74. Flashback Aya (2)

20 6 0
                                    

Masih Flashback, inget ini tuh sewaktu dulu, jauh sebelum Aya pindah ke Bandung.

Intinya, keadaan Aya pernah separah ini, sembuh bentar, dan kumat lagi gitu.

❄️❄️❄️

Di luar sana sudah gelap, segelap ruangan bercat biru yang sudah tampak memudar, lantainya pun berantakan tak terkira, sendok, garpu, pecahan piring berserak di mana-mana, bau basi makanan dan bau-bau yang lain pun tercium menyengat. Itu ruangan yang terpisah dari rumah, letaknya agak jauh di belakang rumah, dekat dengan pepohonan rimbun.

Di salam sana, berdiam diri seorang gadis yang kini nampak begitu berantakan, mengenakan kaus lengan pendek dan celana pendek, hanya duduk bersandar di tembok. Gadis itu, Aya.

Sejak hari itu, sudah sekitar dua minggu.  Aya sudah tak lagi menjadi dirinya. Aya kehilangan kewarasan setelah sadar dari pingsan kemudian hanya dikurung di kamar ini, tidak. Lebih tepatnya ini bekas gudang.

Aya sendiri sudah tidak memiliki mental yang stabil sejak beberapa tahun ini, saat kejadian itu menimpanya, Aya jadi benar-benar kehilangan kewarasannya.

"Hmmm..." Aya bersenandung, bukan terdengar merdu melainkan menakutkan apalagi bila melihat keadaannya yang begitu berantakan saat ini. Bawah matanya nampak menghitam, kulit putih di wajahnya terdapat banyak lebam, tangan serta kakinya pun penuh lebam seperti hantaman benda tumpul.

"Kak?" suara gadis kecil, membuka pintu amat pelan, "Ini makanan Kakak," gadis kecil itu, Maya.

Maya membawa nampan berisi nasi, telur dadar dan segelas air, menyimpannya di atas sebuah ranjang kecil, "Makan ya kak? Jangan kaya gini terus. Mama kita bukan orang baik Kak,"  Maya yang masih berusia 10 tahun berkata begitu.

Setelah itu pun, Maya langsung ke luar kamar itu, tak berlama-lama, ia paham Kakaknya tak baik-baik saja, ia juga tak akan di biarkan lama-lama bersama kakaknya oleh Mira sang Ibu, dan ia tahu juga sang Ibu tak mau membawa Aya berobat lebih, katanya, biayanya mahal.

Aya beranjak dari duduknya, ia menghampiri makanan tadi, perutnya tak lapar tapi tangannya tergerak mengambil makanan itu, bukan untuk di makan. Tetapi, nampan berisi  tersebut dihempas begitu saja ke arah jendela hingga jendela kaca itu pecah.

Bunyi nyaring memekakkan telinga jelas terdengar.

Tidak lama dari itu, "WOY ANAK GILA!" hardik Wanita yang baru memasuki ruangan, itu Mira, "UDAH BERAPA PERABOT RUMAH SAYA KAMU PECAH-PECAHKAN! SEKARANG JENDELA JUGA KAMU PECAHKAN!" Mira mendekat pada Aya yang hanya berdiri menunduk, tangannya langsung terangkat menampar Aya tanpa belas kasihan.

"ANAK SIALAN, PENYAKITAN! NYUSAHIN DOANG!" makinya lagi, sambil menjambak rambut panjang Aya yang sudah berantakan.

Aya hanya diam, rasanya sudah mati rasa, tubuhnya ada tapi rasa sakit itu sudah seperti tidak lagi berarti.

Tak cukup sampai di sana, Mira mengambil sebuah kayu yang merupakan gagang sapu lantai, "BUGH! BUGH!" kayu itu dipukulkan begitu saja pada betis Aya yang hanya diam berdiri di sana.

"KALAU GAK MAU MAKAN! GAK USAH DI BUANG SIALAN. UDAH UNTUNG DIKASIH MAKAN! KAMU PIKIR BIAYA HIDUP SAYA GAK BANYAK HA?" hardiknya, ia memang pemboros. Hidupnya hanya uang uang dan uang. Ibu dia saja, alias Nenek Aya dititipkan ke panti asuhan karena tak mau mengurus.

Sementara itu, tepat di pintu masuk ruangan itu ada Maya, yang menyaksikan. Maya bukan tipe anak penakut melihat Mira seperti itu, ia hanya ikut sakit melihat sang kakak terus diperlakukan begitu. Tak ada yang menolong Kakaknya, Ayah tiri mereka juga tak terlalu peduli, tak mengurus keadaan Aya.

Will We Be Happy?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang