Chapter 4 : Jeon Wonwoo (1)

1K 104 5
                                    

Shit! Aku kembali mengumpat. Astaga, jadi inikah hasilnya? Dibela-belain ikut anak-anak pecinta alam mendaki, dan ini hasil yang aku dapatkan?

I lost! Aku tersesat!

Ya ampun, ini toh bukan pertama kalinya aku ikut acara seperti ini. Tapi, kenapa aku bisa ceroboh. Kenapa aku bisa terpisah dari rekan-rekanku yang lain dan sekarang, di sinilah aku! Sendirian, di tengah-tengah hutan belantara. Ponselku mati, aku buta arah dan aku tak tahu sama sekali wilayah ini!

"Hoei! Ada yang bisa dengar aku tidak?!" Aku berteriak, untuk yang ke sekian kalinya.

"Tolong! Help! Aku tersesat!" aku kembali berteriak. Tak ada jawaban. Hanya suaraku yang bergema. Aku kembali menarik nafas panjang.

"Oke, oke, anggap saja aku sedang bicara dengan angin ... ah!" kalimatku berganti jeritan ketika tiba-tiba kakiku terpeleset dan aku terguling ke bawah lereng.

Bug, tubuhku menghantam salah satu pohon. Aku segera meringis kesakitan.

Ku periksa anggota tubuhku dengan menggerak-gerakkan tangan dan kaki. Ah, untung tak ada yang patah.

Aku mendongak dan menyaksikan matahari mulai terbenam. Dengan sedikit meringis aku bangkit untuk duduk. Setelah sesaat berpikir, aku mencoba berdamai dengan situasi. Oke, aku terima kalau aku tersesat. Tapi aku tak akan mati di sini 'kan? Gumamku sinis.

Aku meraih tasku. Melihat persediaan air minum dan bahan makananku yang terbatas. Perlahan aku bangkit dan mulai mencari ranting kering untuk kujadikan perapian.

Sepertinya aku memang harus menginap di sini malam ini.

***

Aku mengerjapkan mataku ketika kurasakan cahaya matahari menerpa wajahku. Kulirik sekelilingku, keadaan masih sama seperti kemarin. Berarti aman.

Aku bangkit. Kuraih botol minumku dan minum sedikit air dari sana. Aku juga melahap sepotong roti sisa semalam. Lumayan untuk sarapan.

Aku baru saja mengunyah potongan terakhir dari rotiku ketika tiba-tiba aku mendengar suara berisik dari semak-semak yang berada di belakangku. Segera aku bangkit dan memasang kuda-kuda kalau saja itu adalah hewan buas. Beberapa detik aku menunggu, suara gemerisik itu tak berhenti. Tapi tak ada sosok apapun yang keluar dari semak-semak itu, maksudku, belum.

"Siapa di situ? Manusia? Hewan? Atau hantu?" aku berteriak.

"Manusia atau hantu, keluarlah! Tampakkan wujudmu, aku tak takut!" teriakku lagi. Tetap tak ada penampakan.

Aku mundur beberapa langkah ketika gemerisik itu semakin menjadi-jadi. Aku menyiapkan kedua tinjuku. Aku pernah ikut kelas karate, jadi jika ada hewan buas menyerang, aku pasti bisa mengatasinya.

Dan kegelisahanku berganti takjub ketika beberapa saat kemudian, sesosok pemuda jangkung muncul. Kami berpandangan, tanpa berkata-kata.

Seraut wajah yang tampan. Kulitnya agak kecoklatan karena sinar matahari, tapi, mata di bawah alis tebal itu begitu bening dan teduh. Astaga, dia tampan luar biasa.

"Siapa kau?" aku bertanya, tetap dengan sikap waspada.

"Dan kau sendiri, siapa?" ia balik bertanya. Aaw, timbre suaranya seksi!

"Aku yang bertanya duluan, kau siapa?" aku kembali bertanya.

"Aku juga berhak bertanya, kau-siapa?" ia kembali balik bertanya.

"Kau manusia apa hantu?"

"Dan kau sendiri, manusia apa hantu?"

"Ya ampun, kenapa kau selalu mengembalikan pertanyaanku?"

DESTINY [Sudah Terbit] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang