Chapter 2 : Astaga

1.3K 112 1
                                    

          Sekolah kami mengadakan kunjungan ke hutan wisata Yumyeongsan yang berada di provinsi Gyeonggi. Selain untuk rekreasi, kami juga dapat tugas untuk membuat laporan tentang hutan wisata tersebut. Sebenarnya aku suka petualangan, banget bahkan. Aku suka menjelajah, aku suka mendaki, dan aku suka petualangan di tempat-tempat seperti ini. Tapi untuk kali ini, hanya untuk kali ini saja, aku tak suka.

Aku benar-benar lagi bad mood untuk mengikuti acara ini. Alasannya, lelah luar biasa.

Beberapa hari yang lalu aku baru saja dari pulau Jeju, adiknya eomma-ku punya acara pernikahan. Setelah itu, kami langsung pergi ke Busan untuk mengantarkan eonni-ku yang dipindah tugaskan ke sana oleh perusahaan tempatnya bekerja.

Kemudian, klub pecinta alam baru saja melakukan pendakian dan aku baru saja balik ke rumah kemarin sore. Dan sekarang, aku harus ikut acara seperti ini? Astaga, tenagaku serasa habis!

"Ara, sudah sampai," aku merasakan Ye Seul menggoyang-goyangkan bahuku. Aku membuka mata dengan malas.

"Oke," jawabku ogah-ogahan.

"Bagi rombongan yang sudah sampai, segera turun dari bis dan berkumpul bersama kelompoknya masing-masing!" suara Seonsaengnim dari mega phone terdengar menggelegar. Aku segera meraih tasku lalu menggerakkan tubuhku turun dari bis dengan malas. Tampak rekan-rekan satu kelompokku sudah turun duluan. Mau tahu siapa saja kelompokku? Ahai, seperti biasanya.

Ye Seul, Yoona, Jei dan Ga Eun.

Kebetulan? Hah, tentu saja tidak. Ye Seul punya koneksi kuat untuk bisa ngatur-ngatur personil kelompok seenak jidatnya dia! Kan sudah aku bilang, orang tuanya chaebol terkemuka di Korea. Uangnya banyak, koneksinya kuat, di segala penjuru. Kalau hanya sekedar mengatur personil kelompok belajar, gampang zekali! (Ow, aku mulai terkena syndrom Yoona. Whatever ...)

"Jei mana?" tanya Ga Eun. Aku menatap sekeliling dengan tatapan setengah menyipit.

"Entah, tadi sudah turun duluan kok," jawabku.

"Siapkan buku kalian dan segera pergi ke pos pertama yang telah di tentukan tadi!" Seonsaengnim kembali berteriak. Aku menatap sobat-sobatku dengan datar.

"Ayo, segera berangkat biar bisa cepat pulang," aku melangkah.

"Tidak menunggu Jei?" tanya Ye Seul. Aku menggeleng.

"Sepertinya tadi aku sempat melihat dia bergabung di kelompoknya Mingming. Jadi, segera saja kita berangkat dan ketemuan dengannya di pos pertama," ucapku yakin.

Ya, tadi aku memang sempat melihat Jei turun terlebih dulu dari bis lalu bergabung dengan kelompoknya Mingming.

Mingming dan Jei adalah sahabat sejak kecil. Mereka sangat akrab. Dan sepertinya Mingming adalah satu-satunya namja yang kebal dengan semua komplain yang keluar dari mulut Jei.

"Baiklah, ayo," kami melangkah.

"Well, apa yang mesti kita catat? Pohon paling tua? Pohon paling muda? Monyet paling cakep? Atau ... bla bla bla bla," sepanjang perjalanan itu aku hanya mengomel dan mengomel. Kalau begini terus, sepertinya gelar miss komplain dari Jei bakalan jatuh ke tanganku!

"Kenapa Jei belum kelihatan?" Ga Eun seakan mengingatkan. Dan, memang iya.

Nyaris sepanjang perjalanan kami tak melihat batang hidung yeoja tersebut.

"Jangan-jangan dia tersesat?" ucap Ye Seul. Aku mendelik. Bayangan akan Jei yang tersesat di dalam hutan seakan membuatku terjaga dari tidur.

"Jangan nakut-nakutin ah," jawabku grogi.

Dan, firasat itu memang benar. Sepanjang kegiatan kami tak bertemu dengan Jei. Hingga akhirnya kami melaporkan ini pada Seonsaengnim. Dan diperoleh-lah kesimpulan : Jei hilang!

Suasana rekreasi yang tadinya ceria berubah mencekam. Kami semua gelisah, resah. Para guru bahkan sudah meminta tim SAR untuk membantu pencarian Jei. Tapi sampai sore, sosok itu tak bisa ditemukan.

"Bagaimana ini? Kenapa Jei belum juga ditemukan?" tanya Ye Seul cemas. Aku membisu, sama cemasnya.

"Tadi di dalam bis, Jei duduk dengan siapa?" Seonsaengnim bertanya. Tak ada yang menjawab.

"Lalu, yang terakhir kali melihat dia siapa?" beliau bertanya lagi. Dan tetap tak ada yang menjawab.

Seonsaengnim ganti menatap ke arahku.

"Ara, kau sebagai ketua kelas, kau benar-benar sudah mengecek keberadaan rekan-rekan sekelasmu 'kan?"

Aku mengangguk.

"Dan apakah kau yakin kalau dia hadir?" pertanyaan seonsaengnim yang satu ini sempat membuatku ragu. Tapi aku kembali mengangguk.

"Dia tadi pakai baju atasan berwarna biru muda dengan celana jeans belel warna senada. Topi warna hitam dan tas ransel besar warna abu-abu. Persis seperti yang dipakai Park Lena," jawabku seraya menunjuk ke arah Lena. Kaos, celana, topi dan juga tas yang sama. Sama!?? Wait!

Jei punya body yang sama dengan Lena. Tingginya sama, langsingnya sama, rambut ikal yang dipotong sama dan warna kulit yang sama. Tak heran kalau mereka bahkan pernah dianggap sebagai saudara.

Apa mungkin mereka sudah janjian untuk memakai baju dan aksesoris yang sama? Atau, aku yang salah absen? Atau, aku yang salah lihat? Atau ...

Pertanyaan di kepalaku masih semrawut dan belum menemukan titik temu ketika kami mendengar sebuah teriakan. Kami menoleh, dan suara cempreng itu ternyata datang dari Yoona!

Gadis imut itu menutup mulutnya dengan takut-takut.

"Keapa? Kau ingin membuat orang jantungan ya?" Omelku seraya melotot ke arahnya. Yoona nyengir.

"Ara, zepertinya akyu baru ingat zezuatu," ucapnya, lebay seperti biasanya. Ia menyeringai sampai-sampai gigi putihnya yang berbaris rapi terlihat.

"Apa? Cepat katakan!" ujarku tak sabaran.

Yoona kembali nyengir.

"Akyu lupa bilang kalau Jei memang tak ikut acara rekreazi ini," ucapnya kemudian.

Jreengg! Kami semua melotot.

"AAPPPPAAAAA???" Kami berteriak, nyaris bersamaan.

"Kemarin zore dia datang ke rumahku dan bilang kalau dia tak biza ikut kegiatan ini. Ia harus ke Seoul mengunjungi kakeknya yang zakit. Zebenarnya dia juga sudah menitipkan zurat ijin padaku. Tapi ... akyu juga lupa membawanya, hehe ..." Yoona cengengesan.

Aku merasakan kepalaku ditimpuk dengan batu segede bola basket!

Jadi, pencarian selama berjam-jam tadi? Tim SAR yang sudah banting tulang mencari keberadaan Jei?

"Yoonaaaa..!!! Kenapa kau tak bilang dari tadiiii??" Aku menjerit histeris.

"Lha, kau zendiri kenapa bisa zalah ngabzen??" Dia protes.

Kami bersitegang.

Semua orang menatap ke arahku, lalu ke arah Yoona, lalu kembali lagi ke arahku, bergantian.

Astaga, mati aku!!

*** 

DESTINY [Sudah Terbit] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang