"Ram dan Dunia Malamnya"

161 21 9
                                    

Tak terasa sudah satu bulan Acep dan Dino PKL di B&S. Kebetulan hari ini Jajang dan beberapa bawahannya akan terjun langsung ke lapangan untuk mengecek pembangunan sebuah apartemen di bawah naungan B&S. Kedua anak PKL itupun ikut serta sebagai bagian dari praktik mereka.

Acep dan Dino sudah rapi menggunakan kemeja jurusan, celana bahan hitam, rompi, helm dan safety shoes. Mereka turun dari mobil Jajang setelah menempuh perjalanan 35 menit dari kantor.

"Disini kalian bebas mau ngecek pekerjaan apa aja, mau bikin dokumentasi atau tanya-tanya ke mandor sama tukang juga boleh, asal tidak mengganggu pekerjaan mereka. Yang paling penting kalian harus hati-hati. Paham?"

"Paham pak!"

"Oke, nanti kumpul lagi disini saat jam makan siang"

Jajang dan beberapa bawahannya pun langsung pergi untuk menyelesaikan urusan mereka. Begitupun Acep dan Dino yang mulai berkeliling mengecek pekerjaan.

Sesekali mereka akan memotret pekerjaan para tukang sebagai dokumentasi untuk membuat laporan nanti.

"Jaya, Ucup sama Tarman kemana?"

"Mereka ijin gak masuk bos"

"Gimana sih mereka, niat kerja atau engga. Udah tau sekarang banyak barang yang masuk, mana bentar lagi kita mau ngecor, malah ijin" Mandor itu marah-marah kepada beberapa tukang dan laden. Hal itupun tak luput dari pengawasan Acep dan Dino.

"Din, inget pesen guru kita gak?" Dino yang baru selesai membuat dokumentasi melirik.

"Yang mana?"

"Sebelum jadi boss yang kerjanya nyuruh-nyuruh, kita juga harus bisa kerja berat jadi tukang." Dino mengangguk kemudian menggulung lengan kemejanya.

"Siaplah, ayok kita terjun langsung" Acep mengangguk. Ia ikut menggulung lengan kemejanya kemudian menaruh ponselnya kedalam tas kecil yang ia bawa.

"Maaf Pak kalo kurang orang kami bisa bantu kok"

Mandor itu menatap Acep dan Dino "Kalian yakin bisa?"

"InsyaAllah bisa" Tidak ingin banyak berpikir, mandor itu setuju dan membebaskan kedua anak pkl itu untuk membantu.

Dino yang waktu praktik las mendapat nilai tinggipun langsung bergabung dengan para pekerja las di lantai 3. Sedangkan Acep menunggu datang barang seperti pasir pasang, pasir cor, agregat, semen, besi, dan baja ringan yang ternyata datang bersamaan.

Yang terakhir datang adalah pasir pasang. Acep mengamati dua truk besar yang mengangkut pasir tersebut. Setelah semua di turunkan, sulung Syarifuddin itu mengernyit melihat warna pasirnya yang agak kecoklatan. Kemudian ia ambil pasir itu dengan tangannya, lalu menggenggamnya erat. Saat dilepaskan pasir itu malah sedikit menggumpal bukannya terurai. Itu berarti pasir tersebut mengandung lempung, dan bukan pasir yang berkualitas bagus. Karena pasir yang bagus itu jika digenggam tidak menggumpal.

"Mang jajang gak mungkin kan beli bahan bangunan yang kualitasnya begini. Pasti ada yang gak bener nih.. " Batinnya.

"Maaf Pak, boleh saya liat bukti pembeliannya?" Tanyanya pada sang mandor.

"Buat apa?"

"Untuk dokumentasi" Mandor itu memberikan Acep selembar kertas yang menjadi bukti pembelian. Ia ambil ponsel dan memotretnya.

"Makasih pak" Mandor itu hanya mengangguk.

Acep kembali fokus dengan ponsel dan melihat data disana. "Saya pikir harga pasir berkualitas rendah gak bakal semahal ini? Dan disini tertulis semen 80 zak, tapi yang datang gak sebanyak itu. Sepertinya memang ada yang janggal di data ini. Saya harus bicarain ini sama mang Jajang"

"Asep Family"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang