Cinco

39 16 14
                                    

SEPERTI BIASA
DIMOHON UNTUK TIDAK MENJADI SILENT READER!
SO, TINGGALKAN JEJAK KALIAN ⏩⏬
.
.
.

"Aku tidak ingin hujan turun dan merenggut senja dari langitku"

~'•_•'~

Deva terduduk di balik jendela kamarnya. Pandangan matanya terus mengarah ke seberang sana. Ke apartemen di mana sang gadis tinggal. Ia berharap gadis itu membuka gorden jendelanya, namun penantian selama dua jam itu tak kunjung mendapat kabar baik.

Mengingat kembali kejadian tadi sore. Tepatnya saat ia pulang dari kampus. Sebuah pandangan buruk yang alih-alih merusak matanya tapi justru merusak suasana hatinya.

Heera yang diantar pak Alwar. Ya, Deva tidak sengaja melihat kedekatan mereka yang tengah mengobrol. Pagi tadi ia tak melihat gadis itu berangkat kerja, dan sorenya melihat pulang bersama dengan managernya.

Mungkin sekarang Heera akan diantar jemput oleh managernya itu. Tidak mustahil juga jika mereka memiliki hubungan. Ya, Heera juga cukup cantik. Pikir Deva.

"Apa yang aku pikirkan? Oh God!" Deva mendengus, mengusap wajahnya hingga ke rambut.

"Apa aku menyukainya?" batinnya berkata. "Tidak! Tidak mungkin! Bagaimana bisa aku mencintai seorang gadis?" gumamnya, bingung pada dirinya sendiri.

"Dia lugu dan menyenangkan. Ya, aku hanya menyukai sikapnya. Tidak lebih," gumamnya lagi, seakan menolak keras jika harus jatuh cinta.

Gadis itu tak kunjung membuka jendela kamarnya, hingga akhirnya Deva bangkit untuk menutup gordennya.

••\°_°/••

Aku membuka gorden jendela. Sedari pagi aku membiarkannya tertutup. Aku menatap langit yang tampak kemerahan. Senja memang seindah itu.

Entah penyebutan apa yang cocok untukku. Aku sangat menyukai langit dan senjanya. Tapi aku tidak menyukai hujan yang diturunkannya. Hujan selalu merubah suasana langitku yang tampak membiru. Awan cerah yang berubah jadi hitam. Membosankan. Aku tidak suka melihat langitku saat turunnya hujan.

Sore ini aku sangat menikmatinya. Menikmati senja yang indah tanpa gangguan hujan. Tidak. Aku tidak ingin hujan turun saat ini. Biarkan aku menikmatinya.

Ah! Lagi-lagi handphone-ku berdering. Siapa pun itu, aku akan menyebut dia hujan. Hujan yang selalu merenggut kebahagiaanku dari langit.

Kaki ini kulangkahkan untuk melihat siapa hujan itu. Dengan sangat kesal aku meraih handphone. Dan...

"Deva!" gumamku, sedikit kaget. Ini adalah pertama kalinya dia menelepon. Ada apa?

"Hallo!" sapaku.

"Heera," sahutnya, dari seberang sana.

"Ada apa kau meneleponku?" tanyaku, aku rasa masih cukup ramah.

"Tidak ada. Aku hanya ingin menanyakan kabarmu karena pagi ini aku tidak melihatmu," ucapnya, membuatku menautkan kedua alisku.

"Dan ... ya, aku juga tidak melihat kau membuka gorden," katanya, membuatku semakin bingung.

Apa dia memperhatikanku? Bagaimana dia tahu semuanya?

Senja di Barcelona Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang