7. Masa Lalu Tissa 2

43.5K 2.1K 17
                                    

Sinar matahari membuatku mengerjap silau. Aku membuka mata perlahan, mencoba menutup sinar dengan tanganku. Sudah jam 6 pagi. Tubuhku rasanya pegal-pegal sekali.

Aku berniat beranjak bangun, tetapi sebuah tangan menahanku, memeluk pinggangku posesif. Aku tersenyum, tahu siapa yang sedang memelukku sekarang.

Percintaan kami semalam mengiang di kepalaku. Apa aku menikmatinya? Tentu saja tapi malah membuatku malu dan menyesal karena seperti wanita yang haus akan belaian. Sangat memalukan.

Suara erangan mengusik hayalanku. Raffa semakin mengencang pelukannya. Membuatku sesak nafas. Sepertinya dia belum bangun sepenuhnya.

"Ma-mas. Aku sesak nafas, lho kalau kamu peluknya erat-erat."

Suara erangan lagi. Ah dia ini, bahkan ini sudah siang. Apa dia tidak ke rumah sakit?

"Mas, Mas nggak ke rumah sakit?" tanyaku setelah dia melonggar pelukannya sedikit.

"Hm? Memang jam berapa ini?"

"Jam 6."

Raffa langsung berangkat dan melihat jam dinding dengan mata membulat. Aku terkesiap, jujur aku gugup karena kejadian semalam. Ini baru pertama kalinya dan aku benar-benar grogi.

"Kenapa kamu nggak bangunin dari tadi?" serunya seraya mengambil celana tidurnya dan masuk ke kamar mandi dengan buru-buru.

Aku menggeleng kepala heran. Aku saja baru bangun, bagaimana mau membangunkan? Aku segera menutupi diriku dengan selimut. Rasanya mukaku memanas, malu dengan apa yang sedang terjadi.

Bisa ku rasakan bagian bawahku yang nyeri saat aku beranjak dari kasur. Sepertinya aku tak akan bekerja dulu hari ini, berarti aku tidak masuk dua hari ya? Jason tidak akan marah kan?

"Sayang, dimana baju kemeja yang biasa ku pakai? Yang berwarna putih kotak-kotak?"

Aku menoleh pada Raffa yang sibuk mencari-cari sesuatu di lemari. Dia sudah selesai mandi dan masih memakai handuk di pinggangnya. Deg, itu membuatku bertambah gugup dan bingung harus bagaimana di depannya. Aku seperti orang bodoh.

"Hm, mungkin di mesin cuci. Pakai yang saja, Mas. Itu yang berwarna hijau bagus." Aku berusaha menekan suaraku yang bergetar.

"Ah, nggak ah. Aku tidak suka yang ini."

"Pakai saja. Aku suka warnanya."

Raffa menoleh. "Kamu saja yang pilihkan, keculi yang hijau ini. Ayo sini."

Aku tersenyum malu dan menggeleng. "Ng, itu..."

"Kenapa? Ayo, sudah jam setengah 7. Aku ada operasi pagi ini jam 9." Raffa masih tidak sadar rupanya.

"Mas, aku nggak bisa jalan," ucapku menggigit bibir.

"Kenapa?" Dia menatapku bingung. Namun sedetik kemudian pandangannya beralih ke bagian bawahku yang tertutup selimut.

Alis kirinya terangkat. Lalu ia tersenyum geli. "Sakit?" tanyanya sok polos.

"Iya, Mas. Karena Mas nih aku nggak bisa jalan," jawabku pura-pura merajuk.

Raffa berjalan ke arahku, duduk di sampingku.

"Jadi yang semalam itu kamu menyesal?"

Aku menoleh mendengar suaranya yang terdengar kecewa. Aku segera menggeleng. Mana mungkin aku menyesal, malah aku menikmati dan bahagia karena itu.

"Bukan itu maksudku. Aku kan hanya bercanda."

"Iya, Mas tahu." Raffa tertawa dan mengacak rambutku.

After The WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang