Uwu

166 10 0
                                    

Timpuk aku kalau kalian udah lupa sama cerita ini. Aku mau kasih bonus part lagi setelah lama cerita ini kelar.


_____

"Vin, lo kasih Pak Johnny apa sih, sehat banget."

Gue dan Melisa mengadakan dinner di salah satu kafe di Jakarta. Kami double date tepatnya, Melisa dengan suaminya dan gue dengan Mas Johnny.

Jakarta, sudah hampir setahun gue enggak menghirup polusi di sini. Mas Johnny sibuk, pun gue juga sibuk mengurus Neo yang sedang aktif-aktifnya. Selama ini, Mas Johnny belum memberanikan diri untuk membawa gue ke Jakarta.

Selama gue belum siap, Mas Johnny benar-benar tidak memaksa gue untuk main ke rumah keluarga Mas Johnny.

Hubungan Mas Johnny dan keluarga sudah membaik. Gue juga sudah sering teleponan sama Mama mertua setiap hari untuk melihat cucu satu-satunya. Gue enggak pernah mengekang Mas Johnny untuk tidak pergi ke Mama, tetapi dia memang sangat sibuk.

"Bilang aja gendutan, Sa," cela gue. "enggak usah takut kali, Sa. Mas Johnny kan bukan dosen lo lagi." Melisa cengengesan sambil menarik rambutnya ke belakang telinga.

"Aku kurus bukan berarti kamu enggak pandai ngerawat, Beb. Aku emang susah gemuk," ucap Rizal, suami Melisa untuk menenangkan pikiran istrinya.

"Aku juga enggak tertekan kok jadi suami kamu. Aku bahagia jadi suami kamu, Beb."

Gue dan Mas Johnny saling adu pandang. Gue belum tahu konteks mereka sampai Rizal seperti itu. "Beneran?" ucap Melisa manja yang bikin gue sama Mas Johnny hampir gumoh.

"Kok gue geli ya, Sa. Lo okey kan?" tanya gue ke Melisa yang duduk di depan gue. Pasalnya, ini seperti bukan Melisa.

"Vin, semenjak Lisa hamil, dia agak sensitif," jelas Rizal.

"Lo hamil?" tunjuk gue ke Melisa.

"Baru dua bulan, Vin, gue belum berani umbar-umbar."

"Congrast, Mel." Gue senang melihat teman seperjuangan zaman kuliah bisa seperti ini.

"Gue pengin, Rizal sixpack kaya Pak Johnny." Gue cuma bisa menyengir kuda mendengar penuturan Melisa.

"Bapak suka olahraga apa?" tanya Melisa tiba-tiba. "Rizal enggak suka olahraga, makanya begitu."

Mas Johnny mengusap tengkuknya bingung. "Saya olahraga sama Avin doang tiap malam. Itu udah bikin saya cape seharian."

"Mas," pekik gue.

Sumpah yah, semenjak Mas Johnny jadi Bapak dan bergaul dengan Bapak-bapak di rumah, jokes dia sekarang mirip Bapak-bapak facebook. Jokes mereka selalu vulgar. Gue pernah protes buat stop main di pos ronda kalau malam, tapi dia berdalih jika dapat jadwal ngeronda, sekalipun itu pulang kerja.

"Kenapa sih, sayang. Kan aku bener, olahraga sama kamu, jagain Neo."

"Kamu enggak gitu tadi maksudnya," kesalku.

"Slow aja , Vin. Gue juga calon bapak di sini. Jokes begituan pasti ada dikalangan cowok." Rizal menengahi kami.

Aku meninju lengan Mas Johnny yang tambah empuk. Gimana keluarga Mas Johnny enggak pangling, orang Mas Johnny tambah gemoy kalau gue perhatikan.

"Lo di sini sampai kapan, Vin?" tanya Melisa kemudian.

"Belum tahu, bergantung Mas Jo sih."

"Sebelum lo pulang, jalan lagi yuk, ngajak Neo sekalian, gue kangen dia."

Neo malam ini ditahan Mama dan Papa. Enggak boleh ikut kami alesannya udah malam, padahal gue tahu kalau mereka masih ingin main bareng Neo.

"Ke pantai Beb, katanya kamu pengin ke sana," ujar Rizal.

"Ih iya, gue pengin ke sana, Vin. Mau yah, Neo pasti mau."

________

Selama di Jakarta, kami menempati rumah Mama. Rumah yang dulu tentu saja enggak keurus karena Mas Johnny enggak mau rumah itu disewakan. Katanya, tempat bersejarah. Kalau disewakan takut berubah.

"Vin, Mama mau ajak Neo ke rumah Garnis boleh? Dia lagi hamil muda enggak bisa kemana-mana."

Mendengar kabar Garnis yang memprihatinkan sekarang, membuat gue luluh. Dia sedang hamil muda, entah janin keberapa yang masih bertahan sekarang. Keguguran beberapa kali diusia kandungan mudanya, ia masih berjuang untuk memiliki keturunan sampai sekarang.

"Mah, Neo aktif banget, nanti malah bikin Garnis kelelahan." Mas Johnny tak mengizinkannya. Gue udah enggak ada rasa cemburu apapun ke Garnis, sekalipun Mas Johnny bilang Garnis cantik, pun kalau dia masih peduli dengan Garnis.

"Mas, siapa tahu Garnis memang ingin lihat Neo." Namun, Pak Johnny masih belum menyetujui.

"Emangnya kamu kasih izin?" Dia jistru membuatku seolah akulah yang menentang.

"Aku loh, izinin. Kalau kamu sekalian mau ikut juga aku izinin, kan Ma."

Mama hanya tertawa melihat kami. Gue bilang kan sudah menerima apapun kondisinya. Apalagi melihat kondisi Garnis yang memprihatinkan, gue harap dia tidak menerima karma seberat itu. Garnis pasti sangat menyesal pernah selingkuh dari Mas Johnny sampai hamil dan keguguran di depan Mas Johnny.

"Ya sudah, Mama main ke Garnis, aku mau pacaran saja sama Avin."

"Dih." Gue menyikut perut Mas Johnny yang selalu bersikap sembarangan.

"Buatin cucu kedua buat Mama yah, Jo. Kasihan Neo enggak ada temannya nanti."

"Siap, Ma."

Apa-apan mereka berdua.

Gue melengos ke dalam dan masuk ke kamar. Tak lama, Mas Johnny datang dan duduk di samping gue.

"Mau ngabulin permintaan Mama?"

"Apaan sih. Neo masih terlalu kecil."

"Kan usaha, Vin."

"Kita udah usaha tiap malam ya, Mas. Mas kan hyper akhir-akhir ini."

Masih pagi menjelang siang. Gue dan Mas Johnny malah berduaan di kamar setelah Mama dan Papa pergi ke keluarga Garnis. Katanya, di sana ramai anak-anak seusia Neo. Gue dan Mas Johnny memang enggak ada niatan ke rumah Garnis karena enggak ada tujuan.

"Kamu wangi banget sih?" rayu Mas Johnny.

"Tiap hari aku wangi, Mas."

"Kamu cantik."

"Tiap hari."

Cup.

"Bibir kamu cerewet banget."

Cup.

"Manis juga."

Gue udah enggak bisa berontak, pada akhirnya juga gue bakal menyerah dan menikmati. Mas Johnny enggak pernah gagal merayu gue selama ini.

"Jangan kasar-kasar."

"Enggak janji."

Hormon seksual Mas Johnny benar-benar meningkat. Apakah karena musim hujan, musim kawin. Tapi, gue rasa di sini panas. Bahkan gue berkeringat.

"Cantik banget sih," pujinya masih menggerakan pinggulnya.

Karena gue enggak tahan, gue meraih wajahnya dan mencium bibirnya biar gairah gue juga terluapkan. Untuk detik ini, gue sudah mendapat pujian kalau gue sudah bisa bernapas panjang.

Sekarang saja yang menghentikan ciuman Mas Johnny. "Mau ganti posisi?"

"Kamu pegel?" Dia menggeleng. "Aku mana pernah cape ngadepin kamu."

Gue ketawa geli. "Mau, aku di atas yah," pinta gue.

"Kamu cantik terus."

"Emang." Badan gue masih kaya ulet di atas tubuh Mas Johnny.

Pak Johnny menarik tubuh gue dan dia mencium kening gue lama. "Love you sayang."







Yeorobun, aku balik lagi nih. Mampir ke cerita kedua ku yah. Love you.

Our MerriageWhere stories live. Discover now