03|| Permata Abadi (Bagian 2)

439 137 92
                                    

Kenyataan memang terkadang tak sesuai rencana, tetapi hidup tanpa rencana dapat membuat kita tersesat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kenyataan memang terkadang tak sesuai rencana, tetapi hidup tanpa rencana dapat membuat kita tersesat.

☁☀☁

Seseorang keluar dari kamarnya, ia berjalan di lorong yang diterangi cahaya temaran dari pelita-pelita yang digantung di dinding. Ia mengenakan pakaian serba hitam dengan penutup kepala dan wajah yang hanya memperlihatkan matanya.

Dengan menggendong pedang besarnya yang juga terbungkus kain hitam itu, ia keluar dari penginapan. Razo sudah terbiasa mengendap-endap. Ia mampu berjalan tanpa menimbulkan suara. Di tengah malam, hanya ada beberapa orang yang tampak lalu lalang. Razo mampu berjalan keluar dari jalan utama menuju ke daerah yang lebih sepi.

Ia berada di pinggir sebuah sungai kecil, sungai itu biasanya digunakan para penduduk untuk mencuci, tetapi siapa yang akan mencuci pada tengah malam? Razo tak menemukan siapa pun di sepanjang pinggir sungai yang ditanami pepohonan itu.

Selama lima tahun, Razo telah belajar banyak hal dari gurunya, termasuk teknik meringankan diri. Ia mampu berlari begitu cepat dan membuat tubuhnya melompat lebih tinggi karena berat tubuhnya yang seakan berkurang. Saat sudah sampai di depan tembok istana, ia pun melompat ke atas tembok dengan mudah. Gerakannya yang gesit membuat para penjaga istana tidak menyadari kedatangannya.

Istana Mansesa sangatlah luas, Razo telah mempelajari peta yang ia dapat dan sudah tahu di mana letak permata yang ia cari. Sudah lama ia menunggu kedatangan Raja Zhuan ke Mansesa. Istana Miryn adalah istana paling ketat dan sangat sulit untuk ditembus, tetapi tidak dengan istana yang sedang ia masuki sekarang. Karena luasnya istana Mansesa, ada begitu banyak ruang untuk Razo bisa bersembunyi dan menyelinap.

Lorong-lorong begitu sepi. Berjalan cepat tanpa menimbulkan suara adalah cara terbaik untuk menyusup. Matanya pun awas memperhatikan sekitar agar tidak ada orang yang menyadari kedatangannya. Pakaiannya yang serba hitam tak akan nampak karena ia bisa bersembunyi di balik bayangan.

Saat dua pengawal terlihat tengah berjalan di lorong, Razo dengan sigap berbelok pada lorong yang bercabang. Ia menempelkan tubuhnya ke tembok dan diam—menahan napasnya.

"Kau benar-benar yakin kalau mereka ke mari untuk bersekutu melawan Magon?" tanya salah satu pengawal.

"Aku yakin. Raja Aldrin akan segera menghancurkan Dalaster, tiga kerajaan lain tinggal menunggu giliran," jawab pengawal satunya dengan yakin. "Kau tidak dengar berita kalau Sogol telah melapisi piramida di Caragon dengan emas? Itu bukan kekuatan sembarangan."

"Kurasa memang tidak akan ada yang bisa mengalahkan Sogol, kecuali anak-anaknya," pengawal pertama tampak gemetaran.

"Tenang, selama Raja Tio tidak mau berperang, kita akan tetap aman."

"Ya, perang memang harus dengan persetujuan. Namun, kau yakin Raja Aldrin akan selamanya mengikuti peraturan?"

Razo mendengar hampir semua percakapan dua pengawal itu. Hari ini, pembicaraan orang-orang hanya seputar itu. Sebenarnya, ia juga begitu penasaran dengan sosok Sogol. Seberapa kuat orang yang bisa mengendalikan emas? Namun, tidak ada waktu untuk memikirkan itu. Ia harus fokus pada tujuannya masuk ke istana.

Sora RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang