Janggal

1K 82 11
                                    

***

   "Adanya yang ini doang, mau yang mana?" Frieska mengarahkan ponselnya ke dua snack dihadapannya. Ia sedang sibuk video-call dengan Melody yang rewel minta dibawakan snack Bandung saat ia ke Jakarta nanti sore.

   "Yang kanan, Fries! Pedes kan ya?" tanya Melody.

   "Iya pedes. Kalo mau tambah pedes, Mbak Imel makannya sambil nyumpahin orang aja. Kan mulutnya pedes."

    "Yeee, jahat!"

    "Hahaha, udah ya. Aku matiin duluan ya."

    "Sip. Sampe ketemu nanti~"

Frieska berjalan ke kasir dan tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya halus.

    "Hei!" sapa Naomi sambil tersenyum.

    "Loh, kok bisa disini, Mi?" tanya Frieska kaget.

    "Diajakin Kak Sendy dari kemaren, balik nanti malem, lo?" tanya Naomi.

    "Lagi disuruh beli jajanan sama ibu negara, katanya kalo gak nurut bakal dikutuk gak senbatsu terus." tawa Frieska.

   "Amit-amit woy!" kata Naomi namun sambil tertawa, "Oh iya, disalamin Ghaida tuh, katanya minta maaf.."

   "Belom lebaran, atuh.."

   "Ya.. dia nyadar punya salah beberapa hari lalu.." Naomi tersenyum. Frieska mendadak teringat kejadian di taman itu, ia membalas senyum Naomi. Naomi sudah tau ternyata.

   "Gimana ya.. setiap gue bilang 'jagain Melody' ke dia, itu gue bener-bener minta tolong dia bisa jagain dengan baik. Cuma ya..." Frieska menggantungkan kata-katanya, mengangkat bahunya bingung.

   "Kalian udah dewasa untuk ngurus soal kayak gini sebenernya. Gak harus selamanya ngorbanin diri sendiri buat orang lain, Fries." kata Naomi.

Frieska tersenyum. Ngomong gampang, Mi.

   "Enggak ngerti lagi deh, Mi. Kalo mereka bahagia, gue juga kok. Salamin ke Ghaida ya, bilangin minta maaf juga." kata Frieska.

   "It's her fault and not yours, lo gak punya salah disini, Fries."

   "Tapi gue terlibat. Duluan ya!" Frieska tersenyum, melanjutkan jalannya ke kasir setelah menepuk pundak Naomi pelan.

Kalian berdua orang paling munafik yang pernah gue temuin. Naomi menggelengkan kepalanya heran.

***

Lidya termenung diujung stage, melihat pemandangan sore Jakarta dari jendela theater yang terbuka.

   "Lid." sapa seseorang. Lidya menoleh. Melody.

   "Hei." sapa Lidya.

   "Sendiri?" Melody duduk disebelah Lidya. Lidya mengangguk, tersenyum kecil melihat Melody memainkan kakinya yang tidak sampai ke lantai jika ia duduk dipinggir stage.

   "Kak Frieska udah dateng?" tanya Lidya.

   "Oh, nunggu Frieska?" tanya Melody. Lidya mengangguk.

Melody menggigit bibir bawahnya bingung, "Canggung, Lid. Kita gak bisa kayak dulu lagi ya?"

Lidya menghela napas muak. Ini. Pertanyaan ini yang paling ia benci. Melody yang mengakhiri semuanya, dan ia juga yang ingin semuanya kembali seperti semula. Seakan tidak ada apa-apa yang terjadi sebelumnya.

   "Aku juga mau kayak dulu. Sebelom kita deket, semuanya tenang-tenang aja. Tapi kamu dateng, kita deket, kamu ketemu yang baru, kamu patahin harapanku, kamu pergi, dan kamu dateng lagi buat bikin kita 'kayak dulu lagi'. Gak nyangka." Lidya menggelengkan kepalanya heran. Menatap Melody dengan tatapan kecewa.

Behind The StageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang