EMPAT : Ada Apa Dengan Aldrich?

347K 26.2K 1.8K
                                    

Yura melihat bayangannya sendiri di cermin, air mukanya lesu. Matanya juga terlihat sembab akibat kebanyakan menangis.


Bayangan mayat yang sudah dibunuh Aldrich masih terus diingatnya. Wajah yang hancur, lalu isi perut yang berantakan. Hal itu membuatnya menjadi mual.

Ia kemudian menoleh ketika bel berbunyi, lalu terlihat Aldrich yang masuk dengan wajah datar. Fyi, Aldrich memaksa Yura untuk memberitahu password apartemennya. Lagi-lagi dengan ancaman pisau yang didekatkan ke leher.

Sebenarnya Yura sudah muak, ia juga merasa capek dengan kelakuan orang yang baru dikenalnya itu.

Aldrich menatap Yura yang menatap kosong padanya dengan pandangan tertarik, lalu senyuman mengembang di wajahnya.

Aldrich menatap Yura yang menatap kosong padanya dengan pandangan tertarik, lalu senyuman mengembang di wajahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Manis," puji Aldrich pelan, tetapi Yura samar-samar mendengar ucapan Aldrich tersebut.

"Hah?"

"Kau manis." Yura memandang Aldrich dengan pandangan tidak mengerti.

"Apa maksudmu?" balas Yura tak acuh sambil menuangkan air pada gelas. Aldrich melemparkan gelas yang sedang diisi air oleh Yoona dengan sembarangan.

"Kau cukup manis untuk dibunuh." Aldrich tersenyum puas lalu berbalik, pergi ke kamar tidur Yura dan meninggalkan pemilik apartemen itu yang mendesah pelan.

Yura mengambil tempat sampah, berjongkok di depan pecahan gelas lalu segera memunguti pecahan-pecahan kaca tersebut.

Karena Yura tidak hati-hati pecahan gelas itu melukai jari Yura dan membuat jari manisnya berdarah.

"Akh." Yura memegang jarinya itu lalu menghela napas pelan, mengambil kotak p3k di rak dapur. Tetapi hal itu dicegah oleh Aldrich yang tiba-tiba kembali dan memegang tangan Yura.

"Darah hmm?" Aldrich menjilat jari manis Yura yang terluka dan menghisap darah di luka itu. Yura hanya membulatkan matanya terkejut dan pasrah, toh yang bersalah kan Aldrich juga.

Ketika darah berhenti keluar Aldrich segera mengobati luka kecil itu, Yura hanya menatap nanar pria di depannya.

Mengapa Aldrich tidak memilih untuk membunuhnya saja? Laki-laki itu malah menjadikannya pembantu. Terdengar seperti ia diselamatkan tetapi hal itu malah membuatnya semakin menderita ketika melihat kekejaman seorang psikopat seperti Aldrich.

"Kembali ke kamarmu." Yura mengangkat sebelah alisnya.

"Apa?"

"Apa kau tuli? Kembali ke kamarmu sekarang!" Aldrich menatap perempuan di hadapannya itu dengan tajam.

"Pecahan gelasnya." Aldrich mendengus.

"Biar aku saja yang bereskan, kau tidak becus dalam melakukan hal kecil seperti itu." Aldrich mendorong tubuh Yura ke samping dan segera memunguti sisa pecahan gelas yang tersisa.

Yura mendengus keras-keras lalu berjalan gontai ke kamarnya. Ia berbaring di tempat tidur, melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 22.28 lalu mencoba memejamkan matanya. Kepalanya benar-benar pusing, memikirkan masa depannya yang tentu saja terganggu dengan kehadiran Aldrich, laki-laki yang menurutnya sakit jiwa. Tidak lama kemudian ia tertidur.

***

Yura membuka kedua matanya ketika sinar matahari menembus ke kamarnya. Ia menghirup udara pagi hari lalu menyadari sesuatu.

Sebuah tangan kekar memeluknya dari belakang, kemudian ia merasakan embusan napas teratur ditengkuknya. Dengan pelan Yura berbalik dan mendapati Aldrich yang sedang tidur dengan wajah yang tenang.

Tangan yang memeluk Yura itu bergerak, merengkuh lebih erat lagi dan membuat wajah Yura berhadapan langsung dengan dada Aldrich yang bidang.

Tubuh Yura terasa kaku, dan jantungnya berdebar menjadi lebih keras. Ini pertama kalinya ada laki-laki yang tidur satu tempat tidur dengannya.

Aldrich mengigau dalam tidurnya, beberapa patah kata pun terdengar. Yura tidak bisa menangkap semuanya tetapi ia bisa mendengar cukup jelas beberapa kata.

Seperti bunuh dan ibu. Dengan otaknya yang belum bisa berpikir dengan jernih kata-kata itu membuat kepala Yura menjadi sedikit pusing.

Aldrich membuka matanya perlahan, menatap lurus ke depan dan mendesah. Ia sadar sedang memeluk seseorang tetapi ia hanya diam.

"Le-Lepaskan," pinta Yura terbata ketika merasa bahwa Aldrich sudah bangun. Orang yang dimaksud hanya mendesah kembali dan segera duduk setelah melepaskan pelukan itu.

"A ... A ... apa yang kau lakukan di kamarku?" Yura ikut duduk dan menatap Aldrich dengan takut.

"Tidur tentu saja," balas Aldrich tajam.

"Jangan berpikir yang aneh-aneh, pembantu. Aku tidak melakukan apapun." Yura turun dari tempat tidur dan berjalan ke arah kamar mandi, yang langsung disambut tatapan tidak suka dari Aldrich.

"Apa aku menyuruhmu untuk pergi?" Langkah Yura terhenti, dan tubuhnya berbalik.

"Kembali ke sini," titah Aldrich tegas. Yura kembali dengan sangat terpaksa.

Yura hampir saja berteriak kaget ketika Aldrich menariknya ke tempat tidur dan memeluk perempuan itu.

Mata Aldrich terpejam, lalu meletakkan wajahnya di leher Yura dan kembali mendesah.

"Ibu," gumamnya pelan.

Yura hanya bisa diam dengan pasrah, menunggu Aldrich melepaskan pelukannya itu. Tetapi selang 30 menit posisi itu tidak berubah.

Yura kembali membulatkan matanya ketika mendengar tangisan pelan seorang laki-laki yang memeluknya itu. Tangisan itu berubah menjadi isakan tersedu-sedu, Yura menjadi bingung bukan main. Apa yang harus dilakukannya?

"Ibu."

Pelukan Aldrich semakin erat, seolah hal yang buruk akan terjadi bila pelukan itu dilepaskan.

Yura hanya bisa mengelus-elus puncak kepala Aldrich pelan. Meskipun tidak mengerti apa yang membuat Aldrich menangis ia mencoba menenangkan laki-laki itu.

Aldrich melepaskan pelukan itu dan duduk, tangisannya sudah terhenti. Mata dan hidungnya memerah, kemudian ia menoleh menatap Yura yang masih menatap balik padanya dengan tatapan bingung.

Dengan kening mengernyit Yura menatap Aldrich yang kini berada di sampingnya, lalu entah mengapa Aldrich menatap Yura dalam waktu yang lama.

"Mengapa Aldrich menjadi begitu aneh?" batin Yura.

Aldrich mendekatkan wajahnya, mencium bibir Yura lembut, tetapi kemudian menjadi lebih kasar.

"Sekarang kau adalah wanitaku," ungkap Aldrich tegas.

***

My Psychopath Boyfriend (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang