Part 8

5.3K 255 2
                                    

"Akan selalu ada hari-hari dimana kau ingin menjadi bahagia, walaupun hati enggan melakukannya."

Aku tersenyum didepan kaca wastafle sekolah. Hari ini tanggal kesukaanku. Setiap tanggal ini berlangsung aku berjanji untuk terus bahagia. Maka aku sedikit lebih sering menebar senyum hari ini. Sebenarnya, sekolah tidak ada lagi kegiatan belajar-mengajar. Tapi setelah selesai ujian begini, pasti akan diberitahukan pelajaran apa saja yang harus di-remedialkan. Mengulang.

"Rin!!" Audri melambai kearahku dari lobby depan. Aku tersenyum kemudian berlari kecil kearahnya.

"Aku ada remedi ga?" Kami kemudian berjalan kearah pinggir lapangan sekolah, tempat paling hangat untuk duduk dicuaca dingin seperti ini.

Audri menggeleng. "Engga ada."

Aku mengusap-usap bahuku karena cuaca yang dingin. Aku memutuskan menggunakan sweater berwarna hijau tebal. Aku melirik Audri yang sedang memainkan ponselnya. Kemudian menatap kearah gerbang, menandai bahwa seseorang datang. Dhira.

"Hulaaaaaa!!" Ia duduk dilantai kemudian mengusap bahunya karena dingin.

"Rin, kekantin yuk." Audri menarik tanganku kemudian mengisyaratkan kepada Dhira untuk ikut.

"Hah? Ngapain?" Tanyaku.

"Ehh.. Jangan Rin disini aja. Oke, Rin?" Dhira menarik tangan sebelahku.

"Bentar aja kok ke kantin. Ayoooo!!!" Audri menarik tanganku dengan kuat sehingga aku terpaksa mengikutinya.

"Apaan sss..." Aku melihat sosok yang sangat kukenal sedang memperhatikanku.

Nanda. Aku tersenyum. Kemudian Audri melepas genggaman tangannya padaku. Nanda menepuk kursi disebelahnya, didepannya duduk seorang temannya yang samgat kukenal. Fahreza.

"Nan, cepetan deh bilang. Gua nungguin lu disini cuma buat bilang itu doang." Fahreza melirikku sambil tersenyum.

"Diem." Kemudian kami hanya diam. Tapi tal berselang lama, Nanda mulai menjahili-ku. Menarik kuncir rambutku. Melepas ikatan tali sepatuku. Sampai menyembunyikan sepatu yang sebelah kanan.

"Shooting hari ini?" Ia menatapku sambil memakaikan sepatuku. Astaga, merasakan seperti ini bagai seorang princess. Ia membersihkan kaos kaki-ku yang terkena pasir karena tidak memakai sepatu. Kemudian memasangkan sepatu itu perlahan lalu mengikatnya menjadi simpul sempurna.

"Key?" Ia menatapku dari bawah. Masih berlutut sambil membersihkan sepatuku.

"Oh... Iya shooting hari ini." Aku mengangguk sambil tersenyum kearahnya. Ia bangkit kemudian mendekatkan wajahnya ke wajahku. Kepalaku perlahan mundur. Tapi bibirnya mengarah ke telingaku.

"Keluar yuk, nanti kalo udah mau mulai kita balik." Ia membisikkan kata-kata itu perlahan. Helaan napasnya terasa ditelingaku, membuatku merinding.

"Aku tanya mereka dulu ya." Aku menunjuk Audri dan Dhira yang sedang main dengan anak-anak lain.

Aku menandatangi mereka kemudian duduk sebentar. Lalu menceritakan yang Nanda lakukan padaku. Membuat mereka kagum sekaligus iri.

"Tapi lo gabisa pergi sama dia. Lo inget janjilo sama Gerald-kan? Lo mau Nanda babak belur cuma karena lo jalan sama Nanda dan ninggalin Gerald?" Tanya Dhira memutar-mutar jarinya didepan wajahku. Aku menepuk dahiku lalu mengangguk. Aku menemui Nanda dan kemudian mengatakan aku tak bisa pergi karena harus mengurus sesuatu.

"Yaudah, nanti aku datang ya pas shooting." Kemudian ia melangkah pergi, tapi tiba-tiba tanganku tergenggam oleh tangan lain. Aku menatapnya. Nanda menggenggam tanganku.

Ia mendekatkan telinganya padaku, tangannya melingkar dileherku, "Kamu lebih cantik kalau rambutnya digerai." Ia menarik rambutku perlahan. Kemudian menyelipkan ikat rambutku ditanganku. Lalu ia melangkah pergi sambil menyampirkan tasnya.

Aku sadar aku jatuh cinta padanya, ketika aku selalu tersenyum karenanya.

•••••

Aku dan temanku kemudian mulai mengeluarkan naskah-naskah shooting. Aku menatap Audri yang mulai sibuk menatap make up-nya menjadi terpisah agar lebih mudah dipakai nantinya. Dhira sedang sibuk dengan handphone ditangannya. Kemudian ia bangkit dan mendekat kearahku.

"Rin, gua laper deh, ke samping sekolah yuk. Beli makan." Ia menyenggol bahuku.

Aku menghela napas kemudian menatapnya. "Gausa banyak alasan deh. Lo mau ngajak gua kemana?"

Dhira hanya nyengir. "Gerald.."

"Dia kenapa?" Aku membolak-balik naskahku.

"Dia nyuruh lo ke parkiran mobil disebelah." Ia kemudian bangkit, mengulurkan tangannya. Aku meraih tangannya lalu berdiri. Dhira tersenyum kearahku, lalu menekan lesung pipiku.

"Gue yakin ini pilihan yang tepat." Ia menarik tanganku tanpa menjelaskan maksud kata-katanya.

Kami keluar dari gerbang sekolah lalu berbelok kekiri. Disamping sekolah terdapat sebuah parkir khusu mobil. Dan entah kenapa Gerald menyuruhku kesana. Kulihat dari kejauhan beberapa temannya seperti memantau situasi. Kemudian mendapatiku sedang berjalan menuju parkiran.

"Ada apa?" Aku mendongak menatap mata Zidan. Lalu ia tersenyum. Kemudian menekan lesung pipiku. Lalu tertawa sebentar.

"Lo manis, sayangnya lo garang." Ia tertawa lagi diikuti tawa teman-temannya yang lain.

"Gue bukan garang. Gue mahal." Tandasku. Aku menaikkan alis, menatapnya dengan tatapan ada-apa?

"Ayo ikut." Zidan menarikkan tanganku diikuti dengan Dhira yang berlari kecil.

"Whoaa.. Princess udah datang?" Aku hanya mencibir ketika Gerald menyambutku dengan cara seperti itu.

"Lesung pipimu dan pipimu yang chubby, rasanya bikin jatuh hati." Ia menekan lesung pipiku, aku mundur selangkah.

"Ada apa?" Aku terus bertanya seperti itu. Tanpa menghiraukan ucapannya yang lain.

"Aku cuma mau bilang sesuatu." Ia mendekati bagasi mobilnya.

"Will..." Tangannya mendekati pintu bagasi. Kemudian menekan tombolnya.

Sebaik-baiknya ingin melupakan adalah dengan jatuh cinta lagi.

Sayangnya, aku tak pernah bisa mencintai orang selain dirinya.

••••



WILL...WILLL... WILL APA YAAAAAA, APA YANG ADA DI BAGASINYA GERALD? DUH NANDA DIMANA? TERUS TERUS KELANJUTANNYA GIMANA? ADA YANG BABAK BELUR? ADA YANG BIASA AJA? ATAU GIMANA? YAUDAH DH TUNGGU PART SELANJUTNYA BESOK BAKAL DIPUBLISH.

HEIHO SORRY LATE BAGET BECAUSE BEBERAPA MINGGU KEMARIN AKU SAKIT DAN BANYAK URUSAN

Another TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang