Jadi gengs, cwrita ini tuh di buat taon 2016, bulan juni atao mei gitulah. Jadi udah jadul emang hahahaa...
Dan cerita ini tuh, jauh sebelum cerita Knock Your Heart, Knock My Soul dan jauh sebelum Amazing Boyfriend. Jadi, di sini Dylan masih galau2nya yaa, Neng Magissa belom nongol hahahaa
***
Ketika pagar besar itu terbuka, saat itulah Dylan mulai mempersiapkan hatinya. Berdiri di teras rumah beserta sang ibu, Dylan sebenarnya tak terlalu antusias pada penyambutan ini. Fakta bahwa mereka sudah tak bertemu selama satu bulan memang cukup membuat Dylan seharusnya bisa mengumpulkan rindu.
Tetapi yang terjadi malah...
Entahlah, Dylan takut ketika menyadari benaknya tak sesuci yang dulu. Hingga perasaan waspada yang mendadak ada seperti ini-membuatnya merasa sangat buruk.
Dylan sungguh-sungguh merasa buruk akan hal ini. Bisa-bisanya ia menyempilkan ke waspadaan pada saudaranya sendiri. Ia dulu tak pernah begini. Biasnaya ia dan ibunya adalah orang yang paling antusias ketika menyambut kepulangan anggota keluarganya yang lain.
Dan kini... Dylan tak suka dengan dirinya yang seperti ini.
Demi Tuhan, ia sangat menyayangi keluarganya. Walau ia bukanlah sosok yang mampu bersikap ekspresif, tapi percayalah Dylan yang selalu mengawasi mereka dalam diam.
Risa meremas lengan Dylan saat mobil hitam itu perlahan semakin mendekat. "Itu Fabian, Lan."
"Sekarang anak Mama kumpul semua." Dylan mencoba bersikap biasa, walau hatinya kerap membelot untuk bekerja sama.
Risa mengangguk dan menyandarkan kepalanya sekilas ke bahu Dylan. "Kalian jangan pergi-pergi lagi ya? Mama mau anak-anak Mama kumpul."
Dylan mengangguk di atas kepala ibunya. Lalu menjauhkan kepalanya, hanya untuk meneliti wajah sang ibu yang kembali basah. Dylan menghapus air mata di pipi wanita setengah baya itu dalam diam. "Kita semua bakal di sini aja, sama Mama." Katanya sambil mengecup kening Risa. "Jangan nangis, Fabian pulang jangan di tangisi. Dia itu tipe sensitif, Ma." Dylan mengingatkan.
Well, benar sekali.
Siapa percaya bahwa sang bad boy Smith, adalah tipikal pria yang dengan baik mengolah perasaannya. Fabian mungkin berengsek, tapi pria itu sangat menyayangi Risa lebih dari apapun. Hanya perangainya saja yang buruk. Dan kebetulan, perangai itu tak pernah ia bawa ke dalam rumah. Sama seperti anak lelaki pada umumnya, Fabian juga akan kalang kabut jika mendapati ibunya marah karena ulahnya. Dan Fabian juga sangat benci mengetahui sang ibu menangis hanya karena dia.
Sebab setelahnya, Fabian pasti akan mengutuk diri, sejadi-jadinya.
"Mama kebawa perasaan, Lan." Risa ikut menghapus sisa air matanya. "Apa tuh istilah anak jaman sekarang, Lan?"
Dylan menoleh pada ibunya , ia pamerkan kenyitan dahi yang beruas dalam. Sebuah tanda bahwa ia tak memahami maksud perkataan ibunya itu. Dan hal itu sontak saja membuat Risa mendengus.
Sudah di jelaskan bukan, bahwa sosok Dylan adalah perwujudan pria kaku yang tak mengerti Bahasa kekinian anak muda untuk bercanda?
Yup, karena alih-alih mencibir dan seharusnya bisa menyelutuk ringan omongan sang ibu. Dylan tampak tak paham, bahwa Risa menginginkan putranya itu untuk meledeknya dengan kata'baper'. Serius, mengharapkan Dylan terpingkal-pingkal itu bagai mengharap Jakarta lenggang di hari senin.
Sangat mustahil.
Dan rasanya perlu banyak waktu untuk membuat keajaiban kecil itu.
"Hahaha... anak nakal pulang." Arwen berseru dari arah belakang. Membuat Dylan dan Risa sejenak menoleh kepadanya. "Hehehe... sorry tante Ris, cuma dari kemaren aku udah bilang gitu ke Fabian. Dia nggak marah kok, Tan. Cuma aku aja habis di pelototin sama dia." Arwen berkilah.

YOU ARE READING
Not Perfect Tears
RomanceNessa mengandung bayi Fabian. Namun semesta mengharuskannya menerima lamaran Dylan, saudara kembar Fabian. Nessa pikir, perihnya hanya sampai di situ. Namun Tuhan, tidak berkata demikian. Sebab alih-alih bahagia dengan pernikahannya, Nessa harus me...