Sepuluh

6.1K 552 17
                                    

Iskak terbelalak ketika sadar bahwa jarak wajah mereka begitu dekat. Millenio memandang Iskak dengan senyum teduh, membuat jantung Iskak berdegup lebih cepat. Ia bahkan sempat menahan napasnya selama beberapa saat.

"Sulit sekali. Aku tidak bisa. Untung saja aku bisa menangkap tubuhmu," kata Millenio. Iskak bingung harus berbuat apa. Napas Millenio terasa berhembus di wajahnya ketika berbicara.

Bahkan kedua tangan Millenio yang menahan pinggang Iskak saja belum dilepaskan, sebelum akhirnya Iskak mendorong dada Millenio agak menjauh. Tangan Millenio melepas pinggang Iskak secara otomatis.

Begitu jarak mereka sudah kembali normal, terlihat Millenio yang sedikit salah tingkah sambil menggaruki tengkuknya yang sebenarnya sama sekali tidak gatal. Sedangkan Iskak berdehem kecil.

"Ya sudah kalau begitu. Aku ke kamar dulu. Mau ganti pakaian," kata Iskak.

"Oh, baiklah. Aku juga akan berganti pakaian," balas Millenio.

Iskak menyelonong pergi menuju kamar, meninggalkan Millenio yang masih berdiri terpaku di dapur sambil memandang punggung Iskak yang menghilang di balik pintu dapur. Berbagai pertanyaan kembali menyerang pikirannya.

Aneh sekali. Ia merasa sangat nyaman ketika Iskak berada di dekatnya. Seakan-akan ia bisa menghadapi dunia dengan berani.

Millenio menggeleng-gelengkan kepala, berusaha untuk melupakan kejadian yang baru saja terjadi. Tentu saja ia akan merasa begitu. Iskak adalah satu-satunya orang yang paling dekat dengannya saat ini. Tentu saja ia akan selalu melindungi anak itu.

***

Millenio berjalan ke kamarnya sambil tersenyum kecil karena terus teringat kejadian barusan. Baru saja tangan kanannya mencapai gagang pintu kamarnya, tiba-tiba seluruh ruangan berubah gelap gulita. Listriknya padam. Telinganya seperti menajam. Tapi yang terdengar tinggal suara rinai hujan di luar sana.

Mendadak, suasana menjadi sedikit heboh. Pintu kamar Iskak terdengar seperti terbuka secara tiba-tiba. Iskak keluar dari kamarnya dan langsung menggaet siku kiri Millenio dari kegelapan.

"Ah! Sial! Kenapa harus mati lampu segala sih?" umpat Iskak sambil berusaha menahan rasa takutnya. Millenio agak sedikit terkejut ketika tiba-tiba Iskak menyerbu dirinya.

"Kamu kenapa? Takut gelap?" tanya Millenio sambil menahan senyum, walaupun ia tahu kalau Iskak tidak mungkin bisa melihat ekspresi wajahnya dalam kegelapan. Dalam hati, ia membayangkan bagaimana raut wajah Iskak yang sedang ketakutan. Pasti lucu sekali.

Iskak tidak mempedulikan sindiran Millenio barusan.

"Ayo kita segera cari lilin. Sepertinya ada di dapur," ajak Iskak. Millenio hanya menurut saja. Ia mulai berjalan pelan menuju dapur sambil meraba-raba dinding, sedangkan Iskak tetap memegang erat siku kiri Millenio dari belakang.

Begitu tiba di dapur, Iskak mulai sedikit merenggangkan cengkeraman tangannya.

"Coba cari di lemari!" suruh Iskak. Millenio membuka lemari atas, tapi tak sengaja menjatuhkan panci kecil hingga suasana menjadi agak gaduh karena suara panci yang berkelontang.

"Whoaa!!" seru Iskak ketakutan sambil melingkarkan kedua lengannya di badan Millenio dari belakang dengan cepat dan gemetar.

Millenio yang sedang tertawa kecil ketika merasakan Iskak menyembunyikan wajah dipunggungnya.

"Maaf, maaf! Itu tadi aku yang menjatuhkan panci," kata Millenio sambil menahan tawanya. Iskak sedikit merenggangkan lengannya, tapi belum mau melepasnya.

"Sudah ketemu apa belum? Cepat nyalakan lilinnya kalau sudah ketemu!" suruh Iskak.

"Iya... iya...," balas Millenio lalu kembali mencari.

Ketemu! Ia menemukan sekotak lilin di lemari. Juga korek api yang tidak jauh dari letak lilin yang ia temukan. Dengan cepat, ia segera menyalakan sebuah lilin dengan korep api itu diatas sebuah piring kecil.

Cahaya lilin yang sendu akhirnya dapat sedikit menerangi dapur.

"Sudah ku nyalakan lilinnya. Sekarang lepaskan badanku dong!" ucap Millenio.

Iskak segera melepas rangkulannya. Terlihat Millenio yang memutar badannya dan sekarang berdiri menghadap Iskak sambil tersenyum, dengan sebuah lilin di tangannya.

Deg!

Jantung Iskak kembali berdegup lebih cepat ketika melihat senyum Millenio yang khas diterangi oleh cahaya lilin yang temaram. Benar-benar sangat tampan.

"Kita ke ruang tamu dulu yuk," ajak Millenio sambil menaikkan kedua alisnya.

"Hm? Eh! Iya. Baiklah," jawab Iskak agak salah tingkah.

Mereka berdua segera menuju ruang tamu sambil membawa lilin yang menyala, serta beberapa lilin utuh yang masih berada di dalam kotak.

Iskak dan Millenio duduk di sofa setelah Millenio meletakan lilin di atas meja.

Iskak melirik jam dinding yang jarumnya agak sulit dilihat. Pukul 09.18 malam.

"Sudah jam sembilan lebih," kata Iskak.

"Benar juga. Kita harus tidur. Besok juga masih sekolah kan?" tambah Millenio. Tapi ia melihat ada sedikit guratan keraguan di wajah Iskak yang di sinari cahaya lilin yang sendu.

"Kamu kenapa? Kamu berani kan tidur sendiri?" tanya Millenio. Iskak menggeleng pelan sambil menunduk.
"Terus mau bagaimana? Apa kamu mau tidur bersamaku?" tawar Millenio. Iskak mendongak lagi memandang Millenio.

"Kalau kamu tidak keberatan. Kamu tahu sendiri kalau aku orangnya sedikit penakut, apalagi dengan kegelapan. Bahkan waktu pertama kali bertemu denganmu, aku menyangka kamu itu hantu," tutur Iskak. Millenio tersenyum manis saat ia kembali teringat pertemuan pertamanya dengan Iskak.

"Aku sama sekali tidak keberatan. Aku justru lebih senang kalau kamu bisa mulai merasa nyaman di dekatku. Itu tandanya kamu sudah tidak menganggapku orang aneh lagi," balas Millenio.

Tiba-tiba saja, tangan kanan Millenio menjangkau kepala Iskak dan menempelkan kepala Iskak di pundaknya.

Iskak terkejut sekali. Ia menahan napasnya ketika kepalanya sudah berada di bahu Millenio. Millenio mengelus pelan rambut Iskak.

"Aku sudah menganggapmu sebagai adikku sendiri," ujar Millenio.

Mendadak, tubuh Iskak serasa seperti lunglai ketika mendengar Millenio mengatakan hal itu. Seperti dibanting hingga lemas tak berdaya.

Ada apa dengan dirinya? Ya Tuhan! Aneh sekali. Apa yang terjadi? Rasanya sakit sekali hatinya.

Iskak yakin ia tidak pernah menaruh perasaan apapun pada Millenio. Tapi entah kenapa hatinya merasakan kekecewaan yang sangat dalam ketika Millenio berkata seperti itu.

[bersambung...]

Twinkle Twinkle (boyslove)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang