Chapter 5 : Surat Egi

20K 1.6K 14
                                    

"Egi."

"Ya?"

"Kau sedang apa?"

"Menulis surat."

"Untuk siapa?"

"Untuk seseorang."

"Boleh aku liat?" Tanyaku.

Aku pun mulai menghampiri Egi yang sedang duduk di lantai dan tubuhnya bersandar di sofa. Sedangkan aku sedang memakan mie buatannya dan duduk bersebrang dengannya yang hanya dibatasi oleh meja.

"Tetaplah disana dan makan mienya." Tegasnya.

Mendengar itu membuat aku menghentikan langkahku sambil mengerucutkan bibirku. Dan aku kembali ke tempatku dan melanjutkan makan.

"Kau sudah selesai makan? Aku ingin pergi ke kota untuk mengirim surat ini." Kata Egi

"Kau ingin mengajakku pergi ke kota!" Kataku dengan wajah berseri

"Tidak. Siapa bilang? Aku ingin kau kembali ke kamarmu lalu mengunci pintu kamarmu, dan tidurlah." Tukasnya.

Aku hanya berdecih. Kemudian aku melihat Egi melipat surat yang telah ia tulis dan dimasukkannya ke dalam amplop.

"Aku sudah selesai." Kataku

"Baiklah, ayo aku antar kau sampai ke kamarmu." Katanya sambil senyum andalannya.

Aku pun berjalan ke arah kamarku yang berada di lantai dua sedangkan Egi menuntunku dari belakang. Dia membukakan pintu kamarku, dan aku pun mulai memasuki kamarku. Sebelumnya dia menarik pergelangan tanganku agar aku melihat ke arahnya.

"Apa?" Kataku

"Aku pergi dulu. Kau tidur siang atau kau mau menggambar, itu terserah mu." Katanya sambil mencium keningku

Dia pun menutup pintu kamarku dan tak lupa menguncinya. Aku langsung ke tempat tidurku dan menyelimuti tubuhku. Suara mesin berderu yang artinya Egi telah pergi. Aku masih memikirkan tentang surat itu. Untuk apa egi menulis surat? Apa dia mempunyai teman atau kerabat?

Entahlah mungkin nanti akan ku tanyakan ketika dia pulang.

^^^^^

Aku bangun dari tidur siangku. Lalu aku pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka. Rasanya tidak enak terlalu lama disini. Entah kapan aku bisa keluar dari sini. Setelahnya aku keluar dari kamar mandi, aku mengambil peralatan gambarku. Rasanya benar-benar bosan. Aku pikir, aku tidak akan bosan dengan semua alat-alat ini. Tapi ternyata tidak. Waktu itu aku sangat senang ketika Egi membawakan semua ini. Tapi kini semuanya membosankan.

Kemudian aku berjalan ke arah lemari. Mengambil black dress yang dibelikan Egi. Aku mencoba baju itu dan berlari ke arah kaca yang lumayan besar. Yang bisa memperlihatkan diriku dari kaki sampai kepala.

Bagus, batinku.

Aku senang dress ini. Terlihat cocok saat aku kenakan. Ukurannya juga pas pada diriku. Egi sangat baik telah memberikan hadiah ini. Lalu satu ide pikiran muncul di otakku.

"Mungkin jika aku selalu berbuat baik padanya maka dia juga akan baik padaku. Dan saat dia mulai baik aku pasti bisa keluar dari sini." Kataku bermonolog.

Itu adalah ide yang cemerlang. Kemudian suara kunci dari pintu berbunyi. Dan munculah Egi

"K-kau sudah pulang egi?"

Egi hanya tersenyum.

"Ya. Aku sudah pulang dari tadi, manis." Ujarnya

"Kenapa aku tidak mendengar suara mobilmu?"

"Karna aku sudah pulang dari tadi. Sebenarnya tadi aku sudah masuk ke dalam kamarmu, tapi kau masih tertidur."

"Oh ya, maaf aku memakai baju ini."

"Kenapa meminta maaf? Itu baju mu. Terserah kau mau kapan memakainya."

"Oh. I-iya." Kataku gugup.

"Kau terlihat cantik." Kata Egi sambil menatapku tajam tapi matanya seperti terlihat berkilau.

Ada apa?

"Terima kasih."

"Oh ya ini, tadi aku membelikan pudding coklat di sebelah kantor pos."

Aku mengambil pudding coklat di tangan Egi dan mengatakan "terima kasih Egi, sepertinya enak."

"Ya. Makanlah. Aku ingin memasak untuk makan malam nanti. Kau mau ikut ke lantai bawah atau disini?"

"Aku disini saja." Kataku

"Baiklah."

Kemudian egi menutup pintunya dan mengunci pintu. Tapi sebelumnya aku melihat sekilas Egi tersenyum. Tersenyum misterius. Entah karna apa.

^^^^^

Aku merasa ada yang mengelus pipiku. Ku buka mataku dan melihat samar wajah Egi yang tersenyum. Aku menggaruk mataku tapi segera ditahan oleh Egi dan menggantikannya dengan tiupan kecil dari mulutnya.

"Kau sudah mandi? Ini sudah malam. Jika kau mandi nanti kau bisa sakit." Ujar Egi

"Aku sudah mandi Egi." Kataku sambil bangun dari tidurku.

"Kalau begitu ayo kita makan."

Tanpa persetujuanku, Egi menarikku dan menggendongku layaknya anak kecil berumur lima tahun. Kemudian dia menyandarkan kepalaku dibahunya. Mungkin dia tau aku masih mengantuk karena sesekali aku menguap. Aku tidak berontak karna aku mulai lelah dan hanya menutup mata.

Setelah sampai di meja makan, Egi duduk dikursinya dengan aku berada di pangkuannya. Ia mengelus pelan rambutku tanda bahwa aku harus membuka mataku untuk makan.

"Buka matamu, sayang. Makanlah."

Aku mencoba membuka mataku. Aku melihat terdapat makanan di meja makan yang menguap, pertanda bahwa makanan itu baru saja dimasak. Hari ini Egi memasak tumis kacang panjang, tumis jamur, sayur toge, dan sup ayam.

"Egi. Apa itu? Aku tidak mau makan sayur itu. Aku tidak suka." Kataku dengan mengernyitkan dahi

"Kau harus memakannya. Tadi siang kau makan mie, lalu kau ingin makan mie lagi, begitu hmn?" Tanya Egi sambil memelukku erat yang berada di pangkuannya.

"Bukan begitu. Kau kan tau aku tidak suka sayuran. Kalau begitu aku akan memakan jamur dan sup ayamnya, tidak untuk kacang panjang dan toge nya."

Aku langsung mengambil piring dan menaruhnya beberapa gumpalan nasi, juga beberapa sendok tumis jamur dan sup ayam. Tak lama aku melihat tangan Egi yang menjangkau beberapa sendok kacang panjang dan toge, lalu menaruhnya di piring nasiku.

"Egi! Aku bilang aku-"

"Tidak ada bantahan dan cepat habiskan!" Perintah Egi.

Mendengar hal itu, aku hanya mengerucutkan bibirku dan terpaksa memakannya dengan kesal. Sedangkan Egi yang melihatku hanya berpura-pura tidak tau sambil mengelus rambutku, dan sesekali mencium pucuk kepalaku dengan lembut.

"Oh ya, Egi. Tadi kau mengirim surat untuk siapa? Orang tuamu?" Tanyaku

"Bukan. Hanya kerabat dekatku. Orang tua ku sudah meninggal, manis." Katanya



I Wanna Go HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang