Chapter 5

84 28 6
                                    

Chapter 5: "Guilty"────── ⪩·⪨ ──────

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 5: "Guilty"
────── ⪩·⪨ ──────

Gelap.

Ahrin tidak bisa melihat apa-apa selain kegelapan.

"Ahrin!"

Ahrin membuka mata. Di depannya ada sebuah bangunan besar yang menjulang. Mirip sebuah istana besar yang megah. Ahrin ingat tempat ini. Sagrada Familia, di Spanyol.

"Ahrin! Astaga, Mama cari-cari ternyata kamu di sini. Udah Mama bilang jangan suka bengong."

Ahrin menoleh ke belakang. Di antara barisan pohon taman, ibunya berdiri di sana. Melambaikan tangan ke arahnya. Ahrin berjalan mendekat kepada ibunya.

"Mama?"

Perempuan cantik yang dipanggil Mama terlihat hendak mengomel. "Haduh. Kebiasaan banget kamu tuh. Suka ngacir sana-sini."

Air mata Ahrin jatuh membasahi pipinya. Tangisannya meledak. Ia memeluk ibunya erat, sambil berharap apa yang dilihatnya bukan sebatas mimpi atau imajinasinya.

"Mamaa ... ini beneran Mama kan?"

Ibunya menatap bingung sang anak. "Kamu kenapa sih? Yaiyalah ini Mama, memangnya siapa?"

Tangisan Ahrin makin kuat. Bodoh amat sama pengunjung sekitar mereka. Lagi pula mereka tampak tak acuh dan berjalan melewati mereka.

"Kenapa Mama pergi hiks? Mama nggak sayang lagi sama Ahrin??" tanya Ahrin di sela tangisannya.

"Pergi ke mana maksud kamu?"

"Mama pergi ninggalin Ahrin. Ninggalin Papa."

Tiba-tiba tubuh Ahrin didorong hingga tersungkur. Wajah hangat ibunya tampak sangat dingin dan sorot matanya tajam.

"Itu semua 'kan gara-gara kamu. Kamu yang buat Mama pergi. Kamu yang buat Mama mati."

Ahrin terkejut mendengarnya. Rasa bersalah menggerogotinya. "A-Ahrin minta maaf."

"Kamulah penyebab Mama mati."

Langit menggelap disertai tubuh ibunya yang membiru bengkak. Wajah ibunya tampak marah. Ia mengulangi kalimat yang sama berulang kali.

Kamulah penyebab Mama mati.

Ahrin merasakan tubuhnya ditarik ke bawah. Ke dasar sungai. Paru-parunya terasa terbakar. Ia sama sekali tidak bisa bernapas. Air sungai telah menyesak ke dalam saluran pernapasannya.

Suara ibunya perlahan menghilang. Suara ribut dan kemarahan ibunya kian lenyap, digantikan rasa tenang tanpa adanya suara.

Mata Ahrin melihat berkas cahaya dari permukaan air. Tiba-tiba seseorang menceburkan dirinya, berenang mendekati Ahrin. Tangannya berusaha menggapainya.

Dear DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang