8. Sinar Yang Gugur (Spesial Raffa)

39.2K 2.4K 12
                                    

"Aku mantan kekasihnya, Tian Kartanagara."

Kata-kata itu masih terngiang di kepalaku. Membuatku tetap terjaga sampai saat ini. Aku tidak mengantuk sama sekali. Semua kemungkinan sudah berkumpul dalam pikiranku. Aku tidak tahu bahwa ia memiliki mantan sebelumnya. Aku tahu, hubungan kami memang belum lama dan sudah seharusnya kami saling mengenal lebih dalam bagaimana masa lalu kami.

Saat ini kami sudah saling terbuka, bahkan hubungan kami maju sekali. Hanya, aku masih bingung dengan perasaanku. Aku ingin melindunginya, tidak menyakitinya, menjadi suami yang baik untuknya. Aku sudah berusaha mencintainya dan mengasihinya. Aku ingin kami selalu bersama.

Rasa posesifku mulai tumbuh. Aku tak ingin menjadi mimpi buruk yang kedua, yaitu kehilangan wanita yang aku cintai. Cukup kehilangan Arika, aku tak ingin Tissa pergi kali ini. Hadirnya Tian, membuatku khawatir akan Tissa. Raut wajahnya terlihat takut. Apa mungkin... dia masih mencintai Tian?

Sepulang dari makan malam, Tissa tak berbicara lagi. Yang aku tahu, setelah aku mengatakan bahwa aku suami Tissa, Tian langsung pergi. Sekarang dia sudah tertidur di sampingku. Mungkin sedang bermimpi indah.

Malam ini aku kacau sekali. Perasaanku bercampur aduk. Aku memang belum mencintainya, tapi aku jelas cemburu. Aku harap Tissa tak lagi mencintai pria itu.

-

Pagi ini aku terbangun dengan Tissa yang sudah tak ada di sampingku. Hari ini hari minggu, mungkin saja dia sedang memasak.

Aku turun dari kasur, beranjak melakukan rutinitas harianku. Mandi, sarapan, lalu pergi ke rumah sakit. Walaupun hari libur, aku tidak bisa meninggalkan rumah sakit. Pekerjaanku banyak. Terlebih aku seorang spesialis. Aku memang tidak menemui pasien secara langsung, tapi banyak dokter lain yang kadang membutuhkanku.

Aku melihat Tissa duduk merenung di meja makan. Sarapan sudah tersedia. Aku duduk di depannya. Membuat dia tersadar.

"Eh, Mas."

Dia mengambil roti dengan selai coklat diatasnya, menaruh di piringku. Kami kembali diam. Menikmati sarapan dengan keheningan. Tissa, dia pasti sedang bingung dengan perasaannya. Begitupun aku.

Arika... aku tidak lagi memikirkannya. Tanpa ku sadari, tentu saja. Malah sekarang aku selalu memikirkan Tissa. Saat bekerja, pikiranku penuh dengan pertanyaan seperti apa yang sedang dia lakukan, dia masak apa untuk makan malam, apa dia kesusahan melakukan tugas rumah, dan sebagainya. Aku sadar, aku sudah masuk ke dalam zona bahaya. Cinta... apa aku bisa merasakannya lagi setelah Arika pergi?

Aku mengambil kunci mobil diatas nakas. Suasana sekarang ini canggung, mungkin aku harus melakukan sesuatu.

"Aku berangkat dulu."

Tissa mengangguk tanpa melihatku. Hah, apakah dia benar-benar memikirkan mantannya itu?

-

Matahari sore menemani Jogja saat ini. Titik air membasahi bunga yang sedang ku bawa. Setelah hujan, matahari datang. Dengan kata lain, ketika datangnya bencana atau kesedihan maka kebahagiaan akan hadir setelahnya.

Aku masuk ke dalam mobil. Tidak banyak pekerjaan yang ku kerjakan di rumah sakit. Sebagai direktur, aku sibuk tapi kadang pekerjaan menumpuk bisa ku selesaikan cepat sehingga hari berikutnya aku lengang.

Jalanan cukup ramai di jam pulang kerja ini. Aku harus cepat sampai mini market, lalu pulang, kalau tidak waktu magrib akan lewat.

Aku berniat membeli camilan dan minuman yang bisa membuatku sedikit terkendali karena masalah-masalah sekarang ini. Semoga saja Tissa nggak marah.

Saat keluar, aku melihat di depan sebuah cafe tak jauh dari mini market. Seorang wanita yang sangat ku kenal.

"Tissa...?"

After The WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang