ㅡ🍀 Empty Space

204 32 3
                                    

Disa baru saja melangkah keluar dari gerbang kampusnya ketika angin lembut menyapu wajahnya, membawa serta aroma segar dari pepohonan yang rindang di sepanjang jalan setapak. Hari itu terasa begitu damai. Kuliahnya baru saja usai, dan dia berencana bertemu dengan Melo di kafe langganan mereka untuk menikmati sore yang tenang. Namun, ketenangan itu segera tergantikan oleh kekhawatiran ketika dia melihat dua sosok besar mendekatinya dari sudut matanya.

"Disa," salah satu dari mereka memanggil dengan nada tegas.

Jantung Disa seketika berdegup lebih kencang. Wajah mereka tidak asing—dua bodyguard yang sering dilihatnya mondar-mandir di sekitar rumah Jericho, pria yang selama ini berusaha mengendalikan hidupnya.

Disa berusaha mempercepat langkahnya, tetapi mereka lebih cepat. Salah satu dari mereka segera meraih lengannya dengan kasar, mencengkeramnya erat.

"Tidak lagi, Disa. Kamu tau aturannya," suara serak dan dingin itu terdengar di telinganya, membuat bulu kuduknya meremang.

"Lepas ish, sakit om! Aku nggak mau ya ikut kalian!" Disa mencoba meronta, tetapi sia-sia.

Kedua pria bertubuh besar itu jauh lebih kuat daripada dirinya. Tangannya gemetar, bukan hanya karena marah, tapi juga karena takut.

Namun, kedua bodyguard itu sama sekali tidak peduli pada protesnya. Salah satunya bahkan mendorongnya sedikit lebih keras ketika Disa mencoba menendang balik.

"Tinggal nurut aja apa susahnya," gumam pria itu dengan nada penuh intimidasi.

Disa merasa amarahnya naik. Setiap kali dia berhasil meloloskan diri dari Jericho, pria itu selalu menemukan cara untuk menariknya kembali. Sekuat apapun Disa berusaha menjaga jarak, seakan Jericho selalu memiliki kendali penuh atas hidupnya. Disa benci perasaan itu. Disa benci bagaimana setiap kali dia merasa mulai meraih kebebasannya, Jericho muncul lagi untuk menyeretnya kembali ke dalam perangkapnya.

"Aku bukan boneka yang bisa kalian atur semau kalian. Bilang sana sama kak Jeri!" Disa berteriak, mencoba menarik lengannya kembali.

Namun, sebelum Disa sempat melakukan sesuatu yang lebih, tubuhnya dihempaskan ke dalam sebuah mobil hitam yang sudah menunggu di pinggir jalan. Pintu mobil ditutup dengan keras, dan Disa bisa merasakan tubuhnya berguncang di dalam.

Mobil itu segera melaju dengan kecepatan tinggi, meninggalkan kampusnya dan segala ketenangan yang tadi sempat Disa rasakan. Jantung Disa berdebar kencang. Di dalam mobil yang gelap, udara terasa tebal dengan keheningan yang menakutkan. Kedua bodyguard duduk di kursi depan, sementara Disa dibiarkan terpojok di kursi belakang, sendirian dengan pikirannya yang kalut.

Berbagai pikiran berkelebat di benaknya. Jericho tidak akan berhenti sampai Disa sepenuhnya tunduk pada keinginannya. Sejak pertama kali mereka bertemu, Jericho sudah menunjukkan tanda-tanda obsesif. Jericho, dengan pesonanya yang berbahaya, mencoba menaklukkan Disa—bukan dengan cinta, tapi dengan kekuasaan.

Disa menghela napas berat. Pikirannya segera tertuju pada Melo. Seandainya Melo tahu tentang semua ini, pasti dia akan berusaha menolong, tapi Disa tak ingin melibatkan Melo dalam kekacauan ini. Terlalu berbahaya. Jericho tidak hanya berpengaruh secara kekuasaan, tapi juga mampu menghancurkan siapa saja yang mencoba melawan atau menantangnya. Disa sudah melihatnya sendiri, bagaimana pria itu memanipulasi segala sesuatu di sekitarnya, bahkan orang-orang yang bekerja untuknya tunduk tanpa perlawanan.

Meskipun begitu, Disa tidak akan menyerah begitu saja. Tidak kali ini. Dengan tekad yang mulai berkobar, dia memikirkan rencana untuk melarikan diri. Hanya saja, dengan dua bodyguard yang terus mengawasinya, peluangnya sangat tipis.

Ketika mobil akhirnya berhenti di sebuah rumah mewah yang familiar, Disa tahu bahwa dia berada di tempat yang paling ingin dia hindari—kediaman Jericho. Pintu mobil dibuka dengan kasar, dan salah satu bodyguard menariknya keluar dengan paksa.

[1] BROKEN MELODIES; MARKMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang