TIGA PULUH LIMA : The Room [2]

266K 18.7K 688
                                    

Aldrich memiringkan kepalanya ketika membaca sebuah kalimat panjang dalam buku ber-genre science fiction yang kini sedang dibacanya, sesekali terdiam sejenak untuk mencerna pembahasan cerita yang terlalu ilmiah. Tapi itu memang risikonya jika membaca buku karangan Michael Crichton, tetapi hal itu juga menjadi daya tarik tersendiri. Karena menunjukkan bahwa si penulis tidak asal menuliskan cerita dan menuliskan fakta sedetail mungkin pada karyanya.

"Aku tidak akan tahan jika membaca buku seperti itu." Aldrich mendongak dan menatap Yura yang sedang telungkup di atas karpet berbulu dengan novel Twilight di tangannya.

"Memangnya apa yang salah dengan buku yang kubaca?" tanya Aldrich, ia kemudian mencoba membenarkan posisi duduknya di benda super empuk berbentuk segitiga itu.

"Banyak bahasa yang tidak kumengerti, lubang cacing lah, persamaan kimia ini persamaan fisika itu. Bukannya rasa lelahku hilang, yang ada malah tambah pusing." Aldrich tersenyum mendengar gerutuan Yura yang terdengar lucu.

"Itu karena otakmu tidak memadai untuk membaca buku seperti ini." Yura bangkit untuk segera duduk, matanya melotot dan keningnya mengkerut.

"Aku bodoh begitu?"

"Tidak, tapi kapasitas otakmu hanya sampai pada romansa tidak masuk akal antara manusia dan makhluk aneh."

"Edward tidak aneh!" protes Yura yang merasa tokoh cerita favoritnya diberi nama lain yang aneh.

Enak saja, Edward Cullen bukan makhluk aneh. Selama hidupnya tokoh Edward lah yang paling memorable di hatinya, Edward yang tampan, Edward yang putih seperti memakai bedak setebal kamus, Edward yang punya senyuman menyenangkan, dan Edward-Edward lainnya.

"Dia aneh, vampir tidak mungkin selembek itu." Dahi Yura mengernyit. "Dia tidak lembek."

"Baiklah akan kukoreksi. Dia sudah hidup lebih dari seratus tahun tapi bertingkah seperti remaja labil jika menyangkut tentang Bella."

"Teknisnya, dia mati saat belum berusia dua puluh tahun."

"Tapi dia sudah tinggal di bumi ini sangat lama bukan? Apa yang dikerjakannya? Menghisap darah dan sekolah terus-menerus padahal dia sudah pintar?'

"Keluarga Cullen itu 'diet' darah."

"Mengapa vampir harus diet dari apa yang memang seharusnya mereka konsumsi? Konyol." Yura mengembuskan napasnya frustasi. Berdebat dengan Aldrich memang tidak akan ada habisnya, semua akan berakhir dengan ia yang terpojok dan wajah yang merah padam.

"Kalau kau tidak suka, mengapa kau bisa tahu ceritanya? Diam-diam kau membacanya kan?"

"Aku tidak pernah bilang kalau aku tidak suka, tadi itu hanya pemikiranku tentang si Edward culun."

"Namanya Edward Cullen! Bukan culun," gerutu Yura yang memilih melanjutkan lagi kegiatan membacanya.

"Sama saja. Aku heran mengapa kaum hawa begitu tergila-gila padanya."

"Karena dia laki-laki," jawab Yura seenaknya.

"Lalu kaum hawa akan jatuh cinta kepadaku juga?"

Yura mendengus. "Simpan saja rasa percaya dirimu yang tinggi itu. Lagipula jika aku memberitahu mereka maka tidak akan ada lagi yang menyukai psikopat gila sepertimu."

"Kau tidak akan memberitahu hal itu kepada siapapun."

"Kenapa? Kau merasa takut? Merasa terancam dengan ucapanku tadi? Tidak kukira kau bisa merasa khawatir dan takut juga."

"Bukan. Karena jika kau memberitahu mereka maka itu sama saja dengan kau merasa cemburu, karena dengan hal itu perempuan tidak akan lagi mendekatiku. Dan jika kau tidak memberi tahu mereka, maka itu berarti bahwa kau peduli tentang image-ku."

My Psychopath Boyfriend (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang