6. Flashback

851 78 17
                                    

Bibi Jang menaruh sarapan Juliann di nakas. Wanita bertubuh gempal itu terus memaksanya agar mau sarapan. Hari ini Juliann libur bekerja tapi ia malas sekali sarapan. Gadis itu keras kepala sekali padahal tubuhnya sudah kurus, untung-untung dia masih kuat dan tidak sering pingsan saat bekerja. Kerap kali Bibi Jang memutar otaknya untuk membujuk gadis itu

"Ayolah nona. Kau bisa sakit jika tidak sarapan" Bibi Jang masih memegang nakasnya.

"Nanti Bi, aku belum lapar" Juliann berdiri di cermin yang tingginya sama seperti tubuhnya. Ia memperhatikan tubuhnya. Sesekali berputar-putar memerhatikan pahanya jenjangnya yang hanya berbalut hotpants.

"Tapi jika menunggumu sampai lapar kau tak akan makan sampai besok" Bibi Jang tak putus asa. "Biar bibi suapi" Bibi Jang menyendokkan nasi dan hendak menyuapi gadis cantik itu.

"Yak! Oke Oke! Baik bi aku mau makan" Juliann mengambil nakas itu dan makan hanya 5 suap.

"Kapan kau berhenti keras kepala?" wanita tua itu menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menatap Juliann. Juliann terkekeh.

Juliann kembali ke cerminnya, ia memperhatikan rambutnya.

"Sepertinya aku harus segera mengecat rambutku lagi Bi" Juliann melihat rambutnya hitamnya yang baru tumbuh 1,5 senti.

"Rambut aslimu sudah tumbuh. Cepat sekali? Padahal dua minggu yang lalu sudah bibi belikan toner penghambat pertumbuhan rambut" Bibi Jang mengecek rambut Juliann.

"Hahh.. entahlah"

"Ahh ini masih samar-samar terlihat. Kalau diperhatikan mungkin kelihatan. Tunggu saja sampai agak panjang sedikit lagi"

"Heumm" Juliann mengangguk dan merapikan surai pirang sebahunya.

Pandangan Juliann tertuju pada kotak kayu yang disimpannya dibawah tempat tidur. Ia lupa bahwa ia pernah menyimpan kotak tua itu. Dengan penasaran ia mengambil kotak yang sudah berdebu itu, Bibi Jang penasaran karena tidak pernah melihat kotak tua itu tersimpan di kamar Juliann. Jelas saja, yang membersihkan kamar ini bukan dirinya, melainkan si pemilik kamar.

"Itu apa nona?" Penasaran wanita itu kian menjadi.

"Entah lah aku lupa, sebentar aku buka dulu"

Juliann membuka kotak itu dengan hati-hati. Tangan mulusnya terkena debu-debu yang tebal karena menahun tak pernah disentuh. Tak sebesar kotaknya, isinya hanya ada beberapa barang kecil yang dibungkus kain. Setelah dibuka kainnya Juliann dapat melihat isi dari harta karun miliknya, Bibi Jang mencondongkan kepalanya demi melihat isi kotak tersebut. Isinya sebuah liontin perak, miniatur piano, dan tiga buah mobil-mobilan warna-warni. Yang menjadi perhatian Juliann adalah sebuah liontin perak yang bisa dibuka. Setelah dibuka ia bisa melihat foto dua orang anak kecil dan disana tertera inisial CSC&YJH. Sontak Juliann terkejut melihat apa yang dilihatnya, ia menjatuhkan liontin itu seketika. Juliann terpaku dan tak bisa berkata-kata, lehernya tercekat dan rahangnya mengeras. Bibi Jang yang melihat reaksi Juliann langsung mengambil liontin yang terjatuh itu dan terkejut, reaksinya sama seperti gadis itu seolah mengerti ada sesuatu dibalik liontin itu. Juliann berhambur ke pelukan Bibi Jang. Juliann menerawang masa-masa kelamnya. Semua seperti potongan-potongan film yang secara acak berkelebat di pikirannya. Tanpa sengaja kristal bening dari matanya mulai menetes.

"Aku tahu yang nona rasakan" Bibi Jang menepuk-nepuk punggung Juliann agar dia merasa tenang.

Suara Juliann tertahan, dia menangis dalam diam. Matanya berusaha membendung air matanya. Namun tanpa kuasanya pertahanannya runtuh, air-air asin yang keluar dari matanyanya berhasil lolos membanjiri pipinya seolah-olah pipinya meleleh.

"Aku tidak tahu sampai kapan nona seperti ini. Tapi suatu saat nanti nona pasti tau akan bagaimana nona melanjutkan kehidupan yang seperti apa, dan sebagai siapa. Aku selalu mendukungmu bagaimanapun yang terjadi." Wanita tua itu mengusap air matanya yang lolos menetes.

JuliannTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang