20|| Mimpi Buruk (Bagian 2)

1.9K 225 209
                                    

Ada peluang dari setiap kegagalan dan ada nilai juang dari setiap perjalanan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada peluang dari setiap kegagalan dan ada nilai juang dari setiap perjalanan.

☁☀☁

Pasukan Bintang membentuk lingkaran di altar depan menara utama. Zuli meminta mereka untuk berdoa. Walau mereka berlima menyembah sesuatu yang berbeda, tetapi tetap bersama saling meminta harapan. Hal ini membuat Razo menjadi ingat dengan gurunya. Sang guru cukup taat beribadah ke kuil, menyembah bintang sungai seperti kaum Miryan pada umumnya. Namun, sang guru tidak pernah memintanya untuk ikut berdoa karena dia yakin suatu saat Razo pasti akan bertemu keluarganya dan tahu apa yang mereka sembah.

Sigil sudah muncul di bawah kaki mereka kecuali Zuli. Saat Letta sudah menuju ke jalan yang berada di utara, Izor menuju ke tengah dan Ares sudah menuju ke hutan, Razo masih berada di altar. Ia mengkhawatirkan Zuli.

"Apa yang kau lakukan? Cepat pergi!" Zuli tampak kesal.

Wajah Razo tampak pucat, ia begitu khawatir. Zuli mencoba mengerti apa yang dirasakan Razo. Mungkin, Razo merasa bahwa dirinya sangat kuat, tetapi mendapatkan perlindungan, sedangkan Zuli yang dengan mudah bisa terluka tak memiliki perlindungan apa pun.

"Kau bisa melindungiku, kan?" Kini, Zuli tersenyum. "Aku tidak perlu sigil jika ada kau."

Razo tersenyum miris.

"Pergilah, habisi mereka!" seru Zuli. "Ingat, ini hanya permainan. Kau tidak benar-benar membunuh mereka."

"Ta-tapi."

"Lakukan apa yang biasa kau lakukan," kata Zuli.

Razo pun mengangguk dan berbalik. Ia berlari ke arah menara yang berada di selatan. Ia langsung kaget karena di sana sudah ada lawan yang sedang mencoba menghancurkan menara. Menara itu terbuat dari besi sehingga lawan yang memakai senjata berantai cukup kesulitan menghancurkannya sehingga dia memilih mencoba memecahkan bola api—bola api padam sudah dihitung menaranya hancur.

"Kau yang bernama Feng?" tanya Razo saat laki-laki bertudung bambu itu gagal menghancurkan bola api. "Mari bertarung!"

"Siapa takut."

Mereka berdua pun berhadapan, saling memandang.

Razo tersenyum meremehkan. "Kau iri dengan wajahku? Pasti, ini terpahat dengan sempurna. Sekarang, waktunya iri dengan kekuatanku!" Razo langsung menyerang.

Razo menggunakan pedang naga yang sangat berat untuk mencoba menebas laki-laki yang memiliki postur tinggi dan kurus itu. Namun, Feng mampu menghindar dengan sangat mudah. Ia menanamkan tekad dalam dirinya kalau itu hanya permainan. Ada sigil yang terus mengikuti ke mana para pemain melangkah.

Terdengar suara benturan yang cukup keras, itu membuat fokus Razo terbelah.

Feng memanfaatkan kesempatan. "Rasakan ini!" Feng melompat, dan di ketinggian ia melemparkan senjata seperti pedang kecil yang diikat rantai itu.

Sora RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang