20. Jangan Pergi

27.2K 1.6K 24
                                    

Hujan. Sudah 3 hari hujan menemaniku di hotel. Aku sengaja berdiri di balkon dan membiarkan angin membawa air untuk membasahi tubuhku. Dingin menusuk ke kulitku dan aku tidak memperdulikannya. Toh, aku sedang sakit jadi biarlah semakin sakit. Tanggung.

"Lompat aja kalau mau mati."

Ucapan Jason tak membuatku berkutik. Aku tetap berdiri dan memandang jauh ke arah matahari senja yang gelap di kelilingi awan kelabu.

"Hoi, kamu mau tetap di situ sampai kapan? Lagi sakit tapi malah sengaja hujan-hujanan. Kalau mau mati mending langsung lompat. Lumayan kan kita ada di lantai 8. Langsung mati."

"Berisik."

Aku mengusap wajahku. Tubuhku basah dan aku masuk ke dalam kamar begitu saja, melewati Jason.

"Astaga, langsung lewat aja ke kamar mandi. Air nya kemana-mana, Raffa," seru Jason.

Entah kenapa walaupun suasana hatiku tak kunjung membaik tapi aku tersenyum, merasa terhibur dengan kehadiran Jason. Dulu dia membuat orang yang aku cintai pergi, sekarang dia membantuku mengatasi masalah dan menemukan istriku. Sudah seharusnya semua yang di perbuat akan di balas.

Setelah mandi dengan air panas, aku keluar. Melihat Jason di sofa memainkan ponselnya. Dia sangat sibuk dan terpaksa meninggalkan perusahaannya sementara hanya karena membantuku. Dengan begitu, dia harus bekerja lewat handphone.

"Lagian kamu kenapa disini?" tanyaku.

"Pelit banget. Aku nggak mau kamu pingsan lagi nanti. Yang ada aku repot manggil dokter. Eh, vitaminnya sudah di minum kan?"

"Wah, perhatianmu membuatku merinding." Aku tertawa keras melihat pelototan Jason.

"Mau ku kenalkan dengan Nevara?"

Jason melirikku. Dia terhenti sesaat lalu mengalihkan pandangan lagi ke ponselnya.

"Tidak perlu."

"Kenapa? Hei, Nevara itu baik. Dia juga lumayan cantik. Hanya saja awalnya dia memang begitu karena menyukaiku, tapi akhirnya dia minta maaf kan?" kataku membayangkan sosoknya.

"Hem, aku tidak tertarik."

"Bohong. Waktu kita ketemu Nevara sama Tian, kamu mandangin di terus. Dia jadi risih, hahaha."

Kepalaku langsung sakit menyadari Jason melempari bantal sofa ke arahku.

"Kamu nggak tahu kebenarannya," jawab Jason datar dan pelan.

Aku terdiam. Kenapa dia mengatakan itu seperti ada sesuatu yang di sembunyikannya? Padahal aku hanya ingin membantu. Atau Jason sudah mengenal Nevara jauh sebelum aku mengenalnya?

"Hei, kapan kamu akan ke rumah Tissa? Sudah satu minggu dia di sini dan kamu masih bersantai-santai."

"Aku bukannya bersantai. Kamu tahu kondisiku sekarang seperti apa. Kalau mau mati ya aku akan langsung ke rumahnya sekarang. Aku nggak bisa. Lagipula si brengsek itu... aku ingin melihat seberapa berhasilnya dia," kataku penuh rasa yakin.

"Ya sudah, kalau itu mau mu. Aku akan keluar sebentar mencari makan. Mau apa?"

"Nggak usah. Nggak nafsu."

"Oke, aku beli nasi goreng saja buatmu."

Aku melotot ke arahnya. Dasar, sudah ku bilang tidak usah dia malah mau membeli nasi goreng untukku. Jason pergi dengan tawanya. Sial, aku seperti bayi di buatnya.

-

Tissa POV

Air hujan menetes dan meluncur turun di kaca jendela. Aku menempelkan tanganku di sana. Hanya rasa dingin. Aku mengeratkan pelukan ke tubuhku sendiri. Musim hujan yang tak kunjung berhenti. Suasana Bandung memang tak sedingin dulu tapi kalau hujan yah tetap saja hujan, dingin.

After The WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang