29 •[Gue itu takdir lo!]

19.1K 974 13
                                    

Di kursi depan ada Melvin yang menyetir di temani Alana di sebelahnya, tak lupa satu orang pengganggu duduk di belakang. Siapa lagi kalau bukan Elskan. Dari tadi Alana hanya diam menengok ke arah jalanan yang ramai dengan padatnya orang yang beraktivitas. Melvin juga ikut diam dan memilih fokus mengemudikan mobil ini. Hanya Elskan yang krasak-krusuk nggak jelas sendiri di belakang.

"Woi, sepi banget sih! Kek kuburan!" Timpal Elskan membuat Alana jengah dengan tingkahnya. Tanpa permisi tangan Elskan berjalan mencapai radio mobil di depan. Ia menyetel musik dengan volume yang cukup kencang.

"Apaan sih, bang! Berisik!" Alana langsung mematikan radionya dengan wajah masam.

Namun, Elskan kembali menyalahkan radionya. Kali ini Volumenya ia turunkan agar tidak dimatikan oleh Alana lagi.

"Berisik!" Gerutu Alana.

"Kan gue udah kecilin! Lo kenapa sih marah-marah mulu? Lagi PMS?" tanya Elskan yang tak di hiraukan Alana, "Melvin aja nggak protes! Ya kan, Mel?!"

"Iya, kak. Lumayan ada hiburan!" Timpal Melvin.

Alana hanya memutar bola matanya kesal dan memilih mengecek ponselnya yang sedang sakratul maut-mencoba untuk menyalahkan, dan bersyukur masih dapat menyala walaupun layar ponselnya pecah dan menampilkan garis hitam yang memanjang. Alana menarik nafas panjang dan membuka tasnya untuk mengambil earphone.

"Gimana HP lo, masih rusak? Bawa ke IGD sana, kasihan entar mati lagi!" Timpal Elskan.

Alana tak memperdulikan orang aneh itu. Di situasi seperti biasanya ini Alana mendengarkan lagu favoritnya Amnesia dari 5SOS, dan mengecilkan radionya lagi walaupun sempat dapat ocehan dari Elskan tapi Alana tak perduli.

Sebenarnya cukup banyak lagu kesukaannya, termasuk lagu yang memiliki arti yang bermakna pada kehidupannya.

Ia pernah berkhayal tentang lagu Thinking out loud by Ed Sheeran, bahwa ia akan di tembak oleh seorang cowok dengan lagu itu.

Ia juga pernah berkhayal tentang pernikahannya nanti dengan seseorang yang benar-benar mencintainya. Orang itu berjalan meminta restu orangtuanya dan menjemput Alana melewati para tamu undangan dengan berbalut gaun nan indah layaknya cinderella, tak lupa alunan lagu Marry your daughter by Brian McKnight ikut mengiringi proses pernikahannya.

Namun khayalannya itu tidak akan terwujud jika harus Melvin yang mendampinginya nanti. Apa mungkin Melvin bisa romantis kayak gitu? Sampai perang dunia ketiga juga nggak akan terjadi.

"Sampe!" Pekik Melvin membuat lamunan Alana buyar.

"Monas! Udah lama gue nggak kesini, terakhir kali pas Alana umur lima tahun, ya kan Al?" tanya Elskan yang lagi-lagi di acuhkan Alana.

Melvin dan Elskan turun dengan senang hati, tapi tidak dengan Alana. Elskan mengeluarkan kameranya dan mulai memotret sekitarnya, "Gue mau foto sekitar sini dulu buat di unjukin ke Angela, lo jalan-jalan berdua aja. Biar makin akrab!" Kata Elskan seraya menepuk bahu Melvin.

Melvin tersenyum dan berbisik pada Elskan di depan Alana. Alana tak menunjukkan rasa keponya di depan mereka walaupun sebenarnya iya. Alana lebih membuang muka ke arah lain.

Elskan pergi dengan kameranya, dan Melvin menghampiri Alana untuk berbisik di telinganya, "Mau disini terus?" Melvin beralih berdiri di hadapan Alana. Alana hanya takut. Takut semua skenarionya berantakan karena satu hari ini.

Alana berjalan tanpa memperdulikan Melvin mengikutinya atau tidak. Ia berjalan ke arah halaman monas untuk sekedar berkeliling. Tak ada tanda-tanda Melvin mengikutinya, kemana anak aneh yang satu itu? Alana memilih tak perduli dan melihat lihat sekitarnya.

CARE [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang