17 Agustus

7K 457 18
                                    

Betapa indah tanggal itu. Tanggal yang akan segera datang. Semua orang menyambut tanggal itu dengan penuh rasa syukur. Juga pekikan kata 'Merdeka!' kembali menggema.

Masih 16 Agustus. Tara masih sibuk dengan berkas-berkas yang perlu diurusnya. Berkas-berkas yang akan digunakan untuk upacara malam renungan suci, nanti tengah malam di makam pahlawan kota Karanganyar.

Dibantu sahabatnya yang juga akhirnya menjadi sekretaris untuk sang wakil ketua OSIS. Sedangkan Nesha, senior nan cantik berbadan semampai itu menjadi sekretaris bagi Dhika, ketua OSIS.

"Tolong surat tugasnya yang asli, Mas" pinta Tara untuk kertas di samping Dimas.

"Ini, Bu" memberikan selembar kertas itu.

Dimas masih sibuk mengurus beberapa nama yang baru saja mengkonfirmasi ketidakhadirannya pada malam renungan suci tahun ini. Dimas harus mencari penggantinya.

Jari jemari Dimas sibuk menekan lembut tombol ponselnya. Menghubungi satu persatu anggota organisasi yang sanggup menghadiri malam renungan suci.

Berjam-jam berkutat pada berkas, ponsel dan komputer. Tubuh dua sahabat itu rasanya mau patah.

"Sudah selesai?" Tanya Dhika yang baru saja datang bersama sekretarisnya.

"Sudah, Pak" jawab Dimas lantang.

"Yang buat upacara besok clear--kan pak?" Tanya Tara.

"Sudah kok, tinggal nanti malam ambil baju paski--nya"

"Siap, pak" Tara lantang.

"Aku sebenarnya nggak boleh keluar dari karantina ini, aku cuma ijin ke sekolah karena ngambil surat dari sekolah. Aku harus segera kembali" Dhika terburu-buru menggendong tas kecilnya.

"Yang besok jadi paskibra" goda Nesha merapikan almari tempat menyimpan perangkat upacara.

"Alhamdulillah, hasil kerja keras" Dhika tersenyum bangga. "Pergi dulu ya?!"

"Ya, Pak" jawab ketiga orang yang dipamitinya, kompak.

"Ahh..." Tara merebahkan tubuhnya ke punggung kursi. "Andai saja" matanya menatap langit-langit ruangan.

"Andai saja apa, Bu?" Tanya Nesha yang langsung menghentikan pekerjaannya. Menoleh ke arah Tara.

"Nggak apa-apa, Kak" jawab Tara membenarkan posisi duduknya lalu memandang Nesha. Sebagai bentuk hormat pada senior yang mengajaknya bicara.

"Aiissh..." Nesha tak puas dengan jawaban Tara.

Tara hanya cekikikan dan kembali pada posisi duduk bersandar. Membayangkan sesuatu yang sangat indah untuk di bayangkan.

Tok tok tok... Ketukan pintu memecah bayangan Tara.

"Masuk" kata Dimas yang langsung menatap tajam daun pintu.

Pintu itu terbuka perlahan. Membuat Nesha dan Tara juga ikut menunggu penasaran. Siapa yang mengetuk pintu seragu itu untuk masuk ruangan ketua dan wakil ketua OSIS.

"Gian" panggil Dimas saat pintu itu terbuka dan menyuguhkan wajah tampan teman sekelasnya.

Gian tersenyum tipis.

"Ada apa?!" Tanya Nesha sinis.
Junior yang satu ini memang selalu membuat Nesha emosi. Ya, karena beberapa kali Gian tidak mengikuti upacara dan memilih untuk tidur di kelas. Bahkan memaki Nesha saat Nesha memintanya ikut ke lapangan upacara.

"Mau ketemu Tara" jawabnya angkuh.

"Ada perlu apa, Gi?" Tanya Tara.

"Boleh bicara diluar?" Lembut jika pada Tara.

MY SOLDIER : My Last Dream (Complate)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora