64. Dari sudut pandang lain❄️✨

66 23 0
                                    

Happy Reading🌻

❄️❄️

Ia tak ingin pulang ke rumah. Jadi, Elisa sebagai sahabatnya tentu suka rela membiarkan Mery di rumahnya untuk sementara, lagi pula Jessica dan Anton tidak ada di rumah, Reo juga tengah menjalani latihan untuk kejuaraan renangnya.

"Mer," Elisa merangkul Mery dari sisi kiri, keduanya duduk di tepi ranjang kamar tamu itu, tangannya mengusap pelan punggung sahabatnya yang biasanya selalu terlihat ceria itu.

"Kenapa dia sampe lakuin itu, Sa..." Mery masih menangis sedari tadi, baju yang kotor itu pun belum juga ia ganti, "Gue juga sakit, tau kenyataan kalau kami ternyata saudara sedangkan kami udah pacaran selama ini. Tapi kenapa sampe lakuin itu juga, padahal dia tau gue itu takut hal itu, gue ngga mau lakuin itu sejak dulu..." Mery semakin tergugu dalam tangisannya, kini memeluk erat Elisa.

Mery amat kecewa, saat status mereka berpacaran saja Vino menghargai bahwasannya Mery tak ingin saling berciuman bibir, apalagi hal lain yang lebih dari itu, tapi kenapa tadi Vino tega melakukan hal itu? Bahkan bersikap sangat kasar pada Mery. Apa lelaki itu benar-benar kehilangan akal sehatnya?

Sedangkan Elisa, ia dapat menyimpulkan dari beberapa hal yang sudah Mery katakan dengan perasaan amat tak menyangka.

Jadi, Mery ternyata saudara Vino? Elisa pernah dengar jika Vino memang anak adopsi dari orang tua angkatnya yang sudah meninggal, tapi siapa sangka jika ternyata Vino ada hubungan darah dengan Mery? Dan satu hal lain, Elisa paham mungkin Vino melakukan hal tak seharusnya pada Mery.

"Ngga papa...nangis aja nangis... Lo berhak marah juga sama dia, kita harus cari dia biar seenggaknya dia minta maaf sama lo," ujar Elisa berusaha menenangkan.

Mery melepas pelukan mereka dengan air mata masih meleleh di mata indahnya, "Udah nangisnya? Bagusnya udah sih yaa," ucap Elisa tersenyum berusaha menghibur Mery.

"Cil? Mana lo Cil! Gue laper, kasih makan pliss!" teriakan yang setara dengan toa tukang tahu bulat itu terdengar mengganggu pendengaran. Reo baru saja pulang, Anton dan Jessica memang sedang tak ada tentu saja Elisa yang akan Lelaki itu cari-cari.

Elisa dan Mery saling menatap sejenak, kemudian tangan Elisa menggaruk-garuk lehernya, "Duhh, Mer... Kak Reo balik ternyata."

Mery mengusap air matanya, "Samperin aja, Sa. Gue ngga papa kok," ucapnya sambil menahan isak tangisnya.

"Cil, where are you?!" suaranya kini lebih terdengar.

"Bentar Kak! Berisik mulut lo tuh!" semprot Elisa lebih galak, terdengar di luar sana Reo ngakak tak jelas.

Mery terkekeh sejenak, ia sedari kecil hanya sendiri, melihat hubungan kakak adik antara Elisa dan Reo sedikit menghiburnya.

"Tenangin diri lo dulu ya? Itu di lemari ada baju ganti, lo mandi nanti! Tar cakep lo berkurang, malah susah buat mancing buaya darat," ucapnya beranjak dari tempatnya, "Eh kalo udah ke depan ya? Kita makan," pesan Elisa ia mulai melangkah menjauh.

Elisa, lagi-lagi ia berpura-pura baik-baik saja meski pikirannya berkecamuk mengenai masalahnya dengan Vandra, ia terlihat lebih mengkhawatirkan Mery dari pada dirinya sendiri.

Ia menyimpannya lagi, sendirian.

"Sa."

Elisa menoleh, padahal ia sudah akan membuka pintu untuk ke luar, "Kenapa, Mer?"

"Lo yang kenapa," ucap Mery langsung saja, "Kalo udah siap, ceritain juga ya? Gue rasa, kita udah cukup lama sahabatan, Sa."

Senyum Elisa mengembang seketika, "Gue pengen cari jawaban tepat dulu untuk masalah gue, Mer. Kalau semuanya jelas, gue lebih enak ngadu dan nangis ke kaliannya," ucap Elisa ia terkekeh sendiri kemudian segera meninggalkan kamar itu.

Will We Be Happy?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang