Wattpad Original
Ada 24 bab gratis lagi

Part 15 - Bye Dilan

283K 23.9K 840
                                    

Pagi itu Nicole mengepel lantai dengan sedikit dongkol. Daniel Fernandez benar-benar mengusirnya tadi malam! Nic benar-benar kesal dengannya. Apa sebenarnya mau pria itu? Awalnya menyuruh Nic ikut duduk, lalu seenaknya menyuruh Nic menunggu di dekat pintu. Terpaksa Nic menurutinya tanpa melawan padahal sebenarnya ia ingin. Akhirnya Nic duduk di dekat pintu sesuai perintah Daniel hingga acara berakhir. Lalu untuk apa ia ada di sana?!

Beberapa hari lagi akhir bulan dan Nic merasa senang ia mendapatkan gaji untuk pertama kalinya. Ia tidak perlu membuat rekening bank seperti karyawan lain karena hanya bekerja sementara. Meski mungkin gajinya akan dipotong utang....semoga saja hanya sebagian, yang penting utangnya berkurang. Kalau dipotong semua bagaimana nasibnya nanti? Begini-begini ia juga manusia yang masih butuh makan. Rasanya kalau dipikirkan, bulan-bulan yang akan dijalaninya untuk membayar utang itu begitu lama, padahal Nic menghabiskannya begitu cepat.

"Pelan-pelan saja mengepelnya. Nanti tongkat pelmu bisa patah." terdengar suara Dilan yang sedang bersandar di dinding dekat mereka.

"Sejak tadi kau hanya menonton kami bekerja. Apa kau tidak punya pekerjaan lain?" tanya Nic dengan kesal.

"Nak Dilan bilang katanya ia hanya bekerja di sini hingga akhir bulan saja." ujar Pak Warno yang sedang ikut mengepel di samping Nic.

Nic langsung tercengang mendengar berita itu dan menghentikan aktivitas mengepelnya. "Kau... resign?" Ia menatap Dilan.

"Iya, berhenti. Kenapa? Kau tampak cemas begitu. Jangan-jangan kau mulai tertarik padaku ya?" canda Dilan.

"Sembarangan! Aku hanya mencemaskanmu karena masalah kemarin," sangkal Nic dengan wajah merah padam. "Apa semua ini ada hubungannya dengan Erdina? Kau harus tahu kalau dia tidak ada apa-apa dengan Pak Daniel."

"Tidak, sih. Hanya saja aku mendapatkan pekerjaan yang lebih bagus dan gajinya juga lebih tinggi. Aku 'kan masih muda dan harus mengumpulkan biaya nikah."

"Oh, begitu ya?" Nic menarik napas.

"Jangan khawatir. Kalau rindu padaku kalian tinggal telepon saja," ucap Dilan lalu melihat jam tangannya. "Aku kembali dulu. Lima belas menit lagi ada kegiatan di studio. Kapan-kapan saat pulang kerja kita makan bersama untuk merayakan pekerjaan baruku. Tapi tidak tahu kapan. Nanti kuhubungi kalian. Aku yang traktir." tambahnya lagi. Sebenarnya kata yang terakhir tidak perlu diucapkan Dilan karena memang ia yang biasa mentraktir entah itu acara perpisahan ataupun tidak.

Nic mengawasi Dilan yang berjalan menjauh hingga menghilang ditelan lift.

"Jangan sedih. Ayo lanjut bekerja." Pak Warno terdengar berujar lagi di belakang Nic.

"Siapa yang bersedih?!" ujar Nic sambil mengusap matanya yang berair. Lagi-lagi ia membenci dirinya yang selalu cengeng. Air matanya bagaikan rem blong yang tidak pernah sejalan dengan kehendaknya.

Nic mencoba tidak memikirkan Dilan dan melanjutkan kesibukannya lagi. Sebenarnya ia tidak terlalu dekat dengan Dilan juga apalagi memproklamirkan pria itu sebagai teman, tapi entah kenapa Nic merasa kehilangan. Selama ini ia tidak terlalu banyak dekat dengan orang. Bagaimana ia akan berkomunikasi dengan Dilan setelah ini? Nic juga tidak bisa menghubunginya karena tidak memiliki ponsel. Demi Tuhan! Memangnya ia akan menghubungi Dilan?! Tapi jika dipikirkan lagi, ia juga putus komunikasi dengan Stevan karena tidak memiliki ponsel. Dunia ini ternyata begitu berat tanpa benda tersebut, padahal dulu sebelum ponsel diciptakan sebenarnya manusia masih tetap hidup.

Beberapa hari lalu saat melewati sebuah jalan, Nic menemukan warnet dan ia pun memutuskan membuka emailnya terdahulu. Seperti dugaannya email itu memang penuh pesan dari Stevan. Nic terharu bahwa Stevan ternyata masih memperhatikannya. Hanya saja email tersebut terakhir dikirimkan dua tahun lalu. Mungkin karena Nic tidak pernah menjawabnya.

Ia sudah menjawab email tersebut dan menjelaskan situasinya pada Stevan minus cerita bahwa ia sempat tinggal di rumah bordil dan bekerja di klub. Nic belum siap menceritakannya. Lagipula tidak ada sesuatu yang buruk terjadi pada hidup Nic di sana kecuali rasa bersalah pada Livia.

Lama menunggu, email tersebut tidak kunjung mendapat balasan dari Stevan hingga Nic memutuskan akan mengeceknya lain waktu.

"Apa yang kaupikirkan sepagi ini hingga kau tidak mendengar panggilanku?"

Nic terkesiap karena sepanjang ia melamun tadi ternyata Daniel sudah ada di sampingnya. Bagaimana sih sebenarnya cara makhluk itu selalu bisa muncul di samping orang tanpa terdengar langkahnya? Langsung saja Nic melanjutkan mengepel di dekat sepatu Daniel hingga pria itu mundur beberapa langkah. Ia tidak akan menggubrisnya.

Tidak akan. Tidak akan. Tidak akan.

"Ya ampun, jangan bilang kau merajuk gara-gara aku mengusirmu semalam." terdengar tawa Daniel. Jadi pria itu sudah bisa tertawa sekarang?

"Aku tidak merajuk, Pak Fernandez! Untuk apa karyawan sepertiku merajuk?" protes Nic. Pak Warno menatap mereka kebingungan.

"Lalu kau sebut apa tingkahmu ini?"

"Aku sedang PMS." cetus Nic asal-asalan. "Lagipula yang lebih pantas disebut merajuk itu anda. Aku tidak mengerti mengapa anda sangat kesal padaku padahal aku hanya sedang bernegosiasi masalah pekerjaan. Aku juga tidak akan bekerja selamanya di sini."

"Aku tidak keberatan kau bekerja pada siapapun asalkan bukan Sean orangnya. Kalau kau tertarik pada Sean, lupakan saja. Ia sudah memiliki istri yang tidak akan mau ia tukar dengan wanita semacam Megan Fox sekalipun. Apalagi dirimu." Daniel mengernyit sejenak sebelum melanjutkan, "Istrinya juga tidak mau mencampakkannya saat kurayu. Jadi percuma."

Nic berhenti mengepel dan memerhatikan Daniel sekarang karena tercengang. Makhluk di hadapannya itu benar-benar ajaib. Belum pernah Nic bertemu dengan orang yang bisa mengumbar kebejatannya dengan santai. Merayu istri orang...

"Dalam kepalaku tidak pernah terpikir sedikitpun niat kotor seperti yang anda katakan tadi! Aku tertarik dengan pekerjaan yang ia tawarkan."

Daniel mengerjap-ngerjapkan mata lalu tertawa tanpa rasa bersalah. "Benarkah? Aku salah kalau begitu."

"Iya, jangan samakan diriku denganmu!" tambah Nic lalu berpaling lagi sambil mengerang dalam hati. Rasanya Daniel sengaja memancing emosi Nic agar gagal mengacuhkannya. Ia baru sadar sekarang. Betapa bodohnya. "Kalau anda berkenan, aku ingin melanjutkan pekerjaan dulu. Anda sudah menggangguku, Pak. Lama-lama aku bisa dipecat."

"Memangnya siapa yang mau memecatmu?! Hei...hei...Aku belum selesai bicara...Evelyn!!"

Nic mempercepat langkah dan sengaja menjauh dari Daniel. Daniel terdiam sejenak memerhatikannya lalu menoleh kepada Pak Warno yang ternyata memerhatikan mereka juga. Pak Warno tersadar dan salah tingkah lalu melanjutkan pekerjaannya.

"Pak!! Apa yang kaulakukan?!" Nic berteriak saat Daniel tiba-tiba merampas tongkat pelnya dan menaruhnya pada kereta pembersih. Pak Warno kembali berhenti bekerja dan menoleh pada mereka terheran-heran.

Daniel menunjuk Pak Warno. "Kau kerjakan tugasmu sendiri. Aku sedang ada perlu dengan Evelyn sekarang." ujar Daniel sebelum menggamit pergelangan tangan Nic dan menyeretnya menjauh.

Nic terperangah tak percaya memandang tangan Daniel yang mencengkeram lengannya. Ia menoleh ke belakang dan mendapati Pak Warno hanya terdiam kebingungan.

"Tunggu dulu! Apa-apaan ini?! Saya menolak...Pak!!"

Daniel tidak menggubris protes Nic dan membawanya memasuki lift hingga tertutup. Lift lagi...lift lagi...apa tidak ada tempat lain yang lebih layak untuk pembicaraan antara office girl dan pemilik perusahaan?

🌸🌸🌸

DANIEL AND NICOLETTE  (SUDAH DISERIESKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang