P R O L O G

19K 1.1K 34
                                    

JAKARTA, 11 MEI 2019

"Ali mah, gitu ih, nyebelin. Pokoknya aku ngambek," seru Prilly mengerucutkan bibirnya. "Ih, itu bibir ngapain dimaju-majuin? Masih 3 hari lagi loh, kita baru sah," goda Ali membuat Prilly semakin kesal.

"Kalo gitu, batalin aja pernikahannya," ujar Prilly asal. Wajah Ali menegang, "Kamu pikir pernikahan itu main-main? Terserah deh, aku capek ngeladenin kamu yang suka ngambekan." Prilly tersentak kaget mendengar ucapan Ali, padahal ucapannya tadi hanya asal, tapi Ali malah menanggapi dengan serius.

"Maafin aku ya? Aku tadi cuma bercanda kok, enggak niat buat batalin pernikahan ini, habisnya kamu ngeselin sih." Ujar Prilly pelan. "Sebelum kita mutusin buat bina rumah tangga, lebih baik dipikirin dulu deh, entar kamunya nyesel lagi. Pernikahan ini bukan buat main-main." Ucap Ali.

Prilly menggeleng, "Aku udah mikirin mateng-mateng buat nikah sama kamu. Please, maafin aku ya?" Tawar Prilly. "Kita intropeksi diri dulu selama 24 jam, dalam waktu sehari itu kamu boleh ngebatalin pernikahan kita." Jawab Ali keluar dari rumah Prilly.

Air mata Prilly tak terbendung lagi, ia tidak akan mungkin membatalkan pernikahan yang sudah menjadi impian mereka sejak 2 tahun yang lalu. Prilly berniat mengejar Ali, namun suara petir menggelegar menghentikannya.

Dalam batin Prilly berteriak, Ali pasti takut dengan keadaan yang mencekam ini. Ali takut sama hujan! Prilly segera mengambil payung dan berlari ke luar rumah. Tetesan-tetesan air hujan membuat penglihatan Prilly sedikit mengabur, meskipun begitu Prilly tetap kekeuh dan menajamkan penglihatannya kesana kemari.

Prilly yang telah kehilangan jejak Ali, hanya bisa terduduk di tengah jalanan sambil meringkuk melindungi dirinya. Kalau Ali sedang ketakutan sambil kehujanan, maka aku juga harus kehujanan, tekad Prilly dalam hati.

Prilly merasakan dirinya perlahan tidak terkena tetesan air hujan, Prilly mendongakkan kepalanya melihat siapa orang baik yang memayungi dirinya. Mata Prilly membulat tak percaya melihat Ali di hadapannya sambil tersenyum getir, meski begitu Prilly dapat melihat jelas ketakutan yang terselubung di dalam bola mata Ali.

"A..Ali, kamu ngapain?" Tanya Prilly keras bersamaan dengan derasnya suara hujan. "Melindungi kamu seperti kamu yang selalu melindungi aku saat hujan tiba," ujar Ali lirih. Prilly buru-buru berdiri dan memeluk Ali berusaha menyalurkan kekuatan dalam pelukan cintanya.

"Aku harap setiap hujan, kita bisa saling memeluk seperti ini sampai maut memisahkan. Maafin aku, aku gak mau batalin pernikahan kita, aku cinta sama kamu," ujar Prilly mengeratkan pelukannya pada Ali.

"Aku cinta sama kamu, cinta banget malah. Mungkin seiring jalannya waktu, ketakutanku sama hujan udah berkurang. Mungkin sekarang aku malah mengidap thantophobia, aku takut kehilangan kamu," ujar Ali.

"Dasar Ali ih, suka banget gombal. Mendingan sekarang kita pulang terus ganti baju deh," ajak Prilly. "Ya udah, yuk." Ali dan Prilly pulang dengan bergandengan tangan. Memang jarak rumah Prilly dengan tempat mereka hujan-hujanan tadi sangatlah dekat.

Kini, Prilly sedang menyediakan pakaian untuk Ali. Dari arah belakang Ali tiba-tiba memeluk Prilly sambil menenggelamkan wajahnya di lekukan leher Prilly. "Aku harap kamu bisa nyiapin baju buat aku dan anak-anak kita nantinya," ujar Ali.

Prilly tersenyum manis, "Oh ya? Perjanjian tentang boleh membatalkan pernikahan dalam jangka waktu 24 jam masih berlaku kan?" Goda Prilly sambil tertawa kecil. "Ih..mukanya jangan gitu banget lah, lagian gak bakal deh aku batalin pernikahan impian kita." Imbuh Prilly

* * *

"Gue gak mau tau, pokoknya lo harus dateng!" Ancam Prilly pada Gritte yang sedang berada di Bumi belahan Barat. Prilly mengerucutkan bibirnya mendengar alasan-alasan Gritte yang tak ada habisnya jika disuruh menghadiri acara pernikahan Prilly.

"Pokoknya gue gak mau tau, inget ya! Oh iya, jangan lupa ajak korban-korban gue deh ya, biar mereka tau kalo dulu Prilly tukang bully udah mau kawin," pesan Prilly.

Gritte menggerutu di seberang sana, "Korban bully-an lo udah gak bisa dihitung Pril, lo dengan gampangan nyuruh gue ngundang mereka ke pernikahan lo? Bangkrut pulsa gue, lagian lo yang nikah kan? Napa gue yang mesti ribet?" Tanya Gritte enteng.

"Lo temen gue apa bukan sih? Temen lo udah mau kawin, Te. Udah sewajibnya gue tobat, gak boleh deh ngebully anak orang mulu, amit-amit entar anak gue dibully." Prilly bergidik ngeri membayangkan karmanya harus ditanggung oleh darah dagingnya sendiri.

"Gak peduli gue, Pril. Tapi enak sih kalo nikahnya sama musuh bebuyutan kita sendiri," goda Gritte mengingat awal kisah cinta Prilly yang terbilang rumit. "Ih, Gritte apaan sih? Lagian kalo namanya jodoh siapa yang tau?" Tanya Prilly.

"Elu sih dulunya sok-sokan bilang gak bakal jatuh cinta sama Ali. Taunya apa? Kemakan omongan sendiri kan lo?" Tanya Gritte sambil tertawa. "Gue harus berterima kasih sama hujan, karena setiap hujan tersirat banyak kenangan tentang gue dan Ali." Ucap Prilly sebelum mematikan sambungan teleponnya.

"Ya udah deh ya, Te. Pokoknya lusa gue harus ngelihat batang hidung lo. Lo gak pengen apa melihat sahabat lo bahagia bersanding di pelaminan dengan pujaan hatinya?" Tanya Prilly. "Iya, iya, entar gue usahain datang. Ya udah, sampai ketemu lusa!" Seru Gritte mematikan sambungan telepon.

PUBLISHED : 28 NOVEMBER 2016

OMBROPHOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang