Ten

14.2K 720 7
                                    

Caliandra tidak bisa menahan dirinya untuk tidak memandang Rayhan saat ini, ia terlihat begitu lelah. Jauh berbeda dengan Caliandra yang tanpa beban karena sejak tadi ia asyik menonton serial favoritnya yang baru selesai ia unduh kemarin malam. Sudah sejak siang tadi ia bersama Rayhan berada di Cloudy Café, Rayhan meminta Caliandra menemaninya untuk mengerjakan skripsi setelah urusan mereka masing-masing sudah beres di kampus. Caliandra tentu saja menerimanya, mengingat jika ia langsung pulang kemungkinan besar ibu akan menginterogasinya kenapa tidak menemani Rayhan. Jadi, lebih baik begini. Aman. Toh si manusia es sedang sibuk, tidak masalah.

"Susah banget ya Ray?" Wajah Caliandra menyembul dari balik pundak Rayhan. Ia sudah melepaskan headphone-nya dan menyelesaikan satu episode serialnya.

Rayhan melepas kacamatanya dan memijat pelipisnya hingga ujung hidungnya, "Entahlah Cal, gue juga bingung jawabnya. Kalau gue jelasin Lean Sigma ke lo, lo juga bingung pasti. "

"Hah apaan itu? angka semua ya itu. Kalau gue pasti udah lambai tangan ke kamera. Maaf ya Ray gak bisa bantuin, tau sendiri gue anak IPS dan gue amat sangat menjauhkan diri dari yang namanya itung-itungan. Karena matematika dan saudara-saudaranya itu lebih horor dari sadako yang keluar dari tv."

"Hahaha ada-ada aja lo Cal," Rayhan tertawa sambil mengacak ringan puncak kepala Caliandra. Muka Caliandra mendadak memerah dengan perlakuan Rayhan barusan, ditambah melihatnya tertawa seperti itu. Hal langka yang pernah disaksikan oleh Caliandra. "Gue jawabnya satu lo balesnya panjaaang banget. Dasar cerewet. Lagian sadako gak serem kok, cuma menang rambut panjang doang."

"Ish! Gak serem gimana? Liat fotonya aja udah bikin kebayang-bayang mulu. Yaudah deh lanjutin lagi aja, kalau gak istirahat aja dulu." Caliandra buru-buru mengalihkan wajahnya agar Rayhan tak menyadari perubahan air mukanya. Ia kembali memasang headphone-nya namun ternyata Rayhan menariknya dari ujung kepala Caliandra. Caliandra kaget setengah mati. Kenapa dia jadi sering kaget begini kalau sedang bersama Rayhan sih?

"Kita makan aja yuk, lo gak lapar? Udah jam makan malam ini. Gue lapar, ngerjain kayak begini nguras tenaga banget. Nanti habis makan kita pulang, udah malam juga kasian lo capek nemenin gue gini."

Tuhan, ini kenapa laki-laki satu ini jadi baik dan perhatian sih? Galak lagi aja kenapa biar gak deg-degan mulu begini.

*

"Capek ya Cal nemenin gue?" Rayhan menatapi Caliandra yang tertidur selama perjalanan pulang. "Terima kasih untuk hari ini, maaf kalau gue sering nyebelin selama ini." Wajahnya begitu tempting. Rayhan mengakui Caliandra memang cantik tapi baru kali ini ia memperhatikan wajah Caliandra sedekat ini. Dari awal mereka terlalu banyak bertengkar, mana punya waktu Rayhan untuk memperhatikan Caliandra. Terlebih dahulu ia bersama Ayesha dan Caliandra sama meledak-ledaknya seperti dirinya.

"Caliandra, bangun Cal. Sudah sampai," sesungguhnya ia tidak tega membangunkannya. Ia masih ingin melihat wajah tenang disampingnya. Namun apa yang bisa ia lakukan. Caliandra membuka matanya perlahan.

"Eh udah sampe ya? Sorry ketiduran Ray. " Caliandra masih berusaha menyadarkan dirinya.

"Gak apa-apa, lo pasti capek nemenin gue daritadi siang. Maaf ya dan makasih udah mau nemenin."

Oke, mungkin kalau saat ini Caliandra tidak baru bangun tidur mungkin wajahnya sudah memerah, "Yaudah gue masuk ya, lo ati-ati di jalan. Makasi Ray." Wajahnya memang tak memerah, namun detak jantungnya tak karuan. Ia cepat-cepat pergi ke dalam rumah agar tak perlu melihat Rayhan lagi.

Duh bisa cepet mati nih kalau jantung kebanyakan latihan dagdigdug gini. Dekat sama Rayhan kenapa sekarang gini-gini amat sih?

I Choose YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang