11|| Bunga Kertas (Bagian 2)

281 107 34
                                    

Kadang, orang tidak perlu tahu kalau kita berkorban untuk mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kadang, orang tidak perlu tahu kalau kita berkorban untuk mereka. Karena sesungguhnya, kita juga sedang berkorban untuk diri kita sendiri.

☁☀☁

Kapak Izor? Razo masih memikirkan kapak itu. Monster bernama Izor itu seperti apa? Menurutnya, namanya sangat tidak asing. Namun, dari mana ia mendengar nama itu sebelumnya. Tiba-tiba ia mengingat sesuatu. Razo pun segera berhenti.

Memorinya kembali ke masa lalu. Gurunya pernah menceritakan tentang seorang monster yang membenci manusia. Mengingat gurunya membuat dadanya perih. Bukannya mencari permata terakhir, ia malah terjebak di misi yang bukan merupakan urusannya ini.

"Permata," gumamnya. Lagi-lagi, pikirannya malah menuju ke Zuli. "Perempuan itu benar-benar menyihirku. Bagaimana dia bisa menaruh dirinya di dalam otakku? Aneh."

Razo tidak memikirkan permata yang dimiliki Zuli, tetapi justru memikirkan wajah Zuli. Mata birunya, bibir manisnya, dan semua perkataan perempuan itu. Sepertinya, pikirannya teralihkan karena si penyihir jelas-jelas lebih indah dari permata keunguan di liontin yang dia miliki.

Kini, Razo kembali bergerak, ia menemukan pos penjagaan. Namun, di sana tidak ada siapa pun. Sepertinya, memang benar tentang apa yang dikatakan Panglima Hann dan Zuli. Musuh melakukan strategi benteng kosong, memang sedang berusaha menjebak mereka. Razo menyengir, merasa bahwa musuh begitu bodoh.

"Aku sangatlah kuat, ribuan orang bisa kuhadapi. Penyihir itu luar biasa, bisa berpindah-pindah tempat semaunya," ujarnya seraya melewati pos penjagaan. "Tapi, kenapa perempuan itu tidak mau menggunakan portalnya?"

Tiba-tiba, Razo tersenyum. Selama ini, Zuli menggunakan portalnya hanya untuknya. Menangkapnya, mencarinya saat ia ingin kabur, dan juga mengambil kalung dari bunga kertas yang ia petik. Kenapa itu membuatnya sangat senang?

"Aku disihir!" teriaknya di dalam hutan.

Tak lama kemudian, ia menemukan sebuah sungai. Dengan mengambil ancang-ancang, Razo berlari dan melompati sungai selebar belasan meter itu dengan sekali lompatan. Ia menoleh ke belakang—ke sungai—sembari memasang wajah bangga.

Kota kecil Calta sudah terlihat. Aneh. Kenapa kota itu seperti porak-poranda? Bukannya musuh hanya pergi meninggalkan kota dan kemudian datang menjebak? Apa yang terjadi? Razo kemudian berlari memasuki kota.

Dari kejauhan, ia melihat sosok besar sedang menghancurkan bangunan. Sosok yang membawa kapak. Razo menelan ludahnya. Lalu berjalan mengendap-endam menuju sosok itu. Ia menarik pedangnya yang ia gendong.

"Hai Tuan Monster!" seru Razo.

Monster itu kemudian berhenti menggunakan kapaknya, menoleh ke arah Razo. Sosok besar itu tampak sangat marah menyaksikan ada manusia yang meneriakinya. "Ayo bertarung!"

Razo mengangguk walau cukup kaget dengan suara berat milik sang monster. Ia bersiap, melakukan kuda-kuda saat sosok berkulit merah itu datang mendekat. "Namamu Izor, kan? Kudengar kau cukup terkenal, tapi kurasa aku jauh lebih terkenal."

Sora RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang