TRA-28

13.5K 1K 410
                                    

The Red Affair

(The Kingston City Series #1)

a novel by Andhyrama

www.andhyrama.com// IG: @andhyrama// Twitter: @andhyrama//FB: Andhyrama// Ask.fm: @andhyrama

***

Firanda mengatakan pada Alena untuk merahasiakan berita kehamilannya kepada siapapun, khususnya kepada Damian. Ia ingin berita itu ia sampaikan sendiri ketika ia sudah benar-benar siap dan juga bisa menjadi sebuah kejutan untuk suaminya. Sekarang ia memutuskan untuk beristirahat ke rumah orang tuanya, ia ingin melupakan kejadian-kejadian melelahkan belakangan ini.

Damian mengantar Firanda di sabtu pagi menuju ke Mullholand, di mana rumah mertuanya berada. Sepanjang perjalanan, istrinya hanya membaca buku sembari sesekali menengok ke jendela memerhatikan tempat-tempat yang mereka lewati. Damian fokus menyetir dengan sesekali menengok ke arloji yang terpasang di pergelangan tangannya.

"Kau sudah melakukan hal yang benar, kau harus bisa melupakan kejadian itu, Sayang," ungkap Damian mencoba menghibur.

"Iya. Aku hanya berpikir bahwa kehidupan manusia tidaklah berharga, terlalu banyak orang yang ingin menyakiti orang lain," ucap Firanda lemah.

Damian memandang istrinya seakan kata-kata yang muncul dari mulut istrinya adalah sebuah sindiran untuknya. "Itu hanya segelintir orang, banyak yang saling mencintai, bukan?" kata Damian menimpali.

"Mungkin," jawab Firanda singkat. "Wajah manusia bisa berubah-ubah, namun sifat mereka tetap sama," sambung Firanda.

"Aku tidak mengerti, aku rasa sifat manusia bisa berubah sewaktu-waktu," kata Damian menimpali.

"Sifat manusia itu seperti angin, Dam. Bergerak menghempas atau tergerak dihempas," ucap Firanda sembari mengeluarkan tangannya lewat jendela.

Damian tidak mengerti dengan perkataan Firanda. Istrinya kini tampak tersenyum sembari merasakan angin di telapak tangannya.

"Sifat manusia bisa mengubah dan diubah, tetapi mereka tidak bisa berubah sendiri," jelas Firanda.

"Jadi manusia memang harus membutuhkan manusia lain untuk berubah begitu?" tanya Damian.

Firanda mengangguk. "Kita semua mempengaruhi dan dipengaruhi oleh orang lain, tanpa sadar, atau kadang secara tak langsung," jawab Firanda, "tanganku tidak akan pernah bergerak menusukkan pisau ke tengkuk Melissa tanpa sifatnya yang ambisius dan keras kepala. Begitu pun Nyonya Ross tak akan pernah membunuh suaminya tanpa sifat Tuan Ross yang tegas namun penuh kasih," lanjutnya dengan nada statis.

"Kau benar, Sayang. Aku mengerti sekarang," ungkap Damian dengan senyum berseri yang tampak ganjil.

Dalam waktu tidak lebih dari satu jam perjalanan, mereka berdua telah sampai di sebuah rumah berukuran sedang yang tampak asri dari luar itu. Karena mendengar suara mobil, Desy Marshall membuka pintu kayu rumahnya. Firanda segera berlari dan memeluk ibunya, raut wajah ibunya tampak bingung. Damian hanya tersenyum kecil melihat wajah mertuanya yang sekaan bertanya padanya.

"Mana cucuku?" tanya Desy pada keduanya.

"Kami tidak membawa Bobby, Bu," jawab Damian dengan nada menyesal.

"Ayah mana?" tanya Firanda seusai melepaskan pelukannya dari ibunya.

"Ayahmu pergi pagi-pagi sekali, dia bilang ada yang ingin membeli tanah di daerah Yoha," jawab Desy dengan mimik wajah yang seakan tengah mengingat-ingat. "Perkerjaan makelar memang seperti itu," sambungnya sembari menyuruh anak dan menantunya masuk.

The Red Affair 「END」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang