3. Cemburu?

52K 2.9K 15
                                    

Sebulan sudah berlalu. Selama sebulan inilah hari-hariku terasa bosan dan monoton. Setiap hari aku melakukan hal yang sama.

Pagi aku bangun lebih cepat dari Raffa, kemudian mandi, lalu menyiapkan baju untuknya ke kantor. Kemudian memasak sarapan dan setelah itu menunggunya untuk turun dan sarapan bersama.

Kemudian dia pergi ke rumah sakit dan tak lupa mencium dahiku sebelum pergi. Selama dia bekerja, aku membereskan rumah dan menonton acara tv yang sangat membosankan. Lalu sorenya aku mandi dan menunggunya pulang.

Aku menyambutnya di pintu. Membawa tasnya. Lalu memasak makan malam seraya menunggu dia selesai mandi. Dan setelah itu kami tidur saling membelakangi.

Selama sebulan aku melakukan rutinitas yang lama-lama membuatku penat dan ingin meledak rasanya.

Bahkan kami hanya mengobrol saat pagi di meja makan dan malam sebelum tidur. Itu pun yang kami bicarakan tak jauh dari masalah uang rumah tangga dan pekerjaannya di rumah sakit.

Raffa sama sekali belum menyentuhku. Bukannya aku berharap ia menyentuhku tapi ini sudah sebulan sejak pernikahan. Dalam pernikahan, sebuah hubungan ranjang itu perlu dan wajar. Tapi aku mengerti kenapa dia tak ingin menyentuhku. Aku cukup lega karena hal itu. Kalau dia memang menyentuhku, yang pasti dia tak akan membayangkan diriku, melainkan Kakak.

Aku juga tidak menarik. Hanya seorang wanita berambut panjang sebahu dengan wajah oval, hidung sedikit mancung, bibir kecil, mata bulat, dan kulit putih pucat. Tinggiku hanya 165 cm dan beratku 50 kg. Wajahku biasa-biasa saja. Tidak cantik, tidak juga jelek.

Aku merasa tidak pantas untuk Raffa. Dia begitu sempurna, seperti Kakak. Harusnya dia menikah dan bahagia bersama Kakak bukannya denganku. Mereka adalah pasangan yang klop. Sama-sama memiliki paras yang diatas rata-rata, memiliki otak yang pintar, dan segala macam kesempurnaan lainnya.

Kadang aku iri dengan Kakak yang selalu dibanggakan orangtua ku. Mendapat peringkat pertama dari SD hingga lulus SMA. Kemudian melanjutkan kuliah kedokteran dengan kelulusan IP tertinggi di kampus idaman dan terbaik di Indonesia.

Sedangkan aku? Hanya gadis biasa yang memiliki otak standar. Tidak pernah mendapat pringkat apapun. Aku juga tidak memiliki bakat tersembunyi. Kuliah dengan jurusan perkotaan. Bekerja di kantor pembangunan kota dan menjadi karyawan kecil disana. Aku benar-benar seorang yang biasa-biasa saja.

Tidak memiliki apapun yang bisa kubanggakan. Apa Raffa akan menyesal sudah menikahi gadis bodoh sepertiku?

Suara mesin mobil membuyarkan lamunanku. Acara tv yang sedang tayang sama sekali tidak ku tonton. Aku hanya melamun sedari tadi. Bosan sekali. Aku ingin bekerja. Sudah sebulan aku menjadi pengangguran.

Daripada aku bosan dirumah, lebih baik aku bekerja saja. Lagipula tidak ada hal lain yang harus kulakukan dirumah selain berberes-beres. Aku harus berbicara pada Raffa. Semoga saja dia mengizinkan ku bekerja.

Aku membuka pintu dan terpampang lah wajah lelah Raffa. Aku mengambil tasnya dan dia duduk di sofa sambil meregangkan tubuh.

"Mau makan dulu?" tanyaku seperti biasanya selama sebulan ini.

"Mandi dulu," jawabnya yang memang selalu sama setiap harinya.

Sangat membosankan bukan? Aku dan dia bertingkah seperti robot dan setiap yang kami ucap atau lakukan sudah memang dari sistemnya diatur sama setiap harinya.

Dia berlalu ke kamar dan aku duduk menunggu di ruang makan. Menu yang ku buat selalu berbeda-beda agar dia tidak bosan. Tapi memikirkan masakan apa yang aku masak juga bingung rasanya. Jadi aku membeli majalah kuliner rumahan saat aku ke pasar.

After The WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang