia sepi pesanan sejak awal bulan.

Katia membuka catatannya di smartphone dan mulai menghitung ulang sebelum bicara ke Koh Asan.

"Butuhnya delapan belas kasur kapuk yang pink ukuran single, empat lemari plastik satu pintu, satu lemari plastik tiga pintu, satu meja setrika, satu dispenser pendek. Koh, di sini ada bantal, kan ya? Bantal beli berapa tuh berarti... delapan belas. Jual gelas juga nggak sih, Koh?" Katia bertanya.

"Di sebelah kalau gelas." Koh Asan mencatat kebutuhan Katia dengan bolpoin.

"Ujang! Ambilin kasur kapuk delapan belas yang kecil!" Koh Asan berteriak.

"Cui, lo buka panti apa penyalur pembantu?" Sashi meringis mendengar barang-barang yang dibeli Katia.

Katia tetap fokus pada catatannya.

"Total berapa, Koh?" Katia bertanya lagi.

Koh Ahsan sibuk memencet kalkulatornya lalu membalik arah kalkulator agar Katia bisa melihatnya.

"Emang mobil kita muat?" tanya Sashi bingung.

"Bolak-balik, kali ya?" Katia jadi bingung berapa kali mereka harus bolak-balik.

"Kalau sebanyak ini sih, saya bisa kasih antar gratis." Koh Ahsan menawarkan.

Katia terlihat lega. "Ya ampun, Koh, nggak bilang dari kemarin."

"Saya kira kan belinya satu. Masa 250.000 mau diantar?"

***

Katia memasukkan kardus terakhir ke mobilnya. Ia juga membeli segala alat

berbenah rumah, gelas, piring, rak piring kecil, sendok, garpu, panci murahan, dan penggorengan layaknya di warteg.

"Dengan belanja hari ini, fix deh, gue nggak bisa bayar KPR. Modal jualan tablet nih. Kalau sampai nggak menghasilkan, gue bisa-bisa di-blacklist di Bank Indonesia." Katia tampak tegang saat menutup bagasi mobilnya.

"Tagihan mesin cuci gimana, Cui?" Sashi mengingatkan.

"Gue bikin cicilan dua belas bulan. Kalau gue kenapa-kenapa, please gue ngutang sama lo." Katia memelas.

"Yah, kalau ngutang dua juta, bolehlah." Sashi berusaha menerima dengan lapang dada.

"Tapi jalan keluar yang pertama, gue jual HP sih, Sash. Tenang aja. Ngutang adalah opsi terakhir gue." Katia berusaha meyakinkan Sashi.

"Iya gue tahu, Miss Gengsiii." Sashi merangkul Katia yang ia tahu sudah merasa malu hanya karena meminta kemungkinan pinjaman padanya.

Katia menyingkirikan tangan Sashi. "Udah ah, apaan sih."

"Cui, lo itu kekurangan kasih sayang dari bayi. Udahlah, belajar pelan-pelan menerima dari sekitar," kata Sashi sok bijak.

Ponsel Sashi berbunyi. "Ih, si Kafka nelepon gue nih. Apa kangen ya dia?"

"Masih aja ngarep, Sash." Katia geleng-geleng.

"Bentar ya. Gue butuh angkat telepon ini dengan suasana dingin." Sashi izin masuk ke mobil, menyalakan AC.

Katia menyusul dan masuk ke mobilnya sendiri sambil menelepon Bi Minah.

"Bi, gimana? Kapan bisa balik? Anak Bibi juga dibawa ya. Nanti saya cariin kerjaan." Katia mengangguk-angguk paham.

Katia menutup pembicaraan lalu bersandar di jok mobil. Kepalanya berat. Otaknya tak sanggup lagi berhitung mengenai uang yang dimilikinya. Menjual mobil mungkin napas terakhirnya. Tapi sayangnya, karena mobil ini salah satu kebanggaan Ibu pada Katia, rasanya Ibu akan pingsan kalau Katia meminta untuk menjualnya.

Tok tok tok! Kaca jendela mobil Katia diketuk Sashi.

Katia menurunkan kaca jendelanya.

"Kat, lo bisa buka yayasan lo secepatnya nggak? Sekarang juga!" Sashi panik.

"Lo butuh pembantu buat apartemen lo?" Katia bertanya sambil nyengir.

"Kafka... Kafka butuh pembantu." Kata-kata Sashi membuat mata Katia berbinar.

Agensi Rumah TanggaWhere stories live. Discover now