Babak VI

1.2K 62 5
                                    

Aku segera beranjak untuk dengan tergesa-gesa untuk masuk ke dalam rumahku. Dan aku tidak menyangka akan menemukan seseorang ada di dalam rumahku bersama adikku, Budi.

"Zon!!!" teriakku, "kenapa kau di sini?"

Zon menengok dan kaget menyadari keberadaanku. Oh ya, Zonet adalah nama pacarku itu, dan mungkin akan segera menjadi mantan pacarku.

"Sayang?" serunya sambil tertawa lebar, "kau sudah pulang?"

Budi menatapku dengan aneh. Aku menarik Budi dari belaian Zonet dan menempatkan di belakangku.

"Sedang apa kau di sini?"

"Akan kujelaskan sayang."

Aku melihat sesuatu yang dipegang Zonet. Dan aku tahu itu. Itu adalah foto yang pernah ditunjukan Zonet padaku. Dan oleh karena foto itulah aku marah besar dengannya. Ia membuat lelucon tentang keluargaku. Dengan keahliaannya mengedit foto, ia memasukan kakakku yang sudah meninggal lima tahun lalu ke dalam foto keluargaku yang terbaru.

Aku menamparnya. Kesal. Aku benar-benar membencinya.

"Apa ini?" ia memegang pipinya, "kenapa kau melakukan ini, sayang?"

"Kau sudah keterlaluan!"

"Aku hanya ingin memberitahukan adikmu kenyataan."

"KAU GILA!!! Dia masih terlalu kecil untuk itu!" teriakku, "sekarang juga kau pergi dari sini!!!"

"Tapi, kau akan menghubungiku lagi kan?"

"KITA PUTUS!!!"

"Kau tidak bisa melakukan itu sayang."

Zonet masih menatapku dengan lembut, tapi bagiku itu menjijikkan. Seberapa tampannya pun dia, di mataku sekarang ia adalah laki-laki gila. Aku benar-benar menyesal bisa berpacaran denganya. Ia pun terlihat mau mendekatiku...

"KELUAR KAU SEKARANG!!!" teriak seorang wanita lain, itu ibuku yang baru pulang dari pasar, "Atau aku kan berteriak memanggilkan warga untuk menghakimimu!"

Zonet tersenyum dan Ia mengelengkan kepalanya, lalu beranjak pergi dari rumahku.

Aku segera berlari memeluk ibuku yang sedang memegang sapu itu dan menanggis di pelukannya. Ia hanya membelaiku dengan penuh kasih sayang.

"Bu," kataku menyesal, "maafkan aku. Tolong jangan kasih tahu bapak!"

"Tidak apa-apa sayang," kata ibuku sambil membelaiku, "yang penting kamu bisa memetik pelajaran dari sini."

"Terima kasih, bu."

Aku meneruskan tangisanku.

Adikku Budi, tidak tahu apa-apa tentang apa yang terjadi. Ia masih terlalu kecil untuk mengerti semua ini, aku tidak yakin ia tahu itu. Akhirnya aku bertanya padanya apa yang telah Zonet lakukan dan katakan, dan dengan polosnya anak berusia 8 tahun itu, ia mengatakan semuanya. Ya, seperti aku singgung pertama kali, aku adalah anak kedua, itu tidak salah ketik lho. Aku mempunyai seorang kakak laki-laki yang berbeda tiga tahun dariku. Tetapi Ia meninggal karena penyakit jantung yang ia derita lima tahun lalu. Bagi kami sekeluarga yang mengetahui hal itu, kami sepakat untuk tidak memberitahu Budi dan Iwan tentang ini.

Mungkin aku lupa menyingung apa pekerjaan ayahku. Bapakku adalah seorang reporter dan editor majalah kasus kriminal. Tiap hari ia selalu ke kantor polisi untuk mencari berita sedangkan ibuku, selain merupakan ibu rumah tangga, ia adalah seorang penulis cerita misteri, yang juga sering pergi ke kantor polisi sesekali untuk mencari bahan ceritanya. Bapakku dan ibuku kalau bertemu selalu membicarakan misteri, makanya aku benci dengan misteri. Ha...Ha...Sebenarnya sih aku tidak perlu seperti itu, mengingat itu memang pekerjaan mereka berdua.

INI BUDI ...!!!Where stories live. Discover now