☾33☽ Before Sunrise

373 40 2
                                    

Kereta Tawang Jaya berangkat dari stasiun Poncol Semarang tepat ketika jarum jam menunjukkan angka 21.46. Suara peluit petugas stasiun terdengar nyaring sebelum kereta itu bergerak. Chiara menatap jendela, melihat keramaian stasiun yang perlahan menghilang, tertinggal di belakangnya. Sementara Erland mengeluarkan ponsel dan mengirim pesan pada mamanya, mengabari kalau dia sudah dalam perjalanan pulang. Setelah itu ia membuka kemasan pocky dan menyikut Chiara yang duduk di sampingnya.

“Kamu dulu pas berangkat ke Semarang diantar siapa Chi?” Erland membuka percakapan saat Chiara mencomot sebatang stik biskuit yang dilumuri coklat itu. Masih terlalu dini bagi mereka untuk memejamkan mata.

“Diantar kakakku sama papaku.”

Begitulah mereka kemudian mengobrol. Membahas apapun yang terlintas dalam benak mereka, tak peduli pada jarum jam yang terus bergerak, membuat malam kian larut.

“Sebenarnya ada yang pengen aku tanyain ke kamu dari lama,” kata Erland seraya merubah posisi duduknya jadi agak miring ke arah Chiara.

“Nanya apa?”

“Kamu pernah marah?”

Dahi Chiara instan mengerut. Tak mengira pertanyaan semacam itu yang Erland ajukan.

“Pernah. Kayanya semua orang pernah marah?”

“Iya, tapi aku belum pernah lihat kamu marah, makanya aku penasaran.”

“Aku sering kok marah, tapi aku kalau marah emang biasanya diam aja. Aku gak terlalu berani nunjukin rasa marahku sama orang-orang, aku takut sama reaksi mereka makanya mending diam aja, lagian energiku kayanya gak bakal cukup kalau buat dipake marah-marah.”

Erland mengangguk-angguk.

“Hal apa yang bisa bikin kamu marah?”

Alih-alih langsung menjawab seperti sebelumnya, Chiara malah tertawa kecil.

“Kenapa tiba-tiba ketawa?”

“Nggak, aku cuma tiba-tiba keinget salah satu adegan film favoritku. Pemeran utama cowok di film itu juga ngajuin pertanyaan yang sama kaya kamu. Mana kita lagi di kereta.”

“Film apa?” tanya Erland setelah terdiam beberapa saat, mencoba mengingat-ingat apakah ia pernah menonton film yang Chiara maksud atau tidak, dan sepertinya memang tidak pernah.

“Before Sunrise. Salah satu film favoritku. Selain karena latarnya di Prancis, aku suka chemistry pemeran utamanya.”

“Romance?”

Chiara meangguk. “Tentang cewek sama cowok yang gak sengaja ketemu di kereta terus mereka kenalan dan tertarik satu sama lain. Tapi mereka gak punya banyak waktu karena si cowok besok paginya harus pulang ke Amerika.”

“Jadi itu alasannya dikasih judul Before Sunrise.”

“Iya. Itu film jaman dulu sih. Tahun 90an kalau gak salah, tapi masih worth it banget buat ditonton.”

Sedetik setelah Chiara selesai berbicara, terlintas sebuah ide di benaknya.

“Gimana kalau kita nonton film itu?”

Melihat binat di mata Chiara membuat Erland tanpa pikir panjang langsung mengiyakan. Ia bahkan lupa dengan pertanyaan yang tadi dia ajukan.

Mereka berdua kini sudah duduk berdempetan, berbagi earphone dan menonton dari ponsel yang sama. Sementara kereta terus melaju. Berhenti dari satu stasiun ke stasiun lainnya, dari satu kota ke kota lainnya. Memecah kebisuan malam di jalur utara. Hingga akhirnya tiba di stasiun akhir.

Suara khas sang announcer terdengar ke seluruh gerbong. Before Sunrise sudah selesai mereka tonton. Erland tiba-tiba berdehem dan mengikuti ucapan announcer tersebut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BelamourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang