15. Kejutan Kecil

32.7K 1.8K 28
                                    

Aku tersenyum lebar memandang Raffa yang lahap memakan masakan yang ku buat. Aku sengaja membawa makan siang dari rumah saat akan ke rumah sakit.

Kemarin aku sudah mengajukan surat resign. Jason melihatku dengan tatapan agak kecewa karena aku berhenti. Tapi, mau bagaimana lagi. Aku menyayangi suamiku. Aku harus menuruti kata-katanya.

"Enak?" tanyaku.

Raffa mengangguk dan masih tetap mengunyah. Di tangan kirinya terdapat beberap lembar kertas. Dia makan sambil bekerja. Aku menghela nafas.

"Makan dulu, baru baca." Aku mengambil alih sendok dan berniat menyuapinya.

"Enaknya emang makan sambil kerja, Sayang," ucap Raffa santai.

Aku menyendok nasi dan ayam tumis pedas, lalu menunggunya untuk buka mulut.

"Makan dulu deh, Mas." Ku tarik kertas di tangannya dan menyembunyikannya di dalam berkas.

Raffa melihatku sebal. "Sayang, Mas masih banyak pekerjaan lain. Jadi terpaksa harus kerja juga sekarang."

"Nggak, makan dulu. Atau aku pulang nih?" tanyaku. Aku dengan berani menatap matanya nyalang.

Dia diam dan malah memajukan wajahnya. Aku terkesiap dan memundurkan punggungku.

"Beneran mau pulang?" tanyanya dengan wajah menggoda. Aku memalingkan wajah. Dasar, dia malah membuatku tersipu malu.

"Mas nakal," kataku kesal sambil memukul bahunya.

"Tapi, kamu suka kan?" Raffa merangkulku dan jarak kami sangat dekat.

Aku memasang wajah cemberut. Dia hanya tertawa karena selalu berhasil menggodaku.

-

Sudah jam 5 sore dan Raffa menyuruhku untuk pulang duluan karena dia banyak pekerjaan dan tidak mungkin aku akan sanggup menunggunya sampai malam. Lagipula aku membawa mobil sendiri. Jadi sekarang aku sudah bersiap untuk pulang ke rumah.

Pelukan dari belakang membuatku sedikit kaget.

"Jangan ngebut-ngebut di jalan, konsentrasi dan jangan mikir yang lain, kamu harus hati-hati pokoknya."

Aku membalikkan badan dan melingkarkan tanganku di lehernya.

"Iya, siap tuan direktur." Aku tertawa kecil.

Dia menyentil hidungku pelan dan mengecup bibirku sekilas.

"Mas sayang sama kamu. Mas harap kamu cepat hamil, ya."

Aku terdiam dan menunduk, melihat tangannya yang mengusap perutku yang rata. Aku merasa bersalah. Aku membuatnya kecewa.

"Maaf, Mas."

Raffa menggeleng sambil tersenyum. "Nggak apa-apa. Mas bisa nunggu."

Aku memeluknya erat. Aku yakin jika kami terus berusaha, aku akan cepat memberinya seorang anak.

Di tengah jalan melewati lorong rumah sakit, aku tidak sengaja melihat seorang wanita sedang berbicara dengan orang di depannya tak jauh dariku. Aku berhenti dan meneliti siapa wanita itu. Seperti Nevara. Aku ingat betul bagaimana postur tubuhnya.

"Kalau kamu begini terus, kamu hanya akan membuat orang curiga dan bisa saja kamu di lapor ke polisi."

"Ya, aku tahu. Tapi mau bagaimana lagi. Aku mencintainya, Ra. Dia malah memilih pria itu daripada aku."

"Mereka itu menikah, wajar saja. Kenapa kamu jadi egois begini? Kamu nggak bisa menghalangi kebahagiaan dia. Kalau kamu cinta, harusnya kamu relakan untuk kebahagiaannya."

After The WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang